Ezra menghampiri Aldebaran dengan kedua tangan yang mengepal. Tatapan Ezra setajam belati."Bajingan mana yang berani ganggu kesenanganku?!"Sementara Aldebaran yang memiliki jiwa sniper, tidak pernah gentar dengan apapun. Dia segera mengambil ancang-ancang untuk menyerang Ezra.Bukk! Bukk! Beberapa pukulan mengenai wajah Ezra. Pria itu meringis, menahan rasa sakit pada wajahnya. Sesekali Aldebaran melirik Zoya dengan kasihan.Aldebaran berteriak, "Tutup mata kamu, Nona!""Brengsek! Kenapa kamu ikut campur urusanku, hah?!" Ezra yang sejak tadi naik pitam, terus menerus melayangkan pukulan ke arah lawan. Meskipun dia telah berusaha, Aldebaran selalu berhasilmenghindarinya."Saya nggak suka seorang pria menindas wanita!"Ezra tersenyum sinis. "Jangan sok pahlawan!" Ezra berteriak marah. Dia menyerang Aldebaran dengan membabi buta. Karena tidak ingin membuang waktu dan tenaganya, Aldebaran menghantam dada Ezra dan membuatnya tersungkur di lantai dengan tidak berdaya.Aldebaran mena
Jantung Aldebaran terus berdebar kencang. Dia menarik napas dalam-dalam."Jangan takut! Aku cuma mau bantu kamu melepas sabuk pengaman aja," ujar Aldebaran.Setelah selesai membantu Zoya, Aldebaran segera memakai topi dan masker wajahnya lagi. "Huft ...." Zoya bernapas lega. "Maafin pikiran negatif aku!"Aldebaran membuka pintu mobil. Dia segera menggendong Zoya dan membawanya masuk ke kediaman mewah keluarga Alexander."Hei, siapa kamu?" tanya seorang penjaga pintu ketika melihat Aldebaran berjalan mendekati pintu masuk."Bukain pintu!" perintah Zoya pada penjaga. "Eh, Nona Zoya? Kenapa Anda diantar orang asing? Di mana Tuan Ezra?""Nggak usah banyak tanya!" seru Zoya ketus."Maaf, Non," ucap si penjaga pintu.Aldebaran berjalan tanpa menghiraukan penjaga. Hatinya berdecak kagum dengan kemegahan tempat tinggal Zoya."Di mana pintu utamanya?""Di sebelah kiri kamu," jawab Zoya sambil memeluk leher Aldebaran erat."Aku takut nggak bisa keluar lagi dari sini karena tersesat." Aldebara
Sultan dan Aldebaran bersitegang. Sultan tidak ingin kalah berdebat dengan Aldebaran. Begitupun sebaliknya. Aldebaran selalu menilai dirinya tinggi. Dia tidak akan menyerah dengan mudah kepada Sultan, meskipun sebenarnya sangat ingin berada didekat Zoya."Apa maksud saya? Saya pikir, kamu cukup pintar untuk mengerti apa."Kali ini, Sultan menatap Aldebaran dengan tatapan memohon."Saya akan tegaskan, bahwa saya nggak minta kerja dengan orang lain. Karena saya menyukai kebebasan."Aldebaran telah menjawab dengan tegas. Dia berusaha menolak tawaran Sultan."Kamu mau ajukan penawaran khusus pada saya? Berapa bayaran yang kamu mau untuk menjaga Zoya?"Aldebaran tersenyum penuh arti. "Maaf, Tuan Sultan. Penghasilan saya saat ini, jauh lebih dari cukup.""Seyakin itukah kamu? Jangan sombong dulu, Anak muda!" Sultan menepuk bahu kiri Aldebaran. "Berapausiamu?""21 tahun," jawab Aldebaran, cepat.Sultan menyebutkan nama seseorang. "Keenan."Aldebaran yang tidak mengerti, langsung bertanya,
Aldebaran antri dan menyiapkan uang untuk membeli tiket masuk. Karena dia tidak juga membuat kartu member Klub Jenja. Seorang penjaga pintu menyapa Aldebaran. "Hi, Bro! What's up?""Hello! Aku datang kemalaman.""Nggak juga. Hot party baru aja mulai," sahut si penjaga itu."Ok!" Aldebaran memberikan 3 lembar uang ratusan ribu rupiah kepada penjaga pintu masuk. "Seperti biasa, uang kembaliannya ambil aja!""Thank you, Boss! Kamu kan memang enggak butuh uang receh...."Aldebaran tidak membalas ucapan si penjaga pintu. Dia berjalan masuk dengan santai. Nico terkejut melihat Aldebaran yang tiba-tiba datang tanpa mengabarkannya. Dia buru-buru menyimpan ponselnya."Woi!" seru Aldebaran."Eh, si Bos! Katanya nggak jadi ke sini!""Kenapa? Kamu udah tidur sama gadis itu?""Belum, kan aku masih kerja," jawab Nico."Terus di mana dia?" tanya Aldebaran, tidak sabar."Sebentar, Bos. Aku telepon dia sekarang." Nico mengambil ponselnya lagi. Lalu, dia menghubungi seseorang.Aldebaran memutar kep
"Sepuluh kali lipat, bagaimana?"Aldebaran terlihat sangat senang mempermainkan perasaan Carla. Dia membelai lembut rambut hitam panjang Carla yang menutupi wajahnya. Carla melirik lawan bicaranya dan menjawab, "Jangan mengungkit hal itu, Tuan!" Merasa tidak mampu berhadapan dengan Aldebaran, Carla mengedarkan pandangannya ke arah lain."Kenapa? Aku suka tantangan kamu, Carla!""Tuan, please," keluh Carla.Aldebaran tidak tahan jika melihat mata sendu Carla yang memohon padanya. "Apa? Kamu malu?" tanya Aldebaran. Dia memutar bangkunya menghadap Carla.Carla geram, namun sepertinya dia harus terus bersabar menghadapi Aldebaran. Carla menghela napasnya. "Tuan, oke. Aku mengaku salah karena sudah berani bernegosiasi sama kamu. Tolong maafin aku untuk kali ini," ujar Carla. Saat ini, Carla menaruh harapan penuh pada Aldebaran yang malam ini akan menjadi pasangannya."Hahaha, di mana gadis lucu yang berani menantang aku tadi? Hah?" Aldebaran mendekatkan dirinya dan berbisik, "Aku pen
"Hah? M-maksudnya?"Carla gugup bukan main. "Kamu mau mandi, tapi nggak mau buka baju? Terus?""Ya, aku pasti buka tapi nggak di sini!""Kamu lupa peraturan yang tadi aku ucapin?"Carla terdiam dan mencoba mengingat kembali apa yang telah diucapkan Aldebaran. "Astaga! B-baik, Tuan....""Kells, panggil aku, Kells!""M-maaf, Kells!""Cepat buka baju kamu!"Aldebaran meletakkan ponselnya di atas meja di sudut kamar. Carla sibuk membuka satu persatu baju yang dikenakannya. Namun Aldebaran melihat Carla yang terlihat ragu-ragu ketika hendak membuka pakaian yang menutupi bagian atas tubuhnya."Oh damn!" Aldebaran memeluk tubuh Carla dari belakang.Aldebaran menyusuri setiap inchi kulit leher belakang Carla. Dia merasakan hal yang luar biasa yang telah ditahannya. Aldebaran tidak tahu bahwa Carla mengeluarkan air matanya."Hmm," gumam Aldebaran pelan. Dia menyusuri bagian kulit Carla yang terlihat indah dengan lidahnya. Namun lima menit kemudian, dia mendengar sesuatu yang membuatnya ter
Aldebaran sudah berada di dalam taksi yang membawanya ke Bandar udara Halim Perdanakusuma. Dia memiliki janji pukul 07:00 pagi di sana dengan kliennya. Aldebaran mengetik pesan singkat untuk Carla agar tidak mencarinya.Aldebaran : Aku pergi kerja ke luar negeri. Jangan khawatir! Bawa semua uang yang ada di atas meja! Setelah selesai mengirimkan pesan, Aldebaran menonaktifkan ponselnya."Rp 20 juta. Seharusnya cukup untuk Carla dan." Perjalanan menuju lokasi terbilang lancar. Hari minggu pagi seperti ini, tidak banyak kendaraan di jalan."Apa masih jauh, Pak?" Aldebaran melihat-lihat pemandangan kota Jakarta. Dia duduk di samping sopir yang."Perkiraan saya, karena pagi ini sangat lancar, kita akan tiba sebentar lagi, Mas," jawab sopir."Oke." Aldebaran membuka permen karet dan memakannya. Taksi yang Aldebaran tumpangi memasuki area bandar udara internasional Halim Perdanakusuma. Selain berfungsi sebagai pangkalan militer angkatan udara, bandar udara internasional ini juga mela
"Silakan dipilih senjata yang akan Anda gunakan, Tuan King!" seru Rob sambil menyerahkan beberapa contoh senjata kepada Aldebaran.Aldebaran menerima satu senjata yang diberikan oleh Rob kepadanya. Dia memeriksa senjata tersebut dengan teliti. "Hmm ...." Aldebaran tidak berbicara. Kedua matanya berbinar ketika melihat senjata itu."Anda mengenali senjata itu, Tuan King?" tanya Rob penasaran. "Kelihatannya Anda tampak tidak asing dengan senjata yang saya bawa!""MPT-76." Aldebaran melirik Rob yang terkejut. "Selama ini, saya sangat penasaran ingin mencoba senjata buatan Turki," ujar Aldebaran. Aldebaran meletakkan tangannya di bipod senjata. Bipod adalah dua kaki yang memberikan stabilitas besar terhadap dua sumbu gerak. "MPT-76 adalah senjata andalan tentara Turki yang diproduksi di dalam negeri dengan bipod pendek yang berfungsi ganda sebagai pegangan ke depan.""Benar. Anda sangat luar biasa!" seru Rob memuji Aldebaran yang duduk di depannya. "Bagaimana dengan senjata yang s
Aldebaran melihat Abbas duduk dan berbincang dengan Natalia yang berada di sisi kirinya. Sesekali, Abbas merangkulnya sambil meraba pinggul indah Natalia."Dasar pria brengsek!" Tidak heran Aldebaran mengeluarkan kata-kata makian dari mulutnya dan sesekali meludah karena emosi yang tidak stabil."Wanita macam apa yang diraba-raba pria tua kayak abbas hanya diam bahkan tersenyum, selain natalia?"Semua orang memberikan aplaus dan Abbas berdiri dari tempat duduknya. Dia berjalan menaiki altar untuk memberikan ceramah keagamaan yang di dalamnya tertanam ajaran-ajaran bersifat komunis. Hanya segelintir orang yang mengetahui bahwa Abbas penganut sistem komunis dan dia sedang mencari pengikut sebanyak-banyaknya.Dor! Sebuah amunisi meluncur dari sarangnya terbang bebas di udara menuju targetnya."Go to hell, Mr. Abbas!" teriak Aldebaranketika melepaskan amunisi dengan sempurna.Aldebaran masih memantau terbangnya amunisi yang sudah dilepaskannya."Dengan perhitungan jarak dan kecepatan a
"Di sini, Mr. King. Selesai misi, kembalilah lagi ke sini! Dan ingat, Nona Natalia berada di St Antonius Padua Church sebagai tamu kehormatan keluarga Jasper!"Aldebaran terkejut mengetahui hal itu. 'Jadi, apa maksud Natalia menjadi mata-mata seperti ini?' pikir Aldebaran sambil memandang kosong ke depan."Mr. King, pergilah sekarang! Kita tidak memiliki banyak waktu lagi karena penjagaan akan segera ditingkatkan!""Bukankah Max mengambil alih untuk menjaga keamanan di sekitar sini?" Aldebaran bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi."Saya lebih tahu daripada Anda. Tingkatkan kewaspadaan Anda dan jangan banyak bertanya!" bentak Rob sambil menatap tajam Aldebaran."Oke, saya pergi."Brak!Aldebaran menutup pintu mobil.Tidak lama, jeep yang mengantar Aldebaran sampai di lokasi. Setelah keluar dari mobil, Aldebaran berjalan cepat menuju gedung tua yang terletak dua blok dari lokasi target.Tap! Tap! Tap! Suara langkah kaki milik seorang sniper bayaran asal Indonesia sedang menaiki
Aldebaran dan Heidy sudah berada di Midpoint Restaurant. Bukan hanya menu makanannya yang bervariasi, namun pilihan tempat outdoor dan indoor yang menyesuaikan dengan musim merupakan salah satu fasilitas yang ditawarkan di restoran ini. Heidy memilih untuk menikmati makan malamnya bersama Aldebaran di luar ruangan sambil menikmati pemandangan malam.Sebelum makan, Heidy mengajak Aldebaran untuk foto bersama."Aku nggak suka foto, Heidy ...." Aldebaran mencoba menahan tangan Heidy. Tapi, ternyata tenaganya sama kuatnya seperti Zoya. "Sebentar doang, kok!" pinta Heidy.Mau tidak mau, Aldebaran menurutinya. Mereka berfoto beberapa kali. "Sekarang, ayo makan!" ajak Heidy. ***Setelah makan malam, mereka kembali ke hotel. Aldebaran membukakan pintu kamarnya. Dia melepaskan membantu Heidy melepaskan mantel, lalu mereka duduk di pinggir ranjang. "Apakah kamu juga bersikap seperti ini pada mantan pacarmu?" tanya Aldebaran, menggoda Heidy. Dia duduk di sisi Heidy."Memangnya kenapa?" H
Aldebaran terkejut. Dia membalas pesan Nico dengan cepat.Aldebaran: Zoya kenapa? Ngomong yang jelas!Nico: Sebaiknya kamu cepat pulang dan temui Zoya! Dia menjadi seorang gadis yang menyendiri sejak Ezra berniat ingin menodainya.Aldebaran: Serius? Kamu nggak bohong?Nico: Iya, Bos.Aldebaran: Pantau terus keadaan Zoya dan laporin kalo ada yang mencurigakan!Nico: Oke, Bos.Aldebaran semakin merasa bersalah pada Zoya. "Nggak seharusnya aku nolak jaga dia saat itu!"Aldebaran membuka pakaiannya. "Setelah misi selesai, aku akan pulang ke Jakarta secepatnya!"Aldebaran merebahkan dirinya di tempat tidur. Karena kurang istirahat, dia merasakan pusing yang luar biasa."Sebenarnya apa Zoya kenapa?" Aldebaran membuka dan membaca berita online di ponselnya hingga akhirnya tertidur pulas dengan menggenggam ponsel.Setelah tertidur selama 3 jam, kini Aldebaran sudah berdiri di depan pintu kamar hotel Heidy. Dia sangat gelisah. Aldebaran menekan bel dan menunggu lama, tapi Heidy tidak membuka
Aldebaran memasang petunjuk arah menuju St Antonius Padua Church di ponselnya. Dia melangkah sambil menghapal jalan."Jalan Istiklal ini hampir mirip, banyaknya pertokoan di sini membuatku ingin pergi mencari barang-barang." Aldebaran terus berjalan. Dia menemukan satu toko perhiasan. Lalu berhenti sebentar di depanny."Welcome to Altinbas!" seru seorang penjaga perhiasan tersebut dengan ramah.Aldebaran tersenyum tipis. Dia melihat-lihat berbagai macam perhiasan yang ada di toko."Apa yang Anda cari, Tuan?""Aku ingin lihat perhiasan yang inj!" Aldebaran menunjuk satu pasang cincin pertunangan unik yang terpajang di etalase."Baik, ini barangnya. Silakan, Tuan!"Aldebaran mencoba cincin di jarinya. Dia tidak punya pacar ataupun tunangan. Tapi, dia sangat ingin memiliki sepasang cincin ini. Cincin yang terinspirasi dari kekaisaran Ustamani dengan sentuhan gotik ini menampilkan motif bunga tulip yang menjadi motif tradisional bangsa ini. "Ok, bungkus cincin ini."Setelah membayar,
"Mari sarapan!" ajak Rob. "Anda duluan saja!""Tapi, Nona Natalia sudah menunggu Anda," ujar Rob, mencoba membujuk Aldebaran agar menuruti perkataannya.Aldebaran berkata tegas, "Tidak! Silakan Anda duluan. Katakan pada Nona Natalia, saya tidak bisa bergabung bersama kalian!""Mengapa? Apa kamu membawa masuk gadis baru lagi?" Terdengar suara Natalia. Aldebaran melihat Natalia berdiri di dekat lift sambil bersedekap."Maaf, itu bukan urusan Anda, Nona."Aldebaran berusaha untuk tidak terpengaruh oleh ucapan Natalia. "Saya akan sarapan sendiri dan hubungi saya jika kita akan mulai menjalankan misi!" seruAldebaran. "Tapi menurut pengintaian saya, misi akan dilaksanakan di hari Rabu.""Dari mana Anda mengetahuinya, Tuan King?" tanya Rob."Sebaiknya Anda bertanya pada Tuan Max! Saya permisi." Aldebaran undur diri. Dia sangat tidak nyaman dengan kehadiran Natalia.Brakk! Aldebaran menutup pintu kamarnya dengan pelan agar Heidy tidak terbangun. Dia berjalan sambil membuka satu persatu
"Aku nggak bisa tidur. Aku berniat mau ajak kamu ke Bar. Gimana?""Nggak perlu ke Bar kalo mau minum-minum," jawab Aldebaran. "Aku akan memesannya untuk kamu. Ayo masuk!"ajak Aldebaran sambil menarik tangan Heidy.Heidy hanya bisa menuruti kemauan Aldebaran. "Well, ok. I'll follow you."Kini, mereka berdua berada di kamar dengan perasaan canggung."Maaf, kamarku berantakan," ujar Aldebaran sambil merapikan ujung-ujung sprei dan selimut."Kamar di hotel ini memang nggak luas tapi desain interiornya sangat indah," ungkap Heidy."Aku memilih hotel ini karena lebih dekat ke Penanda Taksim Square," ujar Aldebaran berbohong demi menutupi identitasnya. "Apa yang mau kamu minum?""Apa saja yang kadar alkoholnya rendah," jawab Heidy. Dia membuka mantel yang menutupi tubuhnya."Oke," jawab Aldebaran. Lalu dia meraih gagang telepon yang berada di kamarnya danmemesan beberapa botol minuman beralkohol.'Astaga. Tubuh Heidy lebih menggoda daripada tubuh Natalia dan Shania!'Itulah yang saat ini Al
Aldebaran menyudahi mencuri dengar pembicaraan mereka. Setelah menghabiskan dua cangkir kopi, dia beranjak pergi dari sana."Rupanya Max adalah tangan kanan Abbas, si Kapten angkatan darat Turki!"Aldebaran berjalan kembali ke hotelnya sambil mengunyah permen karet.Aldebaran terkejut punggungnya ditepuk oleh seseorang. Dia menoleh dan melihat Heidy sedang berjalan membawa beberapa kantong plastik."Kamu?" Aldebaran heran saat bertemu lagi dengan wanita pemalu ini."Kamu habis belanja rupanya!""Hahaha, tidak. Semua ini adalah titipan.""Wait! Kau bisa bahasa Indonesia?""Hahaha ..." Heidy tertawa lagi. "Ya, karena di dalam darahku mengalir darah Indonesia!""Really?" "Yup! Ayahku berasal dari Edinburgh, Inggris dan ibuku berasal dari Jakarta, Indonesia," tutur Heidy.Aldebaran mengangguk. "That's great!" seru Aldebaran, takjub. "Lalu, sekarang kamu tinggal di mana?""Aku tinggal di Jakarta. Kamu bagaimana?""Aku juga tinggal di sana," jawab Aldebaran. "Berikan beberapa tas belanja
Aldebaran menyeruput kopinya. Kopi, baginya, adalah denyut nadi kehidupan, tinta takdir yang mengalirkan inspirasi. Jemari Aldebaran yang lentik menari di atas permukaan dingin ponsel, membangkitkan ruh perekam suara, sebuah kotak kecil yang menyimpan gema intrik, agar dia dapat mendengar berulang kali rekaman suara kedua pria itu."Rob... Max..." desisnya lirih, bagai hembusan napas di tengah badai. "Bayangan mereka pun tak sudi menampakkan diri!" Mata Aldebaran menyipit, memindai setiap sudut kedai, sementara jemarinya terus menari di atas layar, membelai ikon kamera. Sebuah potret diri di tengah keheningan kedai kopi ini, itulah niatnya. Namun, getaran halus dari ponselnya membuyarkan lamunannya. Satu pesan singkat masuk. Carla : Kapan kamu pulang, Kells?Itu adalah pesan dari Carla! Dia tak menyangka, Carla membalas pesannya, meskipun sangat terlambat.Aldebaran segera mengetik pesan balasan untuk Carla.Aldebaran : Secepatnya.Hanya satu kata yang dapat Aldebaran pikirkan