Smartwatch Aldebaran menyala. Dia menekan ikon pesan dan melihat pesan masuk tanpa nama pengirim.Si pengirim: Danilov Monastery sekarang!Sambil menyeruput kopi di tangan kiri, Aldebaran membaca pesan. Setelah meletakkan cangkir kopi, dia membalas pesan. Aldebaran: oke. Aldebaran menutup aplikasi chat. Lalu, menghabiskan kopi dalam satu menit. Andriy bertanya, "Ada apa, Tuan King?" Aldebaran berdiri. "Aku pergi."Andriy menatap kepergian Aldebaran. Dia gagal menggali informasi tentang Aldebaran yang mampu membuatnya penasaran sejak pertama kali bertemu. Aldebaran sudah berada di luar. Dia menyusuri jalan yang tadi pagi dilewatinya. "Jalan pintas yang menyenangkan." Aldebaran melewati sungai Moskow yang indah. Lalu, berbelok ke Danilov Monastery atau biara suci Danilov. Setelah sampai, Aldebaran mencari-cari keberadaan Ezra. Karena dia yakin, Ezra adalah orang yang mengirimnya pesan.Smartwatch Aldebaran menyala lagi. Si pengirim: Berputarlah 90° sesuai arah jarum jam! Lalu,
"Pergi dan jangan membuatku malu!"Olgav terus marah-marah sampai wajahnya memerah. Mata indahnya memelototi para bodyguard."Tapi, Nona ...." Sejenak, bodyguard tampak ragu-ragu. Pasalnya, mereka tidak berani membantah ayah kandung Olgav. Yaitu Yeva Dmitrov. Olgav Dmitrovka adalah anak pasangan Yeva Dmitrov dan Helena Yusefa. Keluarga Dmitrov adalah penguasa bisnis di Kota Moskow. Bisnis properti keluarga Dmitrov merambah hingga ke Kota St Petersburg dan Sochi. "Harus berapa kali aku bilang, dia temanku," ujar Olgav, ketus. Wajah Olgav masam. Dia telah membuat kesalahan pada Aldebaran, tetapi para bodyguard justru menambah masalahnya. "Pergi berjaga-jaga kayak biasa sana!" usir Olgav."Baik." Para bodyguard tidak tahu harus berbuat apa lagi, selain menuruti keinginan Nona mereka. Para bodyguard pergi meninggalkan lokasi yang semakin ramai karena Olgav berhasil menyita perhatian publik. "Maaf, Tuan King," ucap Olgav, menyesal. "Maaf udah buat kamu merasa nggak nyaman.""Kayakn
"Kalo dilihat dari samping, cewek ini bener-bener mirip sama dia. Apa iya, cewek ini ...."Aldebaran berkata dengan suara yang rendah. Dia memotret seorang gadis yang mirip dengan perempuan pemilik gelang yang ditemuinya di pesawat. Namun, dia tidak memotret wajahnya. Jadi, Aldebaran hanya bisa menebak-nebak saja. Merasa Aldebaran sedang kebingungan, Andriy langsung bertanya, "Tuan King, kenapa? Apa ada masalah?""Ah, nggak," jawab Aldebaran buru-buru. "Tadi kamu bilang mau bantu aku, kan?""Benar, Tuan King."Sebenarnya sejak pertama, Andriy ingin menjadi partner Aldebaran. Itu bukan kemauannya, tetapi kemauan Gale. Namun ternyata, Aldebaran sangat sukar didekati dibandingkan dengan sniper bayaran terdahulu.Sikap Aldebaran yang cenderung dingin dan tertutup membuat orang-orang segan mendekatinya. Sesuai dengan niatnya, Aldebaran mulai memanfaatkan Andriy. Dia ingin menggali informasi sebanyak mungkin dari Andriy. Dia berharap, Andriy berguna baginya. "Kamu tau, siapa Nona Zoya?"
"Korban? Korban apa maksud kamu, Tuan Andriy?"Aldebaran mengubah posisi duduknya. Kata-kata Andriy barusan telah membuatnya penasaran. Andriy bertanya, "Kamu dari Indonesia, kan?" Melihat Aldebaran mengangguk, Andriy bertanya lagi, "Kamu nggak tau keluarga Alexander?""Keluarga Alexander? Mereka keluarga yang terpandang di Kota Jakarta.""Bukan cuma itu," kata Andriy. "Tuan Sultan punya posisi penting di pemerintahan. Dia adalah seorang Duta Besar negara Indonesia untuk Rusia."Aldebaran tidak menanggapinya lagi. Dia terlihat tidak minat dengan profesional keluarga target.Menyadari hal tersebut, Andriy mencoba berbicara lagi. "Tapi, ada yang berbeda di sini."Aldebaran mengerutkan kening. "Apanya yang berbeda?"Sikap Andriy menjadi lebih waspada. Dia menoleh ke kanan dan kirinya. "Aku akan ceritain, tapi nggak di sini," jawab Andriy. Aldebaran telah dibuat penasaran. Namun, Andriy menolak untuk mengatakannya sekarang. Apa Andriy sengaja menjebaknya?"Kayaknya menarik," ujar Alde
"Nona Olgav?"Sesuai dengan dugaannya, Aldebaran akan bertemu dengan target dan keluarganya di Bolshoi Theatre. Aldebaran bertanya-tanya di dalam hati. 'Kenapa Olgav dateng sendiri, ya? Di mana Leo?' "NoーNona Olgav sendirian?" tanya Aldebaran, mencoba menggali informasi.Aldebaran memainkan kedua matanya mencari-cari keberadaan Leonard.Si pria penjaga tiket yang baru saja pergi menoleh ke belakang. Dia terkejut sekaligus kebingungan saat mengetahui Aldebaran mengenal Nona Muda paling terkenal di Kota MoskowーOlgav Dmitrovka. Terlebih lagi Olgav duduk di sampingnya. Karena tidak ingin menimbulkan masalah, si pria penjaga tiket bergegas pergi meninggalkan mereka. Olgav berkata dengan ramah. "Aku nggak sangka, kamu menyukai balet. Kamu dateng sama siapa?""Aku dateng sendiri," jawab Aldebaran. Aldebaran menoleh ke kanan dan kirinya. Dia berpikir, 'Wah! Ini deretan kursi orang kaya di Kota Moskow.'"Olgav, maaf, aku baru datang. Jalan masuk terhambat karena banyak penonton yang datan
"Tuan King, kamu tau? Ini pertunjukan perdana saudara sepupuku." Olgav berbisik. Dia terlihat sangat antusias. Aldebaran membuka buku panduan. Gerakannya terhenti begitu mendengar suara Olgav. Kedua mata Aldebaran berbinar. "Benarkah, Nona Olgav? Aku ikut senang mendengarnya." "Terima kasih. Kami sekeluarga bahagia banget," ucap Olgav, kegirangan. Aldebaran mulai membuka buku panduan kecil. Buku dengan cover biru gelap bertuliskan Swan Lake karya P. I Tchaikovsky di atasnya. Terdapat gambar seorang balerina di tengah yang mengarahkan pandangan ke atas. Balerina itu mengangkat kedua tangannya sambil berjinjit. Aldebaran menemukan nama komposer, koreografer, direktur artistik, para penari dan semua yang terlibat di dalamnya. Tapi bukan itu yang Aldebaran cari, melainkan nama Zoya yang tidak tertulis di sana. "Nona Olgav!" panggil Aldebaran. "Kalo boleh tau, siapa nama sepupu kamu?" "Zoya," jawab Olgav sambil tersenyum. "Kamu bisa menemukan namanya di daftar deretan na
"Wow! Gerakan tarinya terkoordinasi dengan sangat baik!"Aldebaran terpukau dengan apa yang dilihat matanya di atas panggung. Dance of the little swans yang anggun sedang berlangsung dan semua penonton menikmati suguhan itu. Leonard tidak berhenti menatap adiknya. Dia sangat bangga memiliki adik seperti Zoya yang memang berbeda dari kedua adik perempuannya yang lain. "Kalo kamu tau, Tuan King," kata Olgav dengan intonasi rendah. "Saudara sepupuku hampir aja gagal mengikuti pertunjukan ini.""Hah? Kenapa? Apa dia sakit tiba-tiba?"Olgav mengangguk. "Kakinya sempat cedera dan dia menghabiskan waktu istirahatnya untuk belajar berjalan.""Untung aja cederanya nggak parah," sela Leonard. Dia menatap Aldebaran dengan kedua mata sendunya. "Aku lalai jagain dia.""Stop! Jangan salahin diri kamu, Kak!" Olgav menepuk lengan Leonardo. Sekarang adegan kastil dimulai. Zoya terlihat berbaris di barisan terdepan. Itulah yang menyebabkan Leonard tidak berhenti melukiskan senyum di wajah tampannya.
Aldebaran kikuk. Dia berpaling ke panggung besar di mana adegan mengharukan sedang berlangsung. Pangeran Siegfried menyadari Odette asli berlari menjauh dari kastil. Lalu, dia menyusulnya ke danau Angsa. Penonton menahan napas lagi saat Evil Genius datang ke danau Angsa. Pangeran Siegfried menjelaskan kepada Odette bahwa dia masuk ke perangkap Von Rothbart. Dia mengira gadis itu adalah Odette. "Dia pasti memaafkan Pangeran," ujar Olgav, yakin."Ya. Aku harap juga gitu," celetuk Aldebaran. Dia mulai menikmati adegan demi adegan di panggung besar.Leonard tidak menggubris perkataan Olgav dan Aldebaran. Dia tenggelam dengan keindahan tarian sang adik. "Di mana aku bisa bertemu dengan Direktur Bolshoi Theatre?" Leonard bertanya tanpa mengalihkan pandangannya. Olgav yang penasaran, bertanya, "Kamu mau ngapain, Kak?""Aku mau bertemu Direktur secara pribadi." Leonard berterus terang. Olgav mengerti. Sudah pasti Leonard ingin membicarakan karir Zoya. "Aku akan minta Asisten untuk meng
"Mari sarapan!" ajak Rob. "Anda duluan saja!""Tapi, Nona Natalia sudah menunggu Anda," ujar Rob, mencoba membujuk Aldebaran agar menuruti perkataannya.Aldebaran berkata tegas, "Tidak! Silakan Anda duluan. Katakan pada Nona Natalia, saya tidak bisa bergabung bersama kalian!""Mengapa? Apa kamu membawa masuk gadis baru lagi?" Terdengar suara Natalia. Aldebaran melihat Natalia berdiri di dekat lift sambil bersedekap."Maaf, itu bukan urusan Anda, Nona."Aldebaran berusaha untuk tidak terpengaruh oleh ucapan Natalia. "Saya akan sarapan sendiri dan hubungi saya jika kita akan mulai menjalankan misi!" seruAldebaran. "Tapi menurut pengintaian saya, misi akan dilaksanakan di hari Rabu.""Dari mana Anda mengetahuinya, Tuan King?" tanya Rob."Sebaiknya Anda bertanya pada Tuan Max! Saya permisi." Aldebaran undur diri. Dia sangat tidak nyaman dengan kehadiran Natalia.Brakk! Aldebaran menutup pintu kamarnya dengan pelan agar Heidy tidak terbangun. Dia berjalan sambil membuka satu persatu
"Aku nggak bisa tidur. Aku berniat mau ajak kamu ke Bar. Gimana?""Nggak perlu ke Bar kalo mau minum-minum," jawab Aldebaran. "Aku akan memesannya untuk kamu. Ayo masuk!"ajak Aldebaran sambil menarik tangan Heidy.Heidy hanya bisa menuruti kemauan Aldebaran. "Well, ok. I'll follow you."Kini, mereka berdua berada di kamar dengan perasaan canggung."Maaf, kamarku berantakan," ujar Aldebaran sambil merapikan ujung-ujung sprei dan selimut."Kamar di hotel ini memang nggak luas tapi desain interiornya sangat indah," ungkap Heidy."Aku memilih hotel ini karena lebih dekat ke Penanda Taksim Square," ujar Aldebaran berbohong demi menutupi identitasnya. "Apa yang mau kamu minum?""Apa saja yang kadar alkoholnya rendah," jawab Heidy. Dia membuka mantel yang menutupi tubuhnya."Oke," jawab Aldebaran. Lalu dia meraih gagang telepon yang berada di kamarnya danmemesan beberapa botol minuman beralkohol.'Astaga. Tubuh Heidy lebih menggoda daripada tubuh Natalia dan Shania!'Itulah yang saat ini Al
Aldebaran menyudahi mencuri dengar pembicaraan mereka. Setelah menghabiskan dua cangkir kopi, dia beranjak pergi dari sana."Rupanya Max adalah tangan kanan Abbas, si Kapten angkatan darat Turki!"Aldebaran berjalan kembali ke hotelnya sambil mengunyah permen karet.Aldebaran terkejut punggungnya ditepuk oleh seseorang. Dia menoleh dan melihat Heidy sedang berjalan membawa beberapa kantong plastik."Kamu?" Aldebaran heran saat bertemu lagi dengan wanita pemalu ini."Kamu habis belanja rupanya!""Hahaha, tidak. Semua ini adalah titipan.""Wait! Kau bisa bahasa Indonesia?""Hahaha ..." Heidy tertawa lagi. "Ya, karena di dalam darahku mengalir darah Indonesia!""Really?" "Yup! Ayahku berasal dari Edinburgh, Inggris dan ibuku berasal dari Jakarta, Indonesia," tutur Heidy.Aldebaran mengangguk. "That's great!" seru Aldebaran, takjub. "Lalu, sekarang kamu tinggal di mana?""Aku tinggal di Jakarta. Kamu bagaimana?""Aku juga tinggal di sana," jawab Aldebaran. "Berikan beberapa tas belanja
Aldebaran menyeruput kopinya. Kopi, baginya, adalah denyut nadi kehidupan, tinta takdir yang mengalirkan inspirasi. Jemari Aldebaran yang lentik menari di atas permukaan dingin ponsel, membangkitkan ruh perekam suara, sebuah kotak kecil yang menyimpan gema intrik, agar dia dapat mendengar berulang kali rekaman suara kedua pria itu."Rob... Max..." desisnya lirih, bagai hembusan napas di tengah badai. "Bayangan mereka pun tak sudi menampakkan diri!" Mata Aldebaran menyipit, memindai setiap sudut kedai, sementara jemarinya terus menari di atas layar, membelai ikon kamera. Sebuah potret diri di tengah keheningan kedai kopi ini, itulah niatnya. Namun, getaran halus dari ponselnya membuyarkan lamunannya. Satu pesan singkat masuk. Carla : Kapan kamu pulang, Kells?Itu adalah pesan dari Carla! Dia tak menyangka, Carla membalas pesannya, meskipun sangat terlambat.Aldebaran segera mengetik pesan balasan untuk Carla.Aldebaran : Secepatnya.Hanya satu kata yang dapat Aldebaran pikirkan
Sebelum menutup pintu kamar Natalia, Aldebaran menatapnya tajam.Aldebaran berkata, "Jangan lakukan hal yang Anda sendiri tidak menyukainya!""Apa yang Anda tau tentang saya? Anda bahkan tidak mengenal saya sama sekali!" seru Natalia namun tidak mendapatkan respon sama sekali dari Aldebaran.Brakk! Aldebaran pergi meninggalkan Natalia yang masih terpaku di tempatnya.Aldebaran menempelkan access card dengan buru-buru.Dia membuka pintu kamarnya. Dia berniat akan membersihkan tubuhnya sebelum tidur dan akan mulai mengitari tempat ini malam nanti.***Suasana malam yang dingin di akhir bulan November, memang sudah dipastikan salju pertama akan turun. Semua orang menyambut turunnya salju pertama dengan sukacita. Aldebaran yang sedang tidur pulas pun terbangun karena suhu menurun 48 derajat Fahrenheit."Huh dingin sekali!" seru Aldebaran. Dia bangun mencari hoddie yang dibelinya saat berada di Moskow. Setelah selesai bersiap, dia bergegas mengintip pemandangan luar hotel dari jendela k
Aldebaran mengikuti rombongan Natalia menuju ruang tunggu eksklusif. Ruangan tersebut hanya diperuntukkan untuk para penumpang jet pribadi."Silakan duduk, Nona dan Tuan," ucap Max bimbang sambil melirik Aldebaran."King! Panggil saya King, Mr Max!" seru Aldebaran datar. 'Jangan dipikir, aku nggak tahu pembicaraan kamu sama Natalia sepanjang jalan tadi!' Hati Aldebaran bergejolak karena tidak senang dengan perlakuan Max yang tidak menghormatinya."Oh, Tuan King!" Max duduk di samping Rob sambil meletakkan topi. "Berapa usia Anda?" tanya Max dan semua orang yang berada di sana pun dibuat penasaran."Apalah arti usia, Tuan Max," sahut Aldebaran dengan bahasa Inggris yang fasih tanpa ragu.Wajah Max masam. "Kalau dugaan saya benar, usia Anda baru dua puluhan."Aldebaran tidak menjawab, melainkan hanya menatapnya tajam. Dengan sikap Aldebaran tersebut, Max menyimpulkan bahwa dugaannya benar. "Wow!"Max berseru. "Saya tidak menyangka ada seorang sniper semuda Anda, Tuan King!" seru
"Silakan dipilih senjata yang akan Anda gunakan, Tuan King!" seru Rob sambil menyerahkan beberapa contoh senjata kepada Aldebaran.Aldebaran menerima satu senjata yang diberikan oleh Rob kepadanya. Dia memeriksa senjata tersebut dengan teliti. "Hmm ...." Aldebaran tidak berbicara. Kedua matanya berbinar ketika melihat senjata itu."Anda mengenali senjata itu, Tuan King?" tanya Rob penasaran. "Kelihatannya Anda tampak tidak asing dengan senjata yang saya bawa!""MPT-76." Aldebaran melirik Rob yang terkejut. "Selama ini, saya sangat penasaran ingin mencoba senjata buatan Turki," ujar Aldebaran. Aldebaran meletakkan tangannya di bipod senjata. Bipod adalah dua kaki yang memberikan stabilitas besar terhadap dua sumbu gerak. "MPT-76 adalah senjata andalan tentara Turki yang diproduksi di dalam negeri dengan bipod pendek yang berfungsi ganda sebagai pegangan ke depan.""Benar. Anda sangat luar biasa!" seru Rob memuji Aldebaran yang duduk di depannya. "Bagaimana dengan senjata yang s
Aldebaran sudah berada di dalam taksi yang membawanya ke Bandar udara Halim Perdanakusuma. Dia memiliki janji pukul 07:00 pagi di sana dengan kliennya. Aldebaran mengetik pesan singkat untuk Carla agar tidak mencarinya.Aldebaran : Aku pergi kerja ke luar negeri. Jangan khawatir! Bawa semua uang yang ada di atas meja! Setelah selesai mengirimkan pesan, Aldebaran menonaktifkan ponselnya."Rp 20 juta. Seharusnya cukup untuk Carla dan." Perjalanan menuju lokasi terbilang lancar. Hari minggu pagi seperti ini, tidak banyak kendaraan di jalan."Apa masih jauh, Pak?" Aldebaran melihat-lihat pemandangan kota Jakarta. Dia duduk di samping sopir yang."Perkiraan saya, karena pagi ini sangat lancar, kita akan tiba sebentar lagi, Mas," jawab sopir."Oke." Aldebaran membuka permen karet dan memakannya. Taksi yang Aldebaran tumpangi memasuki area bandar udara internasional Halim Perdanakusuma. Selain berfungsi sebagai pangkalan militer angkatan udara, bandar udara internasional ini juga mela
"Hah? M-maksudnya?"Carla gugup bukan main. "Kamu mau mandi, tapi nggak mau buka baju? Terus?""Ya, aku pasti buka tapi nggak di sini!""Kamu lupa peraturan yang tadi aku ucapin?"Carla terdiam dan mencoba mengingat kembali apa yang telah diucapkan Aldebaran. "Astaga! B-baik, Tuan....""Kells, panggil aku, Kells!""M-maaf, Kells!""Cepat buka baju kamu!"Aldebaran meletakkan ponselnya di atas meja di sudut kamar. Carla sibuk membuka satu persatu baju yang dikenakannya. Namun Aldebaran melihat Carla yang terlihat ragu-ragu ketika hendak membuka pakaian yang menutupi bagian atas tubuhnya."Oh damn!" Aldebaran memeluk tubuh Carla dari belakang.Aldebaran menyusuri setiap inchi kulit leher belakang Carla. Dia merasakan hal yang luar biasa yang telah ditahannya. Aldebaran tidak tahu bahwa Carla mengeluarkan air matanya."Hmm," gumam Aldebaran pelan. Dia menyusuri bagian kulit Carla yang terlihat indah dengan lidahnya. Namun lima menit kemudian, dia mendengar sesuatu yang membuatnya ter