Semakin hari usia kandungan Rianti semakin bertambah. Begitu pula ukuran janin yang ada di kandungnya.Akhir-akhir ini dirinya lebih memilih berdiam diri di rumah sambil membantu Ibunya yang sibuk jualan.Ocehan orang di luar sana tentangnya tak dihiraukan lagi. Dirinya harus bangkit untuk menjadi wanita yang tangguh. Andai saja dia tidak terlena dengan mulut manis Rustam, mungkin dia tak akan menanggung akibatnya.Di tengah malam Bu Lasmi Ibunya Rianti, terbangun dari lelapnya untuk melakukan salat tahajjud. Rianti yang secara tak sengaja terbangun olehnya.Sepintas doa Ibunya samar- samar terdengar di indera pendengarannya. Dirinya berusaha menenangkan diri kemudian, bangun mendekati Ibu.“Kali ini hamba sebenarnya sudah tak sanggup memikul beban ini. Menanggung aib hingga mendengar cemooh orang-orang, Kuatkan tubuh dan iman ini ya Allah semua kuserahkan padamu.” Sejenak Rianti mendengar doa Ibunya. Air mata mengalir membasahi pipi. Selama ini dia melihat Ibunya sosok yang kuat, da
Kali ini Gilang sudah tidak main- main dengan ancamannya. Semuanya dilakukan demi Rianti agar bisa melahirkan anak yang punya Ayah.“Baiklah, kali ini Ibu harus menuruti apa maumu. Tapi, setelah Rianti menikah dengan Rustam, Ibu mohon menjauhlah dari kehidupan kami,” balas Bu Melati dengan tegas. Rianti kini bisa bernafas lega setelah mendengarkan langsung percakapan antara Gilang dan Ibu kandungnya. Tak disangka Gilang bisa setegas ini pada Ibu kandungnya yang baru Beberapa kali ditemuinya itu.Beberapa saat kemudian suami Bu Melati keluar dengan membawa ponselnya.“ Maaf, membuat kalian berdua harus menunggu. Kalau boleh tahu anda sepupu Rianti yang selama ini tinggal di mana? Karena selama Ibunya Rianti jadi buruh cuci kami wajah anda belum pernah terlihat. Jadi, wajah anda masih terasa asing pada kami,” ucapnya sambil mendekatkan bokongnya untuk duduk di sofa.“Aku...aku sepupu Rianti yang selama ini kuliah di Jogyakarta Pak. Saya memang jarang pulang ke sini karena saya sibuk ke
“ Eits! Kenapa harus kesal dengan anak saya. Ingat ya Bu Lasmi, kejadian ini tak akan terjadi jika si Rianti juga tidak mau. Jadi, tak perlu saling menyalahkan,” balas Bu Melati sambil memainkan kipasnya.Kedatangan mereka kali ini disertai adik kandung dari Ayahnya Rustam sebagai saksi peminangan dan langsung melakukan kapan diadakan pesta perkawinan antara Rustam dan Rianti.Sementara di rumah Rianti ada beberapa tetangga yang berdatangan dan pak RT untuk sekedar mendengar kapan acara pernikahan mereka akan diadakan.“Bu, sudah stop! Bapak tak mau ribut- ribut lagi. Pokoknya kali ini harus kelar kita bahas berapa uang Panainya dan kapan diadakan pestanya.” Ayah Rustam semakin tegas dengan keputusannya.Dia tak mau diperlama- lamakan lagi. Karena dia malu, jika anak yang dikandung Rianti akan lahir sebelum acara resepsi pernikahan diadakan.“Pak Haikal dan Bu Melati. Sebagai orang tua dari Rustam, aku mohon uang Panainya diperbanyak dikit ya. Karena, harga bahan- bahan kebutuhan y
Ayah Rustam dan Ayah Gilang kini hanya bisa saling memandang. Sebelumnya Gilang sudah mengetahui dari Ayahnya kisah masa lalu mereka yang tega menusuk Ayahnya dari belakang.Ayah Rustam yang dulunya adalah sahabat sekaligus orang kepercayaan Ayahnya, dengan tega diam- diam berselingkuh dengan Ibunya setelah menipu Ayahnya.“Kamu...Ayahnya Gilang?” tanya Ayah Rustam.“I- iya saya Ayahnya. Kenapa?” “Aku...hanya heran saja. Karena Rianti bisa dekat sama Gilang,” ucapnya dengan gugup.Ayah Gilang segera berdiri kemudian ingin meninggalkan tempat itu. Namun, tangannya ditahan oleh Ayah Rustam.“Bisakah kita bicara? Sudah lama kita tidak bertemu. Aku ingin hubungan kita seperti dulu.” Dipegangnya tangan Ayahnya Gilang. Namun, kali ini Ayah Gilang berusaha menghindari.“Maaf, saya tidak punya waktu untuk orang yang suka berkhianat di belakangku,” ucap Ayah Gilang.“Anwar! Kumohon sisakanlah waktumu untukku. Aku ingin menjelaskan semuanya. Sudah lama aku menantikan momen ini,” bujuk Ayah Rust
Diciumnya pipi kedua bayi mungil tersebut. Kemudian digenggam telapak tangan mungilnya.Sesekali Ayah Gilang berbicara dengan Rianti dengan sedikit menyinggung Ayah Rustam yang dulu adalah sahabat sekaligus orang kepercayaannya yang tega berselingkuh dengan mantan istrinya.“Rianti, yang sabar ya Nak! Hanya orang – orang yang tak bertanggungjawab dengan tega menelantarkan cucu dan tidak mau menikahi anak orang yang sudah dihamili.” Sesekali diliriknya Ayah Rustam dengan tatapan sinis.“semoga saja, anak saya Gilang bukan orang yang pecundang yang tega menelantarkan anak orang yang sudah dihamili,” lanjutnya.Tatapan Bu Lasmi semakin membara saat Ayah Gilang berkata demikian. Dirinya sudah paham siapa yang dimaksudnya. Karena semua sudah pernah didengarnya langsung dari Rianti. Kini dirinya hanya bisa diam seakan tak tahu kisah silam antara mereka.“Pak Haikal, Pak Anwar, saya permisi dulu mau menyelesaikan admistrasi anak saya,” ucap Bu Lasmi seraya meninggalkan mereka yang ada di sit
“Wanita penghianat masih saja berani muncul di hadapanku dan berani mengganggu kehidupan kami lagi rupanya.” Pak Anwar yang tiba- tiba mengepakkan kedua tangannya seraya menahan emosi mendengar kalimat yang barusan didengarnya dari mantan istrinya itu “ Dia anakku, meskipun kamu yang membesarkannya. Jadi aku punya hak untuk tidak setuju dia tidak boleh menikah dengan Rianti.”“Hentikan sikap egoismu itu. Bukankah kamu sudah menganggap selama ini Gilang telah mati? Wanita seperti kamu tak pantas untuk menjadi Ibunya Gilang.” Dimajukan langkahnya untuk mendekati Bu Melati .“Hentikan Bu! Kumohon jangan ganggu kehidupan kami. Karena selama ini aku hanya hidup dengan Ayah. hidupku sudah tenang dan tak butuh Ibu.” Ditariknya lengan Ayahnya yang menahan emosi.“Pergilah kau melati. Jangan sampai aku merebut paksa semua yang sudah kau ambil dari diriku dulu.”Ayah Gilang semakin emosi karena kehadiran mantan istrinya itu.“Baiklah aku akan pergi, jika Gilang masih berani mendekati Rianti,
“Rianti, aku datang!"Rianti yang mendengar suaranya Mas Rustam segera keluar untuk menghampirinya.“I- iya Mas, saya...lagi sibuk mengurus bayi kembar kita.” “Bayi kita? Itu bukan bayi kita tapi bayi kamu. Kita kan belum menikah untuk apa bawa-bawa namaku,” ucap Rustam dengan lantang.“Istigfar Mas, Rianti sadar selama ini diriku terlalu bodoh mengharapkan cinta orang kaya seperti Mas. Tapi satu hal yang Mas tau Rianti mau bertahan karena Mas yang tajk mau putus dariku. Di saat aku sudah melahirkan anakmu, barulah sekarang Mas mau menghindariku.” “ Alah, itu dulu. Waktu aku masih jadi pria bodoh mau pacaran dengan wanita bodoh sepertimu. Sudahlah tak usah dibahas lagi aku muak.” Kali ini sikap Rustam semakin menjadi.Suaranya yang keras membuat bayi kembar Rianti di dalam yang sedang tidur jadi terbangun.Dirinya segera masuk ke dalam menenangkan anaknya yang menangis.Melihat Rianti masuk, Rustam segera mengikutinya dari belakang. “Tujuanku kemari untuk mengatakan jika kamu siap
Malam harinya Pak Haikal segera berkunjung ke rumah Rianti untuk menengok bayi kembarnya tak lupa dibawanya perlengkapan bayi Rianti.“Assalamualaikum.” Salam pertama tak ada yang menyahut dari dalam kemudian diulangi lagi salam ke dua.“Assalamualaikum.” Rianti yang mendengarnya segera keluar.“Nak, Rianti! Kedatangan Bapak kemari mau tengok cucuku. Hasan dan Husein,” ucapnya kemudian menyerahkan sebuah kantongan yang berisi perlengkapan anaknya.“ Terima kasih pak,” ucapnya “Rianti, kedatangan Bapak kemari mau memberi kabar padamu. Bahwa, Minggu depan kami akan meminangmu kembali. Apakah kamu siap?” “Maksudnya?” tanya Rianti yang masih tak mengerti dengan maksud dari Ayah Rustam.“Maksud Bapak, jika kamu berkenan kami dari keluarga Rustam akan kembali meminang mu,” ucapnya sambil memainkan tangan bayi mungil kembali di hadapannya.“Maaf Pak, saya merasa tenang sekarang hidup dengan kedua bayiku ini meskipun tanpa sosok Ayah. Jika kedatangan Bapak kemari hanya ingin memberikan kaba
“ Ayo masuk, aku mau mengantarkan pasienku. Sejak tadi dia ditinggal suaminya dan pergi bertemu wanita lain.” Ditatapnya wajah Gilang sambil menjelaskan apa yang dialaminya tadi.“ Rustam meninggalkan Rianti demi si Alya, aduh mana dia pakai mobilku lagi.” Ditepuk jidatnya sambil menahan kesalnya.“ Ayo masuk nanti kita jelaskan di dalam mobil saja, aku kasihan sama wanita yang diperlakukan oleh suaminya seperti ini. Apalagi, dia bawa bayi kembar,” ujarnya sambil fokus menyetir.“ Lelaki yang menjadi suaminya adalah adikku Bro, kami seibu tapi sejak kecil aku tak dibesarkan bersamanya,” jelas Gilang meyakini temannya itu.“ Oh, jadi kita harus ke mana dulu apakah mencari mobil kamu atau mengantarkan Rianti dulu?”“ Aku...aku mau pulang ke rumah Bu Melati saja Mas, kasihan kedua anakku jika harus mengikuti kalian mencari Mas Rustam,” pinta Rianti.“Baiklah, sebagai saudara Rustam aku sangat malu melihat tingkahnya yang kekanakan itu. Seharusnya dia bertanggung jawab dengan apa yang dil
iiiihhh, berisik. Awas ya, jika dalam waktu lima belas menit dari sekarang kamu tidak kembali ke mobil, aku akan tinggal pergi. Kamu pulang dengan jalan kaki saja.” Dimatikan teleponnya, kemudian menelepon Alya yang sejak tadi merajuk akibat lebih memilih mengantarkan Rianti dari pada pergi kepadanya.“ Al, ma- maaf ya. Aku...”Belum sempat meneruskan pembicaraannya Alya langsung memotong pembicaraannya.“ Aku tak butuh permintaan maafmu Mas, sekarang putuskan saja, kamu memilih Rianti atau kamu kesini antar aku ke rumah sakit. Sejak kemarin aku kurang enak badan Mas,” ungkapnya sambil memegang perutnya yang selalu mual itu.“ Tunggu sedikit lagi ya sayang. Aku...aku pasti kena marah Ibuku jika mengabaikan Rianti. Dia juga istri sahku. Jangan buat aku bimbang diantara dua pilihan.” Digaruk Kepalanya yang tidak gatal itu karena kebingungan.“ Terserah kamu Mas. Aku lelah menghadapi sikapmu ini. Nanti aku minta tolong diantar si Rocky saja ya,” balasnya karena kesal dengan sikap Rustam.
Memang benar, kata orang. Kita dihargai Jika kita punya harta,” batinnya Tanpa berpikir panjang lagi dirinya segera pergi meninggalkan tempat itu. Tanpa diketahui oleh Rianti dan dari pihak keluarga Rustam. Sesakit inikah rasanya, ketika harus mempunyai besan dan menantu dari keluarga kaya. Kukira aku akan dihargai, namun tidak sesuai apa yang diharapkan. *** “ Mas, Hasan anak kita sakit. Bisakah aku diantar ke rumah sakit?” pinta Rianti ke Rustam. “ Aku tak bisa, suruh saja kang Asep antar ke sana,” balas Rustam yang masih berbaring di tempat tidur. “ Mas, Aku tak bisa jika harus dengan Mas Asep ke sana. Siapa yang bantu aku jaga Husein Jika ke sana bersama Mas Asep?” “ Kamu bisa mengerti aku tidak, aku masih capek karena resepsi pernikahan kita kemarin. Pergilah bawa anakmu itu aku masih lelah.” Ditariknya selimut kemudian tidur kembali. “Astagfirullah!" Rianti hanya menggelengkan kepalanya karena marah pada Rustam saat ini tak ada gunanya. Rustam yang semakin
Bu- bukan itu maksud saya Bu. Saya hanya...” “Hanya apa? Mundurlah sesukamu. Tapi kembalikan uangku yang sudah rugi karena terlanjur mempersiapkan semuanya.” Rianti hanya terdiam menahan kecewa atas ulah calon mertuanya itu. Dirinya tak berani menatap wajah kedua mertuanya yang saat ini berdiri di hadapannya. “ Rianti! Apa yang terjadi padamu? Kenapa ingin mundur dari pernikahan ini,” ucap Pak Haikal sambil memegang bahu Rianti . “ A-anu Pak, tadi saya mendapatkan informasi kalau Mas Rustam sekarang lagi tinggal bersama Alya di sebuah apartemen. Mas Gilang yang bilang ke aku barusan,” jelasnya. “ Baiklah jika itu yang membuat kamu kecewa. Tapi, sebagai calon mertua kamu, sekali lagi bapak mohon jangan segampang itu mengatakan mundur. Buat kami yakin dengan kemampuanmu untuk menjadi istri Rustam.” “ Baiklah pak, semua ini aku lakukan masih bertahan hanya demi Hasan dan Husein agar mereka bisa punya Ayah,” ujarnya kemudian berpaling menghadap ke putra kembarnya. Rasanya
Kemudian perawat itu segera keluar dari ruangan tempat bersalin Bu Lasmi. Setelah memastikan semuanya aman, Bu Lasmi diam-diam keluar dari ruangan tempatnya dirawat. Dirinya segera menuju ke kamar bayi. Matanya yang liar ke sana-kemari hanya untuk memastikan semuanya aman. Kemudian, segera mencari bayinya dan bayi Bu Melati untuk ditukar olehnya Tangannya yang masih lemah, berusaha menggendong kedua bayi itu , secepat mungkin dirinya beraksi untuk ditukar olehnya. Terdengar suara langkah kaki dari luar menuju ke kamar bayi. “Ibu mau apa di sini?” ucap salah seorang perawat yang berdiri di depan pintu. “ Oh, sa- saya hanya rindu ingin bertemu anak saya Bu,” jawab Bu Lasmi seraya berbalik ke arah perawat yang berdiri di pintu. “Bu, tidak seorang pun yang bisa masuk ke ruangan ini kecuali perawat. Meskipun, Anda adalah seorang pasien harus sepengetahuan dari pihak rumah sakit dulu baru diizinkan masuk ke sini,” jelas salah satu perawat tersebut dengan tegas. “ Ma- maaf Bu, sa
Urus dulu nasibmu Nak. Pastikan kedua anakmu memiliki identitas punya Ayah selanjutnya kamu berpikir bagaimana cara yang terbaik,” balas Ibunya dengan mata yang berkaca-kaca. “ Baiklah Bu, jika ini permintaanmu. Akan Rianti lakukan meskipun saat ini Rianti sudah lelah menghadapi keluarga Mas Rustam. Tapi, Rianti akan berusaha tegar demi kedua anakku,” jawab Rianti berusaha kuat. “ Kamu pulanglah. Bersikap biasa saja ketika menghadapi mereka. Semoga kamu kuat ya Nak.” “ Baiklah Bu, terimakasih selalu ada untuk Rianti. Besok Rianti berkunjung lagi kemari.” Dipegangnya tangan Ibunya yang masih lemah itu. “ Cucu lembar Ibu mana?” tanya Bu Lasmi tiba-tiba “ Oh, mereka sudah tidur Bu. Aku, menyuruh Bik Tum dulu untuk menjaga mereka,” jawabnya Kedua Ibu dan anak itu saling berpelukan untuk saling menguatkan. Tak lupa pula Rianti pamit ke Gilang agar bisa menjaga Ibu. Seperti pesan Ibunya ketika sampai di rumah keluarga Rustam dia bersikap seperti biasa tanpa peduli tatapan mereka ya
Rianti yang sudah berada di rumah sakit segera masuk ke ruangan Ibunya dirawat. Sementara di sampingnya ada sosok Dokter Gilang yang masih setia menemani. “ Bu, ini Rianti. Kumohon bangunlah!” ujarnya sambil memeluk tubuh Ibunya yang terbaring tak sadarkan diri.“Bu, Rianti mohon sadarlah!” Isak tangisnya membuat seisi ruangan yang awalnya sepi kini menjadi ribut. Perlahan Gilang merangkulnya untuk saling menguatkan. “Rianti, sabar. Semua sudah sesuai kehendak Tuhan. Saat ini, Ibumu perlu istirahat. Pulanglah, ke rumah calon keluarga barumu,” perintah Gilang.“ Ta-tapi Mas, Aku...” “Pulanglah! Kamu tak perlu ragu dengan keadaan Ibumu. Dia hanya mengalami sedikit luka lebam akibat jatuh di lantai licin.” “ Mas, aku titip Ibu ya. Insya Allah besok Rianti balik lagi kemari.” Ditinggalkannya Gilang yang masih setia menemani Ibunya. “Besok, jika dirimu kemari bawalah Hasan dan Husein, sejak kamu pergi meninggalkan rumah Ibu sering bercerita bahwa dia merindukan kedua cucu kembarnya
Ricko yang merasa kesakitan segera pergi mencari tempat persembunyian yang aman.Dari lantai dua Rustam segera turun ke lantai satu untuk mencari sosok kucing yang bersuara manusia sempat meresahkan dirinya tersebut.Namun, usahanya itu segera dicegat oleh Alya yang tiba-tiba saja memeluknya dengan erat dari belakang.“Sudahlah Mas, tidak usah pedulikan suara itu. Ayo, apakah Mas tidak rindu padaku.” Bisikan Alya tepat ditelinganya semakin membuat hasrat li***onya memuncak. Sehingga Rustam sulit menolak ajakan Alya.Sementara di tempat lain Rianti sedang disibukkan mengurus kedua putra kembarnya. Nampaknya Hasan dan Husein makin suka dengan kehadiran Bu Melati.“Rianti, sebentar kami akan pergi menyiapkan semua keperluan kamu dan Rustam yang akan menikah. Nanti, Hasan dan Husein dititip ke Mpok Iyem saja ya,” ucapnya sambil memegang pundak Rianti.“Ba- baik Bu.” Dianggukkan kepalanya sebagai tanda setuju.“ Kita tunggu saja sampai sore, jika Rustam belum kembali nanti kamu sama Jing
“ Nit, sekarang aku lagi di depan Villa tempat kalian berada. Bolehkah aku masuk?” Sebuah pesan masuk di aplikasi hijau ponsel Anita.Anita yang saat itu sedang asyik memainkan ponselnya tersentak kaget melihat pesan dari Rustam.“ Aduh Mel, gawat!” Sambil memegang kepalanya yang tidak pusing itu.“Kenapa Nit? Apanya yang gawat?” Tiba-tiba Melsi keheranan melihat tingkah Anita.“Rustam sekarang ada di luar Villa ini. Sementara Alya di dalam lagi tidur bareng Ricko. Kita harus bagaimana?” ucap Anita yang kemudian berdiri mondar mandir di ruang tengah.“Begini Nit, alangkah baiknya kita harus beritahu mereka di dalam. Jangan sampai ketahuan Rustam.” Keduanya segera mengetuk pintu kamar Alya dari luar. Namun, tetap saja Alya dan Ricko tak mendengar.“ Mel, kita buka saja pintunya yuk! Siapa suruh tidak dengar teriakan kami,” ujar Anita yang bersiap membuka pintu kamar Alya.“Aduh Nit, jangan sampai si Alya marah cuma karena tingkah konyol kami ya. Coba teriak lagi.“Alya! Alya! Di luar