Mau tidak mau, Aldebaran bangun dan duduk di samping Shania. Dia meraih ponsel yang tergeletak di atas meja.Aldebaran membaca satu pesan masuk yang memang sudah dia tunggu-tunggu sejak lama.Nico: Bos, Nona Zoya udah kembali dari Rusia. Saat ini sedang berada di kediamannya.Aldebaran membaca pesan dari Nico dengan jantung berdebar dan mata yang berbinar. Dia segera membalasnya.Aldebaran: Cari tau semua kegiatan Zoya!Nico: Oke, Bos!Aldebaran lega seketika. Dia tidak berhenti tersenyum sambil membayangkan wajah cantik Zoya."Kells? Kamu kayaknya happy banget?"Aldebaran tidak menjawab. Dia mendaratkan bibirnya di kening Shania. Lalu meletakkan kembali ponselnya ke tempat semula.Shania menutup kedua matanya sejenak. "Sebentar, Kells. Kayaknya ponselku berdering." Shania bergegas bangun dari sofa dan berjalan ke kamar untuk mengambil ponselnya."Itu pasti keluarganya," gumam Aldebaran sambil mengikuti langkah Shania.Shania meraih ponselnya di atas meja nakas. Wajahnya berubah teg
Aldebaran sedang memegang gelang milik Zoya di tangan kirinya sambil terus berbicara seolah-olah itu adalah Zoya, si Nona ketiga keluarga Alexander.Ponsel Aldebaran menyala. Tertera nama Nico di layar. Aldebaran membuka pesan dengan tidak sabar.Nico : Saya akan mengirimkan jadwal Nona Zoya segera.Aldebaran : Sekarang!Nico : Baik, Bos.Aldebaran masih menunggu hasil Nico dengan sabar. Dia bersiul-siul di dalam mobilnya sambil sebuah yang sedang diputar.Nico: Bos, Anda sudah membaca pesan saya yang terakhir? Cepat respon saya.Aldebaran tersentak membaca pesan terakhir Nico. "What? Really?" Aldebaran terperangah saat membaca pesan Nico yang berisi tentang kegiatan Zoya untuk satu minggu ke depan. Dia menggelengkan kepala karena sangat puas dengan hasil kerja Nico. Aldebaran: Oke. Kerja bagus!Nico: Thank you, Bos. Apa masih ada lagi tugas buatku?Aldebaran: Tunggu job selanjutnya!Nico: Oke, Bos.Aldebaran tiba di apartemennya menjelangsenja. Dia merasakan sepi tanpa Shania.Al
"Bagaimana jika di sini, Tuan?" Carla menunjuk dengan sopan tempat duduk dekat jendela di sisi kirinya."Hmm, nggak masalah," sahut Aldebaran, menyetujuinya.Carla berkata dengan sopan. "Kalau begitu, silakan duduk! Ini buku menunya. Jika sudah siap memesan, silakan panggil saya atau pelayan lainnya, Tuan!""Oke," jawab Aldebaran datar.Setelah Carla pergi, Aldebaran melirik dua meja di barisan depan. "Aku pikir, suasana restoran Italia ini formal, tapi ternyata nggak." Aldebaran menatap empat wanita yang duduk di meja barisan depan. "Homey and cozy banget di sini!" seru Aldebaran sambil terus menatap keempat wanita."Tapi, di mana Zoya?"Kedua mata Aldebaran tidak berhenti mencari-cari Zoya yang sedari tadi tidak terlihat. Aldebaran mengenal keempat wanita yang sedang berbincang sambil sesekali tertawa."Zoya!" Wanita bermata bulat meneriakkan nama Zoya. Dia adalah Cornelia. Cornelia berdiri dan diikuti ketiga wanita lainnya."Hai, Onel!" Zoya memeluk wanita Cornelia. "Gimana
Aldebaran mulai menikmati menu pesanannya sambil sesekali melirik Zoya. Pengunjung yang tidak begitu banyak, jadi memudahkan Aldebaran mendengar semua perbincangan mereka."Zoya, bagaimana dengan baletmu diBolshoi?" tanya Cornelia."Aku berhenti.""Hah? Apa?" teriak keempat wanita serempak."Kenapa, Zoya?" tanya Amanda yang sejak tadi hanya terdiam.Zoya bertanya balik, "Apa peduli kamu, Kak?""Hah? Kamu bilang, apa peduliku?" Kedua mata Amanda membulat sempurna."Benar. Karena selama ini, kamu cuma sibuk sama dunia kamu sendiri!" seru Zoya sambil membenarkan anak rambutnya yang menutupi mata."Tapi, Zoya....""Manda, cukup! Jangan buat kegaduhan di restoran ini!" Dia adalah Natasha. Penampilan Natasha elegan dengan rok hitam bergaris yang panjangnya selutut dan dipadu dengan atasan sabrina berwarna merah muda."Tapi, Kak....""Stop!" seru Natasha lagi. "Kami semua tahu sikap pemberontak kamu di keluarga!"Aldebaran tampak tidak tenang melihat Amanda terpojok seperti itu. "Wanita
Aldebaran berlari masuk ke toilet wanita. Brak! Aldebaran membuka pintu toilet dengan kasar. Dia mengedarkan pandangan ke segala penjuru toilet. Namun, tidak menemukan siapapun."Anda di mana, Nona?" tanya Aldebaran. "Nona? Anda dengar saya, nggak?""Saya di sini, Tuan. Di toilet paling ujung sebelah kanan," jawab si wanita.Aldebaran bergegas ke sana. Tidak lama, dia melihat Zoya.Zoya tersungkur di lantai sambil mengaduh. Sementara si wanita menyanggah kepala Zoya dengan tangan kirinya agar tidak membentur dinding."Apa yang terjadi?" tanya Aldebaran, tidak sabat."Kamu?" Zoya terkejut saat melihat Aldebaran baginya tidak asing."Saya bantu berdiri," ujar Aldebaran. "Tuan, sepertinya kaki Nona ini terkilir," kata si wanita."Baiklah. Saya akan menggendongnya."Aldebaran melangkah mendekati Zoya dan wanita tadi."Permisi, saya akan membawa Nona ini keluar dari sini," ujar Aldebaran."Ya," jawab si wanita sambil berdiri dengan perlahan."Maaf, siapa nama Anda, Nona?" tanya Aldebara
Aldebaran tidak beranjak dari lantai 20 Four Seasons Hotel. Dia sangat penasaran dengan apa yang akan dilakukan kedua pria tadi."Aku nggak mungkin cuma duduk diam melihat apa yang akan terjadi! Aku harus melakukan sesuatu, tapi apa?"Dengan hati gundah, Aldebaran melangkah menuju basement tempat dia memarkirkan mobilnya. Aldebaran menutup pintu mobil. Dia duduk di kursi kemudi dengan gelisah. Aldebaran sengaja memarkirkan mobilnya di dekat mobil milik keluarga Alexander. Karena dengan begitu, dia akan lebih mudah mengawasi setiap gerak-gerik Zoya.1 jam lamanya, Aldebaran berada di dalam mobil. Dia menjadi sangat tidak sabar. "Apa yang akan dilakukan Ezra pada Zoya? Apa mungkin dia mencintainya?"Aldebaran memijit pelipisnya yang terasa pusing karena memikirkan Zoya dan Ezra."Tapi, siapa pria yang tadi datang sama Ezra? Pria itu terlihat asing karena aku belum pernah lihat dia sebelumnya."Aldebaran mengaktifkan ponsel. Dia mengetik pesan untuk Carla.Aldebaran: Bantu saya awasi d
"Shit!" maki Aldebaran ketika pintu tertutup. Dia gagal menerobosnya.Aldebaran berjalan. "Aku harus mencari cara lain supaya bisa masuk ke dalam," ujarnya sambil berpikir. Aldebaran mendengar seseorang berjalan di belakangnya. Dia segera mencari asal suara itu.Aldebaran melihat seorang pria berusia sekitar 40-an awal hendak memasuki lift. Dia tanpa ragu menyapanya. "Permisi, Pak!" Pria itu berbalik, menatap Aldebaran. "Ya, ada apa?""Bisakah saya meminjam atribut Anda?"Pria tampak kebingungan. "Maksudnya? Terus terang aja, saya nggak ngerti maksud kamu," ujar si pria."Saya mau pinjam seragam yang Anda pakai atau kalo perlu saya akan menyewanya. Gimana, Pak?"Dengan penasaran, si pria bertanya, "Seragam lusuh ini? Untuk apa?""Bapak nggak usah tau. Jadi, apa boleh?" "Baiklah, baiklah." Si pria melepaskan seragam yang dipakainya. Yaitu seragam berwarna jingga yang bertuliskan petugas kebersihan.Aldebaran tersenyum tipis dan berkata, "Terima kasih, Pak.""Ini ambilah!" Pria t
Ezra menghampiri Aldebaran dengan kedua tangan yang mengepal. Tatapan Ezra setajam belati."Bajingan mana yang berani ganggu kesenanganku?!"Sementara Aldebaran yang memiliki jiwa sniper, tidak pernah gentar dengan apapun. Dia segera mengambil ancang-ancang untuk menyerang Ezra.Bukk! Bukk! Beberapa pukulan mengenai wajah Ezra. Pria itu meringis, menahan rasa sakit pada wajahnya. Sesekali Aldebaran melirik Zoya dengan kasihan.Aldebaran berteriak, "Tutup mata kamu, Nona!""Brengsek! Kenapa kamu ikut campur urusanku, hah?!" Ezra yang sejak tadi naik pitam, terus menerus melayangkan pukulan ke arah lawan. Meskipun dia telah berusaha, Aldebaran selalu berhasilmenghindarinya."Saya nggak suka seorang pria menindas wanita!"Ezra tersenyum sinis. "Jangan sok pahlawan!" Ezra berteriak marah. Dia menyerang Aldebaran dengan membabi buta. Karena tidak ingin membuang waktu dan tenaganya, Aldebaran menghantam dada Ezra dan membuatnya tersungkur di lantai dengan tidak berdaya.Aldebaran mena
Aldebaran melihat Abbas duduk dan berbincang dengan Natalia yang berada di sisi kirinya. Sesekali, Abbas merangkulnya sambil meraba pinggul indah Natalia."Dasar pria brengsek!" Tidak heran Aldebaran mengeluarkan kata-kata makian dari mulutnya dan sesekali meludah karena emosi yang tidak stabil."Wanita macam apa yang diraba-raba pria tua kayak abbas hanya diam bahkan tersenyum, selain natalia?"Semua orang memberikan aplaus dan Abbas berdiri dari tempat duduknya. Dia berjalan menaiki altar untuk memberikan ceramah keagamaan yang di dalamnya tertanam ajaran-ajaran bersifat komunis. Hanya segelintir orang yang mengetahui bahwa Abbas penganut sistem komunis dan dia sedang mencari pengikut sebanyak-banyaknya.Dor! Sebuah amunisi meluncur dari sarangnya terbang bebas di udara menuju targetnya."Go to hell, Mr. Abbas!" teriak Aldebaranketika melepaskan amunisi dengan sempurna.Aldebaran masih memantau terbangnya amunisi yang sudah dilepaskannya."Dengan perhitungan jarak dan kecepatan a
"Di sini, Mr. King. Selesai misi, kembalilah lagi ke sini! Dan ingat, Nona Natalia berada di St Antonius Padua Church sebagai tamu kehormatan keluarga Jasper!"Aldebaran terkejut mengetahui hal itu. 'Jadi, apa maksud Natalia menjadi mata-mata seperti ini?' pikir Aldebaran sambil memandang kosong ke depan."Mr. King, pergilah sekarang! Kita tidak memiliki banyak waktu lagi karena penjagaan akan segera ditingkatkan!""Bukankah Max mengambil alih untuk menjaga keamanan di sekitar sini?" Aldebaran bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi."Saya lebih tahu daripada Anda. Tingkatkan kewaspadaan Anda dan jangan banyak bertanya!" bentak Rob sambil menatap tajam Aldebaran."Oke, saya pergi."Brak!Aldebaran menutup pintu mobil.Tidak lama, jeep yang mengantar Aldebaran sampai di lokasi. Setelah keluar dari mobil, Aldebaran berjalan cepat menuju gedung tua yang terletak dua blok dari lokasi target.Tap! Tap! Tap! Suara langkah kaki milik seorang sniper bayaran asal Indonesia sedang menaiki
Aldebaran dan Heidy sudah berada di Midpoint Restaurant. Bukan hanya menu makanannya yang bervariasi, namun pilihan tempat outdoor dan indoor yang menyesuaikan dengan musim merupakan salah satu fasilitas yang ditawarkan di restoran ini. Heidy memilih untuk menikmati makan malamnya bersama Aldebaran di luar ruangan sambil menikmati pemandangan malam.Sebelum makan, Heidy mengajak Aldebaran untuk foto bersama."Aku nggak suka foto, Heidy ...." Aldebaran mencoba menahan tangan Heidy. Tapi, ternyata tenaganya sama kuatnya seperti Zoya. "Sebentar doang, kok!" pinta Heidy.Mau tidak mau, Aldebaran menurutinya. Mereka berfoto beberapa kali. "Sekarang, ayo makan!" ajak Heidy. ***Setelah makan malam, mereka kembali ke hotel. Aldebaran membukakan pintu kamarnya. Dia melepaskan membantu Heidy melepaskan mantel, lalu mereka duduk di pinggir ranjang. "Apakah kamu juga bersikap seperti ini pada mantan pacarmu?" tanya Aldebaran, menggoda Heidy. Dia duduk di sisi Heidy."Memangnya kenapa?" H
Aldebaran terkejut. Dia membalas pesan Nico dengan cepat.Aldebaran: Zoya kenapa? Ngomong yang jelas!Nico: Sebaiknya kamu cepat pulang dan temui Zoya! Dia menjadi seorang gadis yang menyendiri sejak Ezra berniat ingin menodainya.Aldebaran: Serius? Kamu nggak bohong?Nico: Iya, Bos.Aldebaran: Pantau terus keadaan Zoya dan laporin kalo ada yang mencurigakan!Nico: Oke, Bos.Aldebaran semakin merasa bersalah pada Zoya. "Nggak seharusnya aku nolak jaga dia saat itu!"Aldebaran membuka pakaiannya. "Setelah misi selesai, aku akan pulang ke Jakarta secepatnya!"Aldebaran merebahkan dirinya di tempat tidur. Karena kurang istirahat, dia merasakan pusing yang luar biasa."Sebenarnya apa Zoya kenapa?" Aldebaran membuka dan membaca berita online di ponselnya hingga akhirnya tertidur pulas dengan menggenggam ponsel.Setelah tertidur selama 3 jam, kini Aldebaran sudah berdiri di depan pintu kamar hotel Heidy. Dia sangat gelisah. Aldebaran menekan bel dan menunggu lama, tapi Heidy tidak membuka
Aldebaran memasang petunjuk arah menuju St Antonius Padua Church di ponselnya. Dia melangkah sambil menghapal jalan."Jalan Istiklal ini hampir mirip, banyaknya pertokoan di sini membuatku ingin pergi mencari barang-barang." Aldebaran terus berjalan. Dia menemukan satu toko perhiasan. Lalu berhenti sebentar di depanny."Welcome to Altinbas!" seru seorang penjaga perhiasan tersebut dengan ramah.Aldebaran tersenyum tipis. Dia melihat-lihat berbagai macam perhiasan yang ada di toko."Apa yang Anda cari, Tuan?""Aku ingin lihat perhiasan yang inj!" Aldebaran menunjuk satu pasang cincin pertunangan unik yang terpajang di etalase."Baik, ini barangnya. Silakan, Tuan!"Aldebaran mencoba cincin di jarinya. Dia tidak punya pacar ataupun tunangan. Tapi, dia sangat ingin memiliki sepasang cincin ini. Cincin yang terinspirasi dari kekaisaran Ustamani dengan sentuhan gotik ini menampilkan motif bunga tulip yang menjadi motif tradisional bangsa ini. "Ok, bungkus cincin ini."Setelah membayar,
"Mari sarapan!" ajak Rob. "Anda duluan saja!""Tapi, Nona Natalia sudah menunggu Anda," ujar Rob, mencoba membujuk Aldebaran agar menuruti perkataannya.Aldebaran berkata tegas, "Tidak! Silakan Anda duluan. Katakan pada Nona Natalia, saya tidak bisa bergabung bersama kalian!""Mengapa? Apa kamu membawa masuk gadis baru lagi?" Terdengar suara Natalia. Aldebaran melihat Natalia berdiri di dekat lift sambil bersedekap."Maaf, itu bukan urusan Anda, Nona."Aldebaran berusaha untuk tidak terpengaruh oleh ucapan Natalia. "Saya akan sarapan sendiri dan hubungi saya jika kita akan mulai menjalankan misi!" seruAldebaran. "Tapi menurut pengintaian saya, misi akan dilaksanakan di hari Rabu.""Dari mana Anda mengetahuinya, Tuan King?" tanya Rob."Sebaiknya Anda bertanya pada Tuan Max! Saya permisi." Aldebaran undur diri. Dia sangat tidak nyaman dengan kehadiran Natalia.Brakk! Aldebaran menutup pintu kamarnya dengan pelan agar Heidy tidak terbangun. Dia berjalan sambil membuka satu persatu
"Aku nggak bisa tidur. Aku berniat mau ajak kamu ke Bar. Gimana?""Nggak perlu ke Bar kalo mau minum-minum," jawab Aldebaran. "Aku akan memesannya untuk kamu. Ayo masuk!"ajak Aldebaran sambil menarik tangan Heidy.Heidy hanya bisa menuruti kemauan Aldebaran. "Well, ok. I'll follow you."Kini, mereka berdua berada di kamar dengan perasaan canggung."Maaf, kamarku berantakan," ujar Aldebaran sambil merapikan ujung-ujung sprei dan selimut."Kamar di hotel ini memang nggak luas tapi desain interiornya sangat indah," ungkap Heidy."Aku memilih hotel ini karena lebih dekat ke Penanda Taksim Square," ujar Aldebaran berbohong demi menutupi identitasnya. "Apa yang mau kamu minum?""Apa saja yang kadar alkoholnya rendah," jawab Heidy. Dia membuka mantel yang menutupi tubuhnya."Oke," jawab Aldebaran. Lalu dia meraih gagang telepon yang berada di kamarnya danmemesan beberapa botol minuman beralkohol.'Astaga. Tubuh Heidy lebih menggoda daripada tubuh Natalia dan Shania!'Itulah yang saat ini Al
Aldebaran menyudahi mencuri dengar pembicaraan mereka. Setelah menghabiskan dua cangkir kopi, dia beranjak pergi dari sana."Rupanya Max adalah tangan kanan Abbas, si Kapten angkatan darat Turki!"Aldebaran berjalan kembali ke hotelnya sambil mengunyah permen karet.Aldebaran terkejut punggungnya ditepuk oleh seseorang. Dia menoleh dan melihat Heidy sedang berjalan membawa beberapa kantong plastik."Kamu?" Aldebaran heran saat bertemu lagi dengan wanita pemalu ini."Kamu habis belanja rupanya!""Hahaha, tidak. Semua ini adalah titipan.""Wait! Kau bisa bahasa Indonesia?""Hahaha ..." Heidy tertawa lagi. "Ya, karena di dalam darahku mengalir darah Indonesia!""Really?" "Yup! Ayahku berasal dari Edinburgh, Inggris dan ibuku berasal dari Jakarta, Indonesia," tutur Heidy.Aldebaran mengangguk. "That's great!" seru Aldebaran, takjub. "Lalu, sekarang kamu tinggal di mana?""Aku tinggal di Jakarta. Kamu bagaimana?""Aku juga tinggal di sana," jawab Aldebaran. "Berikan beberapa tas belanja
Aldebaran menyeruput kopinya. Kopi, baginya, adalah denyut nadi kehidupan, tinta takdir yang mengalirkan inspirasi. Jemari Aldebaran yang lentik menari di atas permukaan dingin ponsel, membangkitkan ruh perekam suara, sebuah kotak kecil yang menyimpan gema intrik, agar dia dapat mendengar berulang kali rekaman suara kedua pria itu."Rob... Max..." desisnya lirih, bagai hembusan napas di tengah badai. "Bayangan mereka pun tak sudi menampakkan diri!" Mata Aldebaran menyipit, memindai setiap sudut kedai, sementara jemarinya terus menari di atas layar, membelai ikon kamera. Sebuah potret diri di tengah keheningan kedai kopi ini, itulah niatnya. Namun, getaran halus dari ponselnya membuyarkan lamunannya. Satu pesan singkat masuk. Carla : Kapan kamu pulang, Kells?Itu adalah pesan dari Carla! Dia tak menyangka, Carla membalas pesannya, meskipun sangat terlambat.Aldebaran segera mengetik pesan balasan untuk Carla.Aldebaran : Secepatnya.Hanya satu kata yang dapat Aldebaran pikirkan