Suara dentuman keras di dalam ruangan besar memenuhi indera pendengarannya. Seorang cowok yang memakai pakaian casual, ikut menari di tengah banjirnya orang-orang yang lebih dominan oleh wanita muda. Sesekali, cowok itu membalas dengan senyuman saat para wanita itu sengaja menyentuh tubuhnya.
"Hai, Langit." Dengan nada sensual, seorangwanita datang dan langsung memegang kedua bahu Langit.Cowok yang bernama Langit itu tersenyum. Ia mengenali siapa wanita di depannya ini, "Hai."Seakan telah diberi lampu hijau, wanita itu menatap penuh hasrat Langit. Ia semakin mendekatkan tubuhnya. Hingga, dadanya bersentuhan dengan dada bidang cowok itu. Membuat yang didekati sontak kaget.Belum saja wanita itu ingin mendaratkan bibirnya ke bibir Langit, cowok itu sudah mendorong tubuh wanita itu. Tidak terlalu keras. Tapi cukup membuat wanita penghibur itu mundur darinya."Udah gue peringatin. Gue nggak akan pernah izinin siapa pun untuk nyentuh bahkan merasakan bibir gue. Apalagi, wanita modelan kayak lo." Langit lantas pergi dari sana meninggalkan wanita penghibur itu dengan perasaan dongkol serta malu. Sudah berapa kali wanita bernama Yura itu mendekatkan diri bahkan menawarkan secara sukarela tubuhnya kepada Langit. Namun, cowok itu selalu saja menolak. Padahal, Yura sudah berpakaian minim agar Langit tertarik padanya.Memang, hanya Langit di sini yang tidak pernah membawa satu pun wanita jalang ke kamar yang tersedia di club ini. Lagian, Langit ke sini bukan untuk tujuan itu. Ia hanya ingin bersenang-senang. Bersenang-senang bukan dalam artian bermain perempuan. Ia masih sadar diri. Tidak ingin menjadi salah satu perusak perempuan di dunia ini. Ia hanya akan melakukan itu kepada istrinya nanti. Hanya istrinya. Tidak ada yang lain."Kayaknya Yura gagal lagi," celutuk Rafa yang sudah hafal betul dengan raut wajah Langit saat ini.Arlond mengangguk setelah meneguk minumannya, "Iya, Fa. Liat aja tampang Yura." Arlond menunjuk Yura yang masih berdiri di sana dengan gelas yang ada di tangannya.Langit menghela napasnya. Menatap lurus mengarah Yura yang tengah menatapnya. Ia tahu, jika Yura sungguh tergila-gila padanya. Hingga rela menawarkan tubuh indahnya hanya untuk dirinya.Ya, Yura belum memberikan tubuhnya kepada siapa pun selama ini. Ia menunggu Langit."Kenapa lo nggak coba buka hati buat Yura, Lang? Kasian tahu." Arlond berucap lalu kembali meminum wine-nya.Lagi-lagi, Langit tidak menjawab. Ia juga bingung apa yang terjadi dengan dirinya. Mengapa tidak tertarik dengan cewek modelan Yura. Jika cowok normal lainnya, sudah pasti menyukai Yura tanpa ragu. Tapi, kenapa itu tidak berlaku pada dirinya? Terkadang, Langit lelah. Ia ingin sekali berkencan. Tapi, tidak ada yang membuatnya tertarik selama ini."Kayaknya Langit bakal menyandang status bujang lapuk," gurau Rafa yang dibalas tawa setuju oleh Arlond.Langit menggerutu. Kalau sudah begini jadinya, ia pasti di bully setengah mati. Lantas, ia berdiri. Membuat kedua sahabatnya itu terkejut. Bahkan, saking terkejutnya, Arlond tersedak minuman alkohol-nya."Lah, mau ke mana lo, Lang? Berubah pikiran mau datengin Yura?" ucap Rafa.Langit menggeleng, "Nggak. Gue mau pulang."Arlond seketika membulatkan matanya, "Lo nggak jadi traktir?"Langit melenggang pergi tanpa menjawab ucapan dari Arlond. Memang, sebelum ke sini, Langit berkata akan mentraktir Arlond minum sepuasnya. Tetapi tak hanya sekali dua kali, sering. Langit sudah bagaikan bank berjalan untuk satu sahabat laknatnya itu."Mampus gue. Mana gue bawa uang cash tiga ratus ribu aja lagi." Arlond panik. Bingungmelihat beberapa botol di atas meja yang sudah habis oleh dirinya sendiri.Rafa tertawa keras ditengah ributnya clubmalam, "Mampus lo. Gue nggak mau bantu, ya."Arlond mendengus. Kedua sahabatnya ini benar-benar laknat. Yang satu PHP, yang satu lagi dengan terang-terangan tidak ingin membantu padahal di dalam dompetnya terdapat credit card unlimited. Terlebih, club ini milik ayahnya Rafa, sahabatnya sendiri.Memang benar, ya. Sahabat adalah orang yang paling jahat di dunia ini.---Baru saja Langit masuk ke dalam mobilnya. Ia sudah dikejutkan oleh makhluk astral di sampingnya dengan senyuman menyeringai dari wajah makhluk itu. Langit berusaha tidak memperdulikan, dan tetap tenang seperti awal untuk siap menyalakan mesin mobilnya."Helooo?" Hantu mengerikan itu melambai-lambaikan tangan busuknya di depan wajah Langit. Namun, sama sekali tidak digubris oleh cowok itu.Bukan karena takut, ia hanya lelah. Lelah meladeni berbagai macam hantu dengan sifat yang berbeda-beda. Kadang juga, energinya seakan terkuras jika ia berkomunikasi langsung dengan makhluk-makhluk astral. Maka dari itu, ia berusaha sebisa mungkin untuk menghindar. Walau semua hantu yang mendatanginya, tidak akan pergi sebelum Langit berbicara langsung kepada mereka.Hantu itu menatap kesal Langit yang tak kunjung menghadap ke arahnya. Namun, tak lama dari itu ia tersenyum kembali. Seakan ada bola lampu di atas kepalanya. Terlintas di pikirannya untuk menjahili manusia di sampingnya ini. Lantas, hantu itu menarik napas panjang, dan..."Hahhhhhhhhhhh." Hantu itu mengeluarkan aroma busuk dari dalam mulutnya. Langit yang sudah mengerti dari awal maksud hantu bandel itu, langsung menahan napasnya. Ia tidak ingin, hidungnya ter-kontaminasi oleh bau busuk yang langsung berasal dari sumbernya."Nggak mempan?" Hantu itu menatap tak percaya. Bagaimana bisa? Sedangkan bau mulutnya ini mampu membuat siapa saja pingsan. Bahkan, dirinya sendiri saja tidak tahan dengan baunya.Hantu itu kembali menyeringai. Ada satu lagi rencana yang mungkin akan ampuh. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Langit. Bermaksud untuk mencium pipi cowok itu. Dan...BrakLangit spontan mendorong wajah hantu itu hingga terbentur ke pintu mobil. Ia menatap kesal. Sungguh, hantu di sampingnya ini benar-benar harus dikasih pelajaran."Ngapain sih datengin gue? Kan nggak cuman gue yang bisa liat lo." Langit akhirnya membuka suara berkomunikasi dengan hantu itu. Dan lihat saja, tubuhnya sudah lemas seketika."Kan cuman kamu yang ganteng." Hantu itu mengerucutkan bibirnya. Seakan tindakan Langit ini terlalu kasar padanya.Langit berdecak dengan pandangan fokus ke jalan, "Sudah jadi hantu, masih aja genit."Lalu, hantu itu mendudukan diri dengan sempurna. Menghadap ke arah Langit dengan senyuman kembali tercetak di wajahnya."Langit, kamu mau jadi pacar aku?"Langit terkejut bukan main. Menoleh sekilas ke samping mengarah hantu itu. Walau ia sudah berapa kali ditembak secara langsung oleh para hantu. Tetapi, tetap saja, ia selalu terkejut saat para hantu menyatakan perasaan kepadanya."Dih, tampang jelek gitu sok-sok-an mau jadi pacar gue? Di alam sebelah nggak punya kaca?" sarkas Langit."Heh, di alam sana, aku yang paling cantik. Bahkan, semua hantu cowok naksir sama aku," ucap hantu itu membela diri."Nah kalo gitu, pacaran aja sana sama hantu cowok lo. Kenapa jadi nyasar ke gue?""Mereka jelek! Nggak kayak kamu, ganteng."Langit bergidik. Membayangkan jika ia berpacaran dengan hantu. Bagaimana kah nasibnya nanti jika hal seperti itu terjadi."Bener-bener nih hantu, nggak ngaca. Kayak dia cantik aja."Tidak ada jawaban dari hantu itu, dan Langit pun fokus ke jalannya. Lalu, ia mengerutkan kening. Melihat seorang gadis duduk di tepi jalan. Dengan baju putih dikenakan oleh gadis itu. Ia curiga, itu adalah makhluk astral spesies hantu disampingnya ini."Woi, itu temen lo?" Langit bingung saat mengetahui bahwa hantu tadi tiba-tiba saja sudah tidak ada lagi di sampingnya. Ia menggelengkan kepalanya, sudah terlalu pede, ternyata hantu tadi juga tidak tahu sopan santun. Pergi tanpa pamit.Langit memperhatikan gadis berbaju putih itu dengan seksama. Meneliti itu hantu atau justru manusia. Karena hantu zaman sekarang jago memanipulasi. Dari jauh imut-imut, dekat amit-amit."Kayak manusia, tapi kenapa make putih-putih nge-jreng gitu?" Langit masih meneliti. Gadis itu terlihat bersinar duduk di tepi jalan dengan pencayahan remang-remang membuat terlihat begitu kontras. Ia berpikir, hantu ya hantu, tidak akan pernah bersinar. Lantas, itu manusia?Tidak ingin pusing lagi, ia menyalakan saja mobil yang sebelumnya ia matikan dan melaju pergi dari sana. Meninggalkan gadis bersinar itu sendirian yang masih setia duduk di trotoar. Menunggu siapa pun itu yang bisa melihat wujudnya.Malaikat cantik yang baru saja diusir dari akhirat itu, mendongak mengadah ke atas. Dengan tampang malangnya, malaikat itu kembali menyatukan kedua telapak tangannya dan menggosokkannya."Senior, maafkan aku. Izinkan aku untuk pulang. Di bumi terasa begitu mengerikan." Malaikat itu kembali menyapu pandangannya. Suasana sepi bagaikan kuburan. Tidak ada satu pun pengendara yang lewat. Hanya tadi ada satu mobil yang lewat. Itu pun sepertinya sang sopir tidak mungkin bisa melihat wujudnya."Hari ke 151, kau boleh pulang."Malaikat cantik itu terkejut. Kembali menatap sekitar dengan was-was karena mendengar suara seniornya tetapi wujudnya tidak ada. Bumi begitu mengerikan, bukan?"Senior, kau di mana? Apa kau di sini bersamaku?" Malaikat cantik itu bertanya dengan masih melihat sekeliling. Sungguh, dirinya tidak berbohong. Di sini menyeramkan."Di akhirat. Dari pada kau hanya duduk di sana dan meratapi nasib. Sebaiknya kau berkelana. Siapa tahu ada yang bisa melihatmu dan bisa membant
Sudah biasa, tiga cowok tampan yang menjadi pusat perhatian semua siswa/i SMA Aksara Bangsa, berdiri di tengah lapangan serta mengadah hormat kepada sang bendera karena dihukum terlambat masuk sekolah. Bukannya mendapat cibiran, mereka ber-tiga justru mendapat sorakan kagum dari para siswi tentunya. Bagi para gadis, tiga cowok tampan itu sudah dianggap sebagai asupan pagi untuk mereka."Udah tadi malam lembur. Paginya berdiri dua jam di bawah sinar mentari pagi yang terik. Double kill." Arlond berucap begitu dramatis. Dengan posisi masih hormat kepada sang bendera.Langit yang berada di tengah, menoleh ke arah sahabatnya itu."Lembur ngapain? Ena-ena lo tadi malam?"Rafa tertawa, " Boro-boro ena-ena, Lang. Bersihin seluruh club dia dan baru jam empat subuh tadi balik ke rumah."Arlond menggerutu. Menoleh dengan tajam mengarah Langit yang tertawa tanpa dosanya."Gara-gara lo! Katanya mau traktir tapi kabur. Mana si dog satu ini nggak mau pinjamin card unlimited-nya. Sialan kalian
Si malaikat cantik yang duduk di jok motor belakang, melongo sendiri karena Langit tidak membawa dirinya ke sebuah rumah. Melainkan ke tempat yang sangat ramai. Di penuhi dengan manusia yang masing-masing menenteng kantong kresek di genggaman mereka. Tempat apa ini?"Entah kenapa, gue kesel liat lo nebeng di motor gue. Padahal lo 'kan hantu, bisa terbang. Pelit banget sama kekuatan," gerutu Langit sambil melepas helm-nya.Malaikat cantik itu berdecak. Cowok di depannya ini tidak tahu saja. Ia banyak kekuatan, tapi tidak bisa ia gunakan karena kata sang senior, di dunia tidak ada yang instan. Tidak mungkin kan ia berjalan kaki?"Sudah ku katakan, aku bukan hantu!"Langit mengibaskan tangannya tidak peduli, "Iya-iya. Udah turun. Gue mau belanja."Malaikat cantik itu menampilkan ekspresi bingungnya, "Ini tempat apa?"Langit memutar kedua bola matanya. Selain nyusahin, ternyata makhluk astral di depannya ini juga kudet."Ini namanya supermarket. Cepetan, ntar keburu bokap nyokap gu
Seorang malaikat cantik ber-baju putih tengah duduk di depan seorang lelaki bertubuh besar yang memakai pakaian berwarna serupa. Mendongak dan tangannya menyatu seakan meminta permohonan. Wajah memelas yang tak lupa malaikat cantik itu tampilkan. Membuat siapa pun yang melihatnya, akan luluh dan memaafkan semua kesalahan yang malaikat cantik itu perbuat."Tolong, ampuni aku. Aku janji, tidak akan mengulanginya lagi." Kedua telapak tangan malaikat cantik itu bergesekan di depan dahinya. Dengan mata terpejam seakan ia bersungguh-sungguh dengan permohonannya.Lelaki berpakaian serba putih itu mengangkat dagunya angkuh. Seakan tidak terbuai oleh permohonan juniornya itu. Lalu, ia menatap bawah, mengarah malaikat cantik itu yang masih dengan posisi permohonannya."Ini sudah keberapa kalinya kau melakukan ini. Apakah aku akan percaya jika kau mengatakan yang kau ucapkan barusan? Sebagai senior yang berpendirian tegas, aku tidak akan memberikan toleransi lagi untukmu."Malaikat cantik it
Si malaikat cantik yang duduk di jok motor belakang, melongo sendiri karena Langit tidak membawa dirinya ke sebuah rumah. Melainkan ke tempat yang sangat ramai. Di penuhi dengan manusia yang masing-masing menenteng kantong kresek di genggaman mereka. Tempat apa ini?"Entah kenapa, gue kesel liat lo nebeng di motor gue. Padahal lo 'kan hantu, bisa terbang. Pelit banget sama kekuatan," gerutu Langit sambil melepas helm-nya.Malaikat cantik itu berdecak. Cowok di depannya ini tidak tahu saja. Ia banyak kekuatan, tapi tidak bisa ia gunakan karena kata sang senior, di dunia tidak ada yang instan. Tidak mungkin kan ia berjalan kaki?"Sudah ku katakan, aku bukan hantu!"Langit mengibaskan tangannya tidak peduli, "Iya-iya. Udah turun. Gue mau belanja."Malaikat cantik itu menampilkan ekspresi bingungnya, "Ini tempat apa?"Langit memutar kedua bola matanya. Selain nyusahin, ternyata makhluk astral di depannya ini juga kudet."Ini namanya supermarket. Cepetan, ntar keburu bokap nyokap gu
Sudah biasa, tiga cowok tampan yang menjadi pusat perhatian semua siswa/i SMA Aksara Bangsa, berdiri di tengah lapangan serta mengadah hormat kepada sang bendera karena dihukum terlambat masuk sekolah. Bukannya mendapat cibiran, mereka ber-tiga justru mendapat sorakan kagum dari para siswi tentunya. Bagi para gadis, tiga cowok tampan itu sudah dianggap sebagai asupan pagi untuk mereka."Udah tadi malam lembur. Paginya berdiri dua jam di bawah sinar mentari pagi yang terik. Double kill." Arlond berucap begitu dramatis. Dengan posisi masih hormat kepada sang bendera.Langit yang berada di tengah, menoleh ke arah sahabatnya itu."Lembur ngapain? Ena-ena lo tadi malam?"Rafa tertawa, " Boro-boro ena-ena, Lang. Bersihin seluruh club dia dan baru jam empat subuh tadi balik ke rumah."Arlond menggerutu. Menoleh dengan tajam mengarah Langit yang tertawa tanpa dosanya."Gara-gara lo! Katanya mau traktir tapi kabur. Mana si dog satu ini nggak mau pinjamin card unlimited-nya. Sialan kalian
Malaikat cantik yang baru saja diusir dari akhirat itu, mendongak mengadah ke atas. Dengan tampang malangnya, malaikat itu kembali menyatukan kedua telapak tangannya dan menggosokkannya."Senior, maafkan aku. Izinkan aku untuk pulang. Di bumi terasa begitu mengerikan." Malaikat itu kembali menyapu pandangannya. Suasana sepi bagaikan kuburan. Tidak ada satu pun pengendara yang lewat. Hanya tadi ada satu mobil yang lewat. Itu pun sepertinya sang sopir tidak mungkin bisa melihat wujudnya."Hari ke 151, kau boleh pulang."Malaikat cantik itu terkejut. Kembali menatap sekitar dengan was-was karena mendengar suara seniornya tetapi wujudnya tidak ada. Bumi begitu mengerikan, bukan?"Senior, kau di mana? Apa kau di sini bersamaku?" Malaikat cantik itu bertanya dengan masih melihat sekeliling. Sungguh, dirinya tidak berbohong. Di sini menyeramkan."Di akhirat. Dari pada kau hanya duduk di sana dan meratapi nasib. Sebaiknya kau berkelana. Siapa tahu ada yang bisa melihatmu dan bisa membant
Suara dentuman keras di dalam ruangan besar memenuhi indera pendengarannya. Seorang cowok yang memakai pakaian casual, ikut menari di tengah banjirnya orang-orang yang lebih dominan oleh wanita muda. Sesekali, cowok itu membalas dengan senyuman saat para wanita itu sengaja menyentuh tubuhnya."Hai, Langit." Dengan nada sensual, seorangwanita datang dan langsung memegang kedua bahu Langit. Cowok yang bernama Langit itu tersenyum. Ia mengenali siapa wanita di depannya ini, "Hai."Seakan telah diberi lampu hijau, wanita itu menatap penuh hasrat Langit. Ia semakin mendekatkan tubuhnya. Hingga, dadanya bersentuhan dengan dada bidang cowok itu. Membuat yang didekati sontak kaget.Belum saja wanita itu ingin mendaratkan bibirnya ke bibir Langit, cowok itu sudah mendorong tubuh wanita itu. Tidak terlalu keras. Tapi cukup membuat wanita penghibur itu mundur darinya."Udah gue peringatin. Gue nggak akan pernah izinin siapa pun untuk nyentuh bahkan merasakan bibir gue. Apalagi, wanita mode
Seorang malaikat cantik ber-baju putih tengah duduk di depan seorang lelaki bertubuh besar yang memakai pakaian berwarna serupa. Mendongak dan tangannya menyatu seakan meminta permohonan. Wajah memelas yang tak lupa malaikat cantik itu tampilkan. Membuat siapa pun yang melihatnya, akan luluh dan memaafkan semua kesalahan yang malaikat cantik itu perbuat."Tolong, ampuni aku. Aku janji, tidak akan mengulanginya lagi." Kedua telapak tangan malaikat cantik itu bergesekan di depan dahinya. Dengan mata terpejam seakan ia bersungguh-sungguh dengan permohonannya.Lelaki berpakaian serba putih itu mengangkat dagunya angkuh. Seakan tidak terbuai oleh permohonan juniornya itu. Lalu, ia menatap bawah, mengarah malaikat cantik itu yang masih dengan posisi permohonannya."Ini sudah keberapa kalinya kau melakukan ini. Apakah aku akan percaya jika kau mengatakan yang kau ucapkan barusan? Sebagai senior yang berpendirian tegas, aku tidak akan memberikan toleransi lagi untukmu."Malaikat cantik it