Beranda / Pernikahan / 180 Hari Menuju Akad / 6. Pergolakan Batin

Share

6. Pergolakan Batin

Penulis: Asda Tan
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-04 11:57:52

Ada rasa bersalah di dalam hati ini karena aku telah menolak menemui calon mertua ku.

"Maaf, Abi, Ummi, sepertinya Kania sudah tidur, sepertinya ia terlalu lelah karena seharian bekerja," ucapan yang keluar dari lisan mama Anita itu terdengar samar di telingaku.

"Baiklah, kalau begitu kami pulang dulu, Bu Anita, Bapak Hermawan. Tapi tolong berikan cincin ini dan pasangkanlah cincin ini di jari manis Kania sebagai tanda kalau ia telah bertunangan," ucap ummi Halimah.

"Baiklah, Ummi, terima kasih banyak."

"Sampaikan salam kami kepada calon menantu kami," balas mama Anita ramah dan sangat sopan.

Kini terdengar hiruk pikuk, sepertinya keluarga ustadz Fahri dan sanak saudaraku telah pamit ke rumah masing-masing, dan sekarang yang tertinggal adalah sebuah tanda bahwa aku telah bertunangan.

Tok ..., Tok ..., Tok ...

"Nia, Mama masuk ya, Nak!" ucap mama Anita yang masih tidak aku hiraukan.

Mama duduk di ranjang ku, nafas beliau terdengar berat seolah sedang menahan banyak beban di hati dan pikirannya.

"Nia, Mama ingin langsung saja, Mama tidak ingin ada perdebatan lagi antara kita. Mama ingin kamu tahu satu hal, kalau sekarang kamu telah menjadi tunangan seseorang, kamu harus mengenakan cincin ini di jari manis mu dan satu hal yang harus kamu tahu, kalau Ustadz Fahri adalah lelaki yang tepat untuk menjadi suamimu."

Hatiku bergejolak penuh dengan sejuta tanda tanya. Ya, bagaimana mungkin aku bertunangan dalam sekejap bahkan pertunangan ini terjadi tanpa meminta pendapatku. Aku seperti tidak berhak atas diriku sendiri.

"Mama, Nia tidak menyukai Ustadz itu!"

"Suka tidak suka, mau tidak mau, semua telah terjadi dan ini adalah takdir dari Allah."

"Takdir yang dipaksakan maksud Mama?"

Aku bangkit dari pembaringan, duduk sembari menatap mama Anita dengan mata melotot, penuh dengan emosi dan amarah yang teramat sangat.

Mama Anita mengangkat tangan kanannya dengan wajah yang penuh dengan emosi.

Plak ...

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi ku, hingga sebelah tangan ini langsung refleks memegang pipi kiri yang memerah karena kesakitan.

"Kania! Mama tidak pernah mendidik mu menjadi anak durhaka."

Mata mama Anita mulai memerah, emosi yang berubah menjadi amarah hingga sebuah penyesalan, dimana air mata terus mengalir membasahi pipi beliau, wajah beliau penuh dengan rasa iba bercampur kekecewaan.

"Pakailah ini dan putuskan hubungan tanpa status mu dengan Arya. Jauhi lelaki cemen itu, dia tidak pantas untukmu!"

Mama Anita memberikan cincin tunangan di tanganku. Cincin berlian yang terlihat mewah itu terlihat sangat cantik dan mempesona. Namun, sebagus apapun cincin itu, jika kudapatkan dari seseorang yang tidak kuinginkan maka tidak membuatku ingin memakainya karena aku tidak ingin bertunangan secara paksa seperti ini.

"Mama benar-benar jahat!" ucap ku dalam isak tangis yang kini tidak lagi bisa ku bendung.

"Ini semua demi kebaikanmu, Nak!"

Suara lembut dengan isak tangisan yang keluar dari lisan mama Anita sungguh membuat hatiku hancur, sebab ini kali pertamaku melawan kedua orang tuaku.

Mama Anita membalikkan badannya dariku, berjalan pelan meninggalkan kamarku dengan kesedihan dan kekecewaan yang tergambar jelas di wajah beliau. Apalagi mama Anita meninggalkan kamar ku dengan air mata deras yang terus mengalir, hingga membuatku merasa menjadi anak durhaka yang tidak patuh kepada orang tua.

'Kania, apakah kehidupan seperti ini yang kamu harapkan? Apakah kamu ingin melawan kedua orang tua demi keegoisan hatimu?'

Batinku mulai menyalahkan diriku sendiri. Penyesalan dan rasa bersalah membuat pergolakan batin pada diriku sendiri. Ya, walaupun aku memang sangat ingin menikah akan tetapi aku juga tidak ingin terburu-buru dalam mengambil keputusan, dan bagaimanapun hati ini terus menolak bahwa bukan pernikahan seperti ini yang ku harapkan.

'Enam bulan? Itu artinya aku masih punya seratus delapan puluh hari lagi untuk mengatur strategi, ini adalah kesempatan yang bagus,' ucap ku di dalam hati dengan secercah harapan yang ku jadikan peluang.

Aku bangkit dari pembaringan ku, ku hapus air mata yang terus menggenangi pipi ku. Aku merasa Tuhan sedang memberi ku kesempatan untuk merubah takdir ku. Ya, aku pernah mendengar ceramah seorang ustadz kalau jodoh itu adalah takdir Allah yang bisa diusahakan dengan ikhtiar dan doa, jadi aku menggenggam suatu keyakinan penuh bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika Allah berkehendak, hanya dengan mengatakan, 'Kun Fayakun,' semua akan terjadi. Jadi, yang perlu kulakukan adalah berusaha dengan segenap kemampuan jiwa dan ragaku agar Tuhan membantu dan mengabulkan doaku.

Aku percaya, Tuhan tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan hamba-Nya. Jika Tuhan memberikan ujian atau cobaan kepada seorang hamba, maka akan ada dua kemungkinan, yang pertama mungkin Tuhan ingin menghapus dosa-dosa orang itu dan yang kedua adalah untuk mengangkat derajatnya.

Ya, satu hal yang ku yakini, Tuhan pasti memberikan hikmah terbaik atas semua pelajaran hidup yang ia berikan dan keyakinan ini yang ku pegang hingga saat ini.

'Kania, bersemangatlah, jika memang kamu telah menghadapi jalan buntu dalam perjalanan panjang mu, maka hadapi saja!' ucap ku di dalam hati sembari menyemangati diriku sendiri.

Aku berjalan mengambil ponsel ku kembali, mencoba mencari tahu, mungkin saja Arya telah menjawab pertanyaan yang ku ajukan kepadanya. Tapi tidak ada balasan apapun dari Arya, lelaki itu hanya membaca pesan ku saja tanpa membalas atau bereaksi apa-apa.

Untuk sesaat, terbayang olehku tentang hal yang dikatakan oleh mama kepadaku, kalau Arya bukanlah lelaki yang baik untukku, karena ia hanya ingin memanfaatkan kebaikan ku saja. Tapi, bagaimanapun juga hati dan pikiran terus menolak apa yang mama katakan. Namun, kini ada rasa penasaran dalam diriku, dimana jiwaku kembali bergejolak dan berusaha untuk mencari tahu sendiri tentang sesuatu yang tidak ku ketahui. Ya, mungkin saja perasaan yang tertanam di dalam hatiku membuat diri ini menjadi lupa kalau yang kulakukan sangat ini sangat salah, namun seluruh jiwaku enggan untuk menerima kebenaran.

'Arya, kamu sebenarnya kemana? Kenapa kamu menghilang dan tidak mengangkat panggilan dariku?" ucap ku di dalam hati dengan sejuta tanda tanya di dalam hatiku.

Aku juga berusaha menghubungi Arya beberapa kali, tapi semuanya sia-sia, ia bukannya mengangkat teleponku tetapi malah menolaknya, hingga hati ini mulai memikirkan hal yang tidak-tidak.

Bosan dengan perlakuan Arya kepadaku, kini pikiran ku tiba-tiba saja ingin membaca pesan singkat ustadz Fahri kepadaku.

[Assalamualaikum, Kania, apa saya bisa berbicara dengan kamu?]

Sebuah pesan yang tidak menarik bagiku, bahkan rasanya aku tidak ingin membalas pesan lelaki itu, karena aku terlalu muak jika menyangkut apapun tentang dirinya, selain itu aku tidak ingin berbicara dengan siapapun sekarang.

'Apa aku harus kabur saja dari rumah ini?'

Bab terkait

  • 180 Hari Menuju Akad   7. Ingin Kabur

    Tiba-tiba saja aku memikirkan sesuatu tanpa berpikir panjang. Ya, bagaimanapun juga aku tidak ingin menikah dengan lelaki yang tidak aku cintai. Jadi ada solusi singkat yang menguntungkan ku., yaitu kabur dari rumah. Namun, tiba-tiba batinku membisikkan dua nasehat. Pertama, jika aku kabur dari rumah maka aku akan menjadi anak durhaka seperti Malin Kundang, dan yang kedua, aku akan membuat kedua orang tuaku malu dilingkungan sekitar karena anak gadis mereka kabur sebelum hari pernikahannya. Ya, aku tidak bisa membayangkan bagaimana malunya keluargaku atas sikapku yang sama sekali tidak dewasa. Tapi, semakin aku memikirkan, semakin aku ingin lari dari masalah ini. Aku meraih ponsel ku kembali, mencoba menghubungi Arya, ingin bercerita dan berbagi banyak hal kepadanya terutama tentang dilema hati yang sedang ku hadapi saat ini. Namun, entah mengapa lelaki itu tidak mengangkat panggilan dariku, ia seperti hilang tertelan bumi, tanpa kabar berita apapun kepadaku, bahkan ia tidak menj

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-05
  • 180 Hari Menuju Akad   8. Pergolakan Batin

    Arya memang lelaki yang sangat tidak suka melihat wanita lebay, menye-menye dan manja sepertiku, karena menurutnya wanita itu harus kuat dan pantang menyerah, jangan lemah dengan keadaan. Tapi, sebagai seorang wanita, air mata merupakan salah satu penghapus kesedihan untukku, dimana aku akan merasa lebih tenang dan damai setelah menumpahkan seluruh air mata yang jatuh membasahi pipiku. "A-aku ti-dak menangis!" ucap ku dengan nada suara terbata-bata. "Bagaimana bisa tidak menangis, toh air mata mengalir membasahi pipi. Kamu ahli banget berbohong, belajar dimana?" ujar Arya sembari mencubit hidungku yang memang sangat jauh dari kata mancung. "Ini mah kelilipan!" Aku mencibir hingga lelaki tampan yang ada di depanku tersenyum. Ya, untuk sesaat aku merasa sangat terhibur dengan ocehan-ocehan ringan yang keluar dari lisan Arya, hingga rasa sakit yang kurasakan hilang walau untuk sesaat. "Yuk berdiri!" ucap Arya sembari mengulurkan satu tangannya kepadaku. Aku diam sembari menund

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-07
  • 180 Hari Menuju Akad   9. Sebatas Kakak Adik

    Bruk ... Tamparan keras pintu membuatku syok. Spontan tangan ini langsung memegang dada yang bergetar luar biasa, bukan karena jatuh cinta tapi karena terkejut, seolah akan kena serangan jantung mendadak. "Kenapa sih dia, marah-marah nggak jelas." Arya memang suka sekali marah-marah tidak jelas, emosinya memang masih tidak stabil bahkan dalam keadaan seperti ini akulah yang selalu minta maaf dan membujuknya agar tidak merajuk. Umur memang tidak menjadi tolak ukur kedewasaan seseorang, tapi umur juga mempengaruhi tingkat emosi seseorang, dan masalah kesenjangan usia beberapa tahun antara aku dan Arya membuat kami berdua sering kali saling salah paha karena pola pikir yang berbeda. "Arya tunggu!" Aku keluar dari mobil, berjalan pelan untuk mendekati lelaki yang sama sekali tidak ingin menoleh sedikitpun kepadaku. "Arya, kenapa sih sikapmu seperti anak-anak? Aku kesulitan berjalan." Dengan langkah kaki tertatih-tatih, aku terus berjalan menyusul lelaki yang egois itu. "A

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-20
  • 180 Hari Menuju Akad   10. Tidak Sanggup Lagi

    Mataku terasa sudah tidak sanggup lagi untuk menyala, dan tanganku yang lemah terasa semakin lemah, hingga mata ini akhirnya tertutup. "Kania ...! Aku mendengar suara Arya tengah memanggil-manggil namaku dengan rasa khawatir yang teramat sangat, bahkan sebelum aku menutup mata ini, aku melihat wajah Arya terlihat teramat sangat panik sekali, ia seolah takut jika hal buruk terjadi kepadaku atau mungkin saja ia takut kehilangan ku. Ya, ada pancaran kekhawatiran yang berbeda dari sorot mata lelaki itu, perasaan yang berbeda dari sebelumnya. Mata itu terlihat berbeda melebihi rasa khawatir seorang sahabat. Sungguh, aku tidak ingin menyia-nyiakan momen seperti ini. Rasanya aku tidak ingin menutup mataku karena aku tidak ingin membuat Arya mengkhawatirkan ku, tapi apalah daya ku, aku sudah tidak lagi bertenaga untuk tetap membuka mata. Selain itu, kendali hidup dan mati ku sepenuhnya milik Allah, dan andai saja hari ini Tuhan mengambil nyawaku, aku tidak bisa berbuat apa-apa selain men

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-21
  • 180 Hari Menuju Akad   11. Rencana Kabur

    Akhirnya butiran kristal-kristal bening keluar juga dari bola mataku, sebuah ungkapan betapa aku tidak sanggup lagi menahan beban yang menyesakkan dadaku. "Nia, Allah tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan hamba-Nya. Allah yakin kamu bisa, dan Mas juga yakin kalau kamu sanggup menghadapi semua ini," ujar Arya menguatkan dan memberikan semangat kepadaku. "Mas, apakah aku kabur saja?" Aku tidak bisa berpikir jernih, karena otak ini terus saja memikirkan hal negatif yabg seharusnya tidak dilakukan, hingga kini yang terbayang olehku hanyalah menghilang dan kabur sejauh mungkin agar aku bisa menghindari masalah hidup yang kujalani saat ini. Bahkan, walaupun ke ujung dunia adalah tempat terbaik untuk menghindar maka aku akan diam-diam lari kesana agar tidak ada seorang pun yang menemukanku. Sungguh, dari dahulu hingga saat ini, impianku masih belum berubah. Aku ingin menikah dengan konsep mewah layaknya seorang putri kerajaan dalam cerita-cerita di negeri dongeng, dengan gau

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-02
  • 180 Hari Menuju Akad   12. Perasaan Seorang Ibu

    Terbayang olehku kata-kata mamaku, kalau Arya bukanlah lelaki baik, ia tidak benar-benar tulus bersahabat denganku, ia hanya memanfaatkan kebaikan hatiku, ia hanya ingin bermain-main denganku. Parahnya lagi, mungkin lelaki itu hanya penasaran denganku. Sungguh, tidak ada penilaian dan kata-kata baik yang mama lontarkan untuk Arya. "HP-ku mana?" Karena tanganku sedang terluka, aku tidak bisa bergerak sesuka hatiku, jadi tidak ada yang bisa kulakukan selain bertanya kepada lelaki itu. "Kamu perlu diobati terlebih dahulu, nanti aku akan mengambilkan HP-nya," ucap Arya dengan nada suara datar. Sungguh, kepeduliannya saat ini terdengar seperti sebuah basa-basi yang mengandung toxic. Tapi, aku tidak ingin berpikir negatif karena akan menambah energi yang merusak mood dan perasaanku. "Aku ingin menelpon sekarang!" Dengan nada suara tinggi, aku membentak Arya, mengungkapkan isi hati dan amarahku karena sikapnya yang tidak peduli dengan perasaan orang tuaku. Sungguh, lelaki itu bersikap

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-03
  • 180 Hari Menuju Akad   13. Emosi dan Amarah

    "Nia, Sayang, kamu tidak apa-apa, Nak?" Ternyata mama dan papa yang datang menghampiriku dengan sejuta kekhawatiran yang terlihat jelas di wajah keduanya. "Nia tidak apa-apa kok, Ma, Pa," ucapku dengan memberikan senyum terbaikku kepada mama dan papa. Mama langsung memelukku, kemudian memeriksa seluruh tubuhku, memastikan keadaanku baik-baik saja dan tidak terluka sedikitpun. "Nak, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa kamu ada di rumah sakit dan siapa yang membawa kamu kesini, Nak?" tanya papa dengan kegelisahan di hatinya. "Nia diantar sama Arya, Pa," jawabku dengan nada suara lemah, namun masih bisa terdengar jelas oleh mama dan papa. "Arya? Lelaki yang tidak punya nyali itu? Dimana dia sekarang?" ucap mama dengan wajah memerah penuh dengan amarah dan ketidaksukaan. Mama Anita terlihat emosi dan marah besar, matanya membelalak dengan rona wajah yang berubah masam ketika mendengar nama Arya disebut. Bahkan, ini kali pertamanya aku melihat mamaku semarah itu mendengarkan n

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-04
  • 180 Hari Menuju Akad   14. Pergolakan Batin

    "Mama jangan egois, jangan memaksakan kehendak Mama. Kania ingin istirahat dan tidak ingin bertemu dengan siapapun sekarang!" Suara lantang dan jelas sekali melawan orang tua itu membuatku merasa bersalah dan berdosa. Namun ini adalah salah satu bentuk pembelaan diriku atas apa yang seharusnya aku perjuangkan. "Kania, kamu benar-benar kelewatan! Mama dan Papa tidak pernah mengajarkanmu menjadi anak yang kurang ajar seperti ini," ucap mama Anita tanpa menatapku sedikitpun. "Ma, sudah, sabar! Ini rumah sakit, jangan membuat keributan apalagi dengan anak sendiri," ucap papa menenangkan mama kembali. "Jika kamu ingin pergi silahkan!" ucap mama tegas. Beliau berjalan keluar dari kamarku disusul dengan papa dengan sejuta rasa sedih dan kecewa yang beliau bawa bersamanya. "Baik, kalau itu yang Mama dan Papa inginkan, Nia akan pergi selamanya!" Ketika kedua orang tuaku memaksakan kehendak sesuai dengan keinginan mereka, aku merasa sangat hancur, bahkan membuat separuh hatiku terl

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-19

Bab terbaru

  • 180 Hari Menuju Akad   Memulai Hari Baru

    "Kania, Mas yakin kamu akan mendapatkan lelaki terbaik dan terhebat seperti yang kamu harapkan selama ini. Ikhlaskan dia yang telah pergi dan buka hati untuk dia yang nantinya akan mengisi hari-harimu. Mas yakin, wanita baik sepertimu akan mendapatkan lelaki terbaik juga, karena jodoh adalah cermin diri, dan wanita baik-baik akan dipersatukan juga dengan lelaki baik-baik," ucap Arya menasihati ku.Kutatap lelaki itu dengan seksama, penuh kekaguman dan rasa syukur. Ya, akhirnya aku menyadari kalau Arya adalah sosok lelaki yang bisa mengayomiku, ia menasehatiku layaknya seorang kakak laki-laki kepada adiknya, melindungi dan menjagaku seperti saudaranya sendiri. Aku tahu, Arya adalah laki-laki. Ia memiliki naluriah laki-laki, sikap dan jiwa seorang lelaki yang mungkin saja mudah jatuh dan dimanfaatkan oleh wanita yang tidak benar-benar tulus mencintainya. Ia mungkin juga akan tergoda dengan wanita cantik dan seksi seperti sebelumnya, karena tantangan terbesar seorang lelaki yang telah su

  • 180 Hari Menuju Akad   Rencana Tuhan Adalah Yang Terbaik

    "Ma, Bella terkagum-kagum dengan agama islam. Islam begitu memuliakan kedua orang tua dan Mama adalah surganya Bella."Bella bersujud dan mencium telapak kaki mamanya dengan tulus dan ikhlas. "Sayang, apa yang kamu lakukan? Jangan seperti ini, Sayang!" Mama Ratna membantu putri kesayangannya untuk bangun dan bangkit. Beliau memeluk putri kesayanggannya itu. Rasa haru dan bahagia memenuhi hati dan fikiran mama Ratna, betapa ia sangat bahagia dan bersyukur karena memiliki putri yang teramat sangat baik dan berbakti seperti Bella."Nak, kamu benar-benar permata dalam kehidupan Mama dan Papa. Maaf karena selama ini kami membiarkanmu tumbuh sendiri tanpa perhatian dan kasih sayang."Mama Ratna membelai lembut rambut putrinya, matanya mengisyaratkan sebuah penyesalan yang teramat sangat dan keinginan untuk membalas sesuatu yang telah hilang menjadi senyum kebahagiaan untuk Bella."Ma, apa Bella boleh nggak usah ke kantor dulu? Bella ingin fokus di rumah dan belajar agama. Biar Lara saja y

  • 180 Hari Menuju Akad   Menerima Takdir

    "Tentu jadi, Sayang, nanti kita packing dan membereskan semua perlengkapan travelling," ujar mama Ratna bersemangat."Ma, emangnya Papa mau libur ngantor?" Papa Herman juga salah seorang manusia yang sangat gila dan mencintai pekerjaan, hingga Bella ragu papanya bisa ikut jalan-jalan dengan mereka atau tidak."Tenang, Sayang, perusahaannya 'kan punya kita, jadi tidak ada alasan bagi Papa untuk menolak," terang mana Ratna.Papa Herman menggeleng-gelengkan kepalanya sembari tersenyum melihat dua wanita yang sangat dicintainya itu terlihat bersangat untuk liburan di luar kota.Ya, memang benar, Bella dan keluarganya sudah lama sekali tidak liburan bersama. Setidaknya sakitnya Bella menjadi perekat hubungan keluarga Bella."Terima kasih, Papa." Bella tersenyum dan terlihat sangat bersemangat."Kalau begitu, sekarang Papa ke kantor dulu ya. Papa ingin menyiapkan semua berkas-berkas dan pekerjaan yang tertumpuk sekalian memberikan tugas untuk dikerjakan oleh sekretaris papa selama kita tid

  • 180 Hari Menuju Akad   Menyembuhkan Luka

    Bella memeluk mama Ratna, ia tidak bisa berkata apa-apa karena saat ini yang bisa dilakukannya hanya menangis."Sayang, Mama ada untukmu."Mama Ratna menepuk-nepuk punggung putri kesayangannya sembari membelai rambut Bella dengan penuh cinta dan kasih sayang."Ma, apa kita boleh berjalan-jalan ke luar kota? Bella ingin sekali liburan dan menenangkan fikiran," ucap Bella lembut namun tersedu-sedu."Tentu boleh, Nak. Bella boleh pergi ke mana saja yang Bella inginkan. Apa kamu pengen ke luar negeri, Sayang?" Mama Ratna ingin mewujudkan semua keinginan anak kesayangannya karena yang terpenting baginya adalah Bella bisa kembali ceria lagi dan bisa tersenyum lagi seperti dulu."Ma, Bella ingin liburan sama Mama dan Papa, tapi Bella ingin di Indonesia saja," terang Bella.Bella menatap wajah mama dengan penuh harap.Mama Ratna kemudian menghapus air mata yang mengalir di pipi putri kesayangannya itu."Sayang, Bella ingin ke mana?" Mama Ratna bertanya dan mendengarkan keinginan putri kesay

  • 180 Hari Menuju Akad   Perpisahan Tersedih

    Bella tidak peduli dengan pertanyaan Rasya, mau tidur atau berpura-pura tidur saat ini yang ingin Bella lakukan hanya diam sembari menutup matanya."Bella, aku tahu kamu tidak tidur, tapi kalaupun kamu tidur maka beristirahatlah dengan tenang, aku akan membangunkanmu ketika kita telah sampai di rumah," ujar Rasya.Rasya terus melajukan mobilnya dengan hati yang berkecamuk, penuh dengan kegelisahan dan rasa bersalah. Hingga akhirnya mereka sampai di rumah Bella.Rasya menatap Bella, gadis cantik itupun terlihat sangat cantik saat menutup mata.Rasya kemudian menghapus air mata yang sedari tadi membasahi pipi Bella, hati Rasya terlihat sangat hancur karena melihat hal itu terjadi."Bella, kita sudah sampai di rumah." Rasya membangunkan Bella yang sebenarnya tidak tidur itu.Bella membuka matanya kemudian memaksakan dirinya untuk tersenyum. Bella tidak ingin melihatkan wajah murung qtau bersedih lagi kepada Rasya."Sya, kamu harus singgah di rumah, aku ingin membuatkanmu salad buah untu

  • 180 Hari Menuju Akad   Kebenaran Yang Menyakitkan

    Mama Rasya menatap Bella dengan lembut dan penuh kasih sayang. Beliau kemudian menggenggam tangan Bella dengan hangat, Bella merasakan ketulusan di sana."Sayang, Mama sangat merindukan Bella, maaf untuk banyak hal dan terima kasih banyak karena masih mau datang berkunjung ke sini."Ucapan tulus yang ke luar dari mulut mama Rasya membuat Bella terharu, hingga tanpa sadar air mata lagi-lagi membasahi pipi Bella.Kutatap mata mama Rasya dengan air mata yang tidak bisa berhenti ke luar dari mataku. Beliau juga melakukan hal yang sama."Tante, apa benar Tante merindukan Bella?"Dengan nada tersedu-sedu aku ingin memastikan tentang apa yang baru saja aku dengar bukanlah mimpi belaka."Tentu, Sayang, hanya kamu seorang gadis yang Tante anggap seperti anak sendiri dan Tante berharap kamu bisa menjadi istrinya Rasya." Secara terang-terangan mama Rasya mengungkapkan apa yang disimpannya di hatinya. Sementara Bella saat ini terlihat haru bercampur kaget."Bagaimana mungkin seseorang yang melar

  • 180 Hari Menuju Akad   Nostalgia Masa SMA

    Sahabat menjadi cinta, itulah hubungan yang dijalani oleh Bella dan Rasya pada awalnya. Jadi, hubungan percintaan mereka semasa SMA tidak lagi jaim-jaiman namun lebih menjurus kepada persahabatan. Saling menyayangi dan saling menjaga, saling mendukung dan selalu bersama dalam berbagai situasi dan kondisi, baik suka maupun duka. Begitulah hubungan Bella dan Rasya pada waktu itu. Hubungan yang membuat iri banyak mata ketika memandangnya."Bell, aku nggak nyangka ternyata kamu merindukan makanan buatanku."Rasya menatap mata Bella dengan takjub, ia tidak menyangka Bella merindukan masakannya. Ya, semasa SMA Bella dan Rasya memang sering bertukar makanan dan saling mencicipi makanan satu sama lain."Sya, tentu saja aku merindukan masakanmu, bahkan kamu membawakan aku makanan seriao hari, bagaimana mungkin aku melupakanny," ujar Bella dengan senyuman."Baiklah, kalau begitu kita kembali ke rumah sakit ya!" Rasya menghidupkan mesin mobilnya dan bersiap untuk melajukan mobilnya kembali ke r

  • 180 Hari Menuju Akad   Diusir Salsa

    Bella ingin sekali berdiri dan memeluk Adrian, menghapus air mata yang ada di pipi Adrian serta membelai lembut rambut Adrian. Namun apa daya, Bella tidak memiliki tenaga apa-apa untuk melakukan semua itu selain menangis menatapi lelaki yang terbaring lemah dengan banyaknya luka memar di tubuhnya."Bella, jangan menangis!" Adrian mencoba mengangkat tangannya, namun tangannya yang baru saja dioperasi itu tidak bisa digerakkan sama sekali. Hingga keinginannya untuk menghapus air mata Bella menjadi terurungkan. Adrian juga sangat ingin memeluk Bella, menghapus air mata yang ada di pipi Bella, membelai rambut gadis cantik itu dan memberikan semangat kepada Bella.Namun apa daya, Adrian tidak lagi mampu bergerak dan melakukan apa-apa selain berbaring, bahkan untuk berbicara saja Adrian sangat kesusahan."Adrian, cepatlah sembuh! Aku berjanji aku akan memperlakukanmu dengan baik jika kamu sembuh."Dengan membelai tangan Adrian, Bella menatap wajah yang penuh dengan perban itu dengan tangis

  • 180 Hari Menuju Akad   Ingin Berbahagia

    Mama Ratna penasaran dengan apa yang terjadi kepada Adrian, bagaimanapun juga Adrian adalah lelaki yang membantu Bella ketika Bella hancur ketika kehilangan kekasih hatinya. Walaupun mama Ratna sangat menyukai Rasya dan berharap dokter tampan itu yang akan menjadi menantunya, mama Ratna tetap tidak bisa melupakan hutang budinya kepada Adrian. Adrian adalah lelaki yang menjadi matahari saat bumi yang ditinggali oleh putri kesayangannya ditutupi oleh awan kelam."Adrian mengigau memanggil-manggil nama Bella."Papa Herma ln berhenti sejenak, beliau sepertinya juga teramat sangat mengkhawatirkan Bella."Bella?" Mata mama Ratna terbelalak, seolah ingin menanyakan sesuatu, namun beliau takut kalau suaminya marah."Kasihan Adrian, Tante, kedua orang tuanya masih berada di luar negeri. Namun, saat ini dia ditemani oleh tunangannya, tetapi Adrian sedikitpun tidak menyebut nama tunangannya," jelas Rasya.Penjelasan Rasya membuat mama Ratna paham, bahwa ada cinta yang tulus dari relung hati ter

DMCA.com Protection Status