“Rianti, aku datang!"Rianti yang mendengar suaranya Mas Rustam segera keluar untuk menghampirinya.“I- iya Mas, saya...lagi sibuk mengurus bayi kembar kita.” “Bayi kita? Itu bukan bayi kita tapi bayi kamu. Kita kan belum menikah untuk apa bawa-bawa namaku,” ucap Rustam dengan lantang.“Istigfar Mas, Rianti sadar selama ini diriku terlalu bodoh mengharapkan cinta orang kaya seperti Mas. Tapi satu hal yang Mas tau Rianti mau bertahan karena Mas yang tajk mau putus dariku. Di saat aku sudah melahirkan anakmu, barulah sekarang Mas mau menghindariku.” “ Alah, itu dulu. Waktu aku masih jadi pria bodoh mau pacaran dengan wanita bodoh sepertimu. Sudahlah tak usah dibahas lagi aku muak.” Kali ini sikap Rustam semakin menjadi.Suaranya yang keras membuat bayi kembar Rianti di dalam yang sedang tidur jadi terbangun.Dirinya segera masuk ke dalam menenangkan anaknya yang menangis.Melihat Rianti masuk, Rustam segera mengikutinya dari belakang. “Tujuanku kemari untuk mengatakan jika kamu siap
Malam harinya Pak Haikal segera berkunjung ke rumah Rianti untuk menengok bayi kembarnya tak lupa dibawanya perlengkapan bayi Rianti.“Assalamualaikum.” Salam pertama tak ada yang menyahut dari dalam kemudian diulangi lagi salam ke dua.“Assalamualaikum.” Rianti yang mendengarnya segera keluar.“Nak, Rianti! Kedatangan Bapak kemari mau tengok cucuku. Hasan dan Husein,” ucapnya kemudian menyerahkan sebuah kantongan yang berisi perlengkapan anaknya.“ Terima kasih pak,” ucapnya “Rianti, kedatangan Bapak kemari mau memberi kabar padamu. Bahwa, Minggu depan kami akan meminangmu kembali. Apakah kamu siap?” “Maksudnya?” tanya Rianti yang masih tak mengerti dengan maksud dari Ayah Rustam.“Maksud Bapak, jika kamu berkenan kami dari keluarga Rustam akan kembali meminang mu,” ucapnya sambil memainkan tangan bayi mungil kembali di hadapannya.“Maaf Pak, saya merasa tenang sekarang hidup dengan kedua bayiku ini meskipun tanpa sosok Ayah. Jika kedatangan Bapak kemari hanya ingin memberikan kaba
Beberapa hari kemudian keadaan Bu Melati mulai membaik. Rustam semakin gundah dengan kondisi Ibunya yang semakin membaik.Dirinya belum siap menikahi Rianti karena harus menjaga hati Alya. Sementara, Ibunya sudah mulai menerima diri Rianti ketika dirinya telah melahirkan cucu mereka yang kembar.“Aku harus bagaimana ini, oh Tuhan!” Sejak tadi pagi dirinya selalu mondar mandir di dalam kamarnya.“Buka pintunya, Tam!” ucap Ibunya dari luar.“Ma-maaf Bu, Rustam lagi sibuk kerja tugas kuliah,” balasnya dari dalam kamar.“ Jangan bohong kamu, Tam! Ibu sudah tahu semuanya ternyata kamu diam-diam ambil cuti kuliah.” Ibunya segera mendorong pintu kamar Rustam. Dirinya berusaha hendak masuk kamar anak lelakinya tersebut.“ Bu, kali ini Rustam ingin sendiri. Aku tak mau diganggu. Pergilah menjauh dari kamarku!” Disuruh Ibunya agar pergi. Namun, Bu Melati segera mencari kunci serep pintu kamarnya.Pintu akhirnya terbuka. Mulut Rustam yang masih menganga kaku ketika melihat tingkah Ibunya yan
Rustam! Bersiaplah, kita segera menuju ke rumah Rianti,” teriak Ibunya.“Maaf Bu, aku tak bisa pergi. Rustam lagi sakit,” balasnya dari dalam kamar.“Rustam! Tidak ada alasan. Meskipun kamu belum siap. Kamu tetap harus pergi.” Ayahnya terus membujuknya.“Ta-tapi Yah! Rustam mau...”“Tidak ada alasan Rustam. Jangan bikin malu keluarga kamu.” “Baiklah Yah, kalau begitu Rustam terpaksa pergi. Tapi, jika menikah dengan Rianti, aku tak bisa janji untuk setia dengannya.” Ditutupnya pintu kamar kemudian segera mengganti bajunya.“Iya, tapi jangan sampai kamu menyesal. Ibu selalu mengingatkan kamu agar jangan sampai pilih lagi,” ucap Ibunya dengan kesal.Beberapa saat kemudian mereka berangkat ke rumah Rianti. Sesampainya di sana mereka segera membicarakan pernikahan antara Rianti dan Rustam yang akan dilaksanakan secepatnya. “Ma-maaf Bu Lasmi, selama ini aku terlalu menganggap hubungan anak kami adalah...” Belum melanjutkan pembicaraannya tiba-tiba saja Bu Lasmi memotong pembicaraan Bu M
“Bu Rianti mohon sadarlah!” Isak tangis Rianti menyadarkan Ibunya kembali. “Bu sadarlah!” “Ri-Rianti! Kepala Ibu pusing.” “Maaf Bu, Rianti sudah terlalu lancang mendahului Ibu. Tapi, Rianti juga mohon anakku ini juga butuh sosok ayah.” Dirangkulnya kedua bayinya yang tertidur lelap di pangkuannya.“Jika itu sudah keputusan kamu. Ibu tidak bisa berbuat banyak lagi Rianti. Asalkan kamu bahagia nantinya.” Bu Melati dan suaminya hanya saling memandang. Kemudian memulai pembicaraan.“ Inilah yang kami inginkan dari dulu Bu. Tapi, Ibu terlalu keras terhadap Rianti.” Pak Haikal menggenggam tangan mantan buruh cuci di keluarganya dulu.“Baiklah, Aku sebagai Ibu dari Rianti menyetujui apa yang kalian harapkan. Tapi, aku mohon kepada Nak Rustam jagalah Rianti.” "Bu Lasmi, maaf dengan kehadiran kami membuka Ibu menjadi terganggu." Dengan menjaga tutur katanya Bu Melati mulai angkat bicara.Kedua keluarga tersebut akhirnya sepakat untuk melaksanakan pemingan pada hari itu.Kemudian mereka
“ Assalamualaikum! Assalamualaikum ,” “Siapa di luar?” Bu Melati bertanya dari dalam.“ Rianti, Bu.” Mendengar jawaban Rianti, Bu Melati segera keluar membuka pintu. Sambil menggosok-gosok matanya untuk memastikan.Rianti! Kenapa malam-malam kemari?” Bu Melati tampak heran dengan kedatangannya.“Ma-maaf Bu, saya sedang ada masalah sedikit dengan Ibu saya. Bisakah Rianti malam ini tidur di sini dengan kedua anakku?”“ Tentu saja bisa. Mereka berdua cucuku.” Tatapannya mengarah pada kedua bayi di pangkuan Rianti.“ Ba-baiklah. Terima Kasih Bu sudah baik pada Rianti.”Dibawanya Hasan dan Husein ke dalam kemudian menidurkan kedua bayi kembar tersebut di kamar Ibunya Rustam itu.Melihat kedua cucunya sudah tidur Bu Melati segera mendekati Rianti.“Apakah Ibumu masih berkeras untuk menolak pinangan kami?” tanya Bu Melati yang penasaran.“ I-iya Bu. Aku bingung dengan sikap Ibuku.” “Baiklah jika itu maunya. Aku yang akan turun tangan menikahkanmu dengan anakku. Meskipun tanpa restu dari
“ Assalamualaikum!" “Siapa di luar?” Bu Melati bertanya dari dalam.“ Rianti, Bu.” Mendengar jawaban Rianti, Bu Melati segera keluar membuka pintu.Rianti! Kenapa malam-malam kemari?” Bu Melati tampak heran dengan kedatangannya.“Ma-maaf Bu, saya sedang ada masalah sedikit dengan Ibu saya. Bisakah Rianti malam ini tidur di sini dengan kedua anakku?”“ Tentu saja bisa. Mereka berdua cucuku.” Tatapannya mengarah pada kedua bayi di pangkuan Rianti.“ Ba-baiklah. Terima Kasih Bu sudah baik pada Rianti.”Dibawanya Hasan dan Husein ke dalam kemudian menidurkan kedua bayi kembar tersebut di kamar Ibunya Rustam itu.Melihat kedua cucunya sudah tidur Bu Melati segera mendekati Rianti.“Apakah Ibumu masih berkeras untuk menolak pinangan kami?” tanya Bu Melati yang penasaran.“ I-iya Bu. Aku bingung dengan sikap Ibuku.” “Baiklah jika itu maunya. Aku yang akan turun tangan menikahkan kamu dengan anakku. Meskipun tanpa restu dari Ibumu. Tapi...” “Tapi apa Bu?” “Setelah aku menikahkanmu den
“ Nit, sekarang aku lagi di depan Villa tempat kalian berada. Bolehkah aku masuk?” Sebuah pesan masuk di aplikasi hijau ponsel Anita.Anita yang saat itu sedang asyik memainkan ponselnya tersentak kaget melihat pesan dari Rustam.“ Aduh Mel, gawat!” Sambil memegang kepalanya yang tidak pusing itu.“Kenapa Nit? Apanya yang gawat?” Tiba-tiba Melsi keheranan melihat tingkah Anita.“Rustam sekarang ada di luar Villa ini. Sementara Alya di dalam lagi tidur bareng Ricko. Kita harus bagaimana?” ucap Anita yang kemudian berdiri mondar mandir di ruang tengah.“Begini Nit, alangkah baiknya kita harus beritahu mereka di dalam. Jangan sampai ketahuan Rustam.” Keduanya segera mengetuk pintu kamar Alya dari luar. Namun, tetap saja Alya dan Ricko tak mendengar.“ Mel, kita buka saja pintunya yuk! Siapa suruh tidak dengar teriakan kami,” ujar Anita yang bersiap membuka pintu kamar Alya.“Aduh Nit, jangan sampai si Alya marah cuma karena tingkah konyol kami ya. Coba teriak lagi.“Alya! Alya! Di luar
“ Ayo masuk, aku mau mengantarkan pasienku. Sejak tadi dia ditinggal suaminya dan pergi bertemu wanita lain.” Ditatapnya wajah Gilang sambil menjelaskan apa yang dialaminya tadi.“ Rustam meninggalkan Rianti demi si Alya, aduh mana dia pakai mobilku lagi.” Ditepuk jidatnya sambil menahan kesalnya.“ Ayo masuk nanti kita jelaskan di dalam mobil saja, aku kasihan sama wanita yang diperlakukan oleh suaminya seperti ini. Apalagi, dia bawa bayi kembar,” ujarnya sambil fokus menyetir.“ Lelaki yang menjadi suaminya adalah adikku Bro, kami seibu tapi sejak kecil aku tak dibesarkan bersamanya,” jelas Gilang meyakini temannya itu.“ Oh, jadi kita harus ke mana dulu apakah mencari mobil kamu atau mengantarkan Rianti dulu?”“ Aku...aku mau pulang ke rumah Bu Melati saja Mas, kasihan kedua anakku jika harus mengikuti kalian mencari Mas Rustam,” pinta Rianti.“Baiklah, sebagai saudara Rustam aku sangat malu melihat tingkahnya yang kekanakan itu. Seharusnya dia bertanggung jawab dengan apa yang dil
iiiihhh, berisik. Awas ya, jika dalam waktu lima belas menit dari sekarang kamu tidak kembali ke mobil, aku akan tinggal pergi. Kamu pulang dengan jalan kaki saja.” Dimatikan teleponnya, kemudian menelepon Alya yang sejak tadi merajuk akibat lebih memilih mengantarkan Rianti dari pada pergi kepadanya.“ Al, ma- maaf ya. Aku...”Belum sempat meneruskan pembicaraannya Alya langsung memotong pembicaraannya.“ Aku tak butuh permintaan maafmu Mas, sekarang putuskan saja, kamu memilih Rianti atau kamu kesini antar aku ke rumah sakit. Sejak kemarin aku kurang enak badan Mas,” ungkapnya sambil memegang perutnya yang selalu mual itu.“ Tunggu sedikit lagi ya sayang. Aku...aku pasti kena marah Ibuku jika mengabaikan Rianti. Dia juga istri sahku. Jangan buat aku bimbang diantara dua pilihan.” Digaruk Kepalanya yang tidak gatal itu karena kebingungan.“ Terserah kamu Mas. Aku lelah menghadapi sikapmu ini. Nanti aku minta tolong diantar si Rocky saja ya,” balasnya karena kesal dengan sikap Rustam.
Memang benar, kata orang. Kita dihargai Jika kita punya harta,” batinnya Tanpa berpikir panjang lagi dirinya segera pergi meninggalkan tempat itu. Tanpa diketahui oleh Rianti dan dari pihak keluarga Rustam. Sesakit inikah rasanya, ketika harus mempunyai besan dan menantu dari keluarga kaya. Kukira aku akan dihargai, namun tidak sesuai apa yang diharapkan. *** “ Mas, Hasan anak kita sakit. Bisakah aku diantar ke rumah sakit?” pinta Rianti ke Rustam. “ Aku tak bisa, suruh saja kang Asep antar ke sana,” balas Rustam yang masih berbaring di tempat tidur. “ Mas, Aku tak bisa jika harus dengan Mas Asep ke sana. Siapa yang bantu aku jaga Husein Jika ke sana bersama Mas Asep?” “ Kamu bisa mengerti aku tidak, aku masih capek karena resepsi pernikahan kita kemarin. Pergilah bawa anakmu itu aku masih lelah.” Ditariknya selimut kemudian tidur kembali. “Astagfirullah!" Rianti hanya menggelengkan kepalanya karena marah pada Rustam saat ini tak ada gunanya. Rustam yang semakin
Bu- bukan itu maksud saya Bu. Saya hanya...” “Hanya apa? Mundurlah sesukamu. Tapi kembalikan uangku yang sudah rugi karena terlanjur mempersiapkan semuanya.” Rianti hanya terdiam menahan kecewa atas ulah calon mertuanya itu. Dirinya tak berani menatap wajah kedua mertuanya yang saat ini berdiri di hadapannya. “ Rianti! Apa yang terjadi padamu? Kenapa ingin mundur dari pernikahan ini,” ucap Pak Haikal sambil memegang bahu Rianti . “ A-anu Pak, tadi saya mendapatkan informasi kalau Mas Rustam sekarang lagi tinggal bersama Alya di sebuah apartemen. Mas Gilang yang bilang ke aku barusan,” jelasnya. “ Baiklah jika itu yang membuat kamu kecewa. Tapi, sebagai calon mertua kamu, sekali lagi bapak mohon jangan segampang itu mengatakan mundur. Buat kami yakin dengan kemampuanmu untuk menjadi istri Rustam.” “ Baiklah pak, semua ini aku lakukan masih bertahan hanya demi Hasan dan Husein agar mereka bisa punya Ayah,” ujarnya kemudian berpaling menghadap ke putra kembarnya. Rasanya
Kemudian perawat itu segera keluar dari ruangan tempat bersalin Bu Lasmi. Setelah memastikan semuanya aman, Bu Lasmi diam-diam keluar dari ruangan tempatnya dirawat. Dirinya segera menuju ke kamar bayi. Matanya yang liar ke sana-kemari hanya untuk memastikan semuanya aman. Kemudian, segera mencari bayinya dan bayi Bu Melati untuk ditukar olehnya Tangannya yang masih lemah, berusaha menggendong kedua bayi itu , secepat mungkin dirinya beraksi untuk ditukar olehnya. Terdengar suara langkah kaki dari luar menuju ke kamar bayi. “Ibu mau apa di sini?” ucap salah seorang perawat yang berdiri di depan pintu. “ Oh, sa- saya hanya rindu ingin bertemu anak saya Bu,” jawab Bu Lasmi seraya berbalik ke arah perawat yang berdiri di pintu. “Bu, tidak seorang pun yang bisa masuk ke ruangan ini kecuali perawat. Meskipun, Anda adalah seorang pasien harus sepengetahuan dari pihak rumah sakit dulu baru diizinkan masuk ke sini,” jelas salah satu perawat tersebut dengan tegas. “ Ma- maaf Bu, sa
Urus dulu nasibmu Nak. Pastikan kedua anakmu memiliki identitas punya Ayah selanjutnya kamu berpikir bagaimana cara yang terbaik,” balas Ibunya dengan mata yang berkaca-kaca. “ Baiklah Bu, jika ini permintaanmu. Akan Rianti lakukan meskipun saat ini Rianti sudah lelah menghadapi keluarga Mas Rustam. Tapi, Rianti akan berusaha tegar demi kedua anakku,” jawab Rianti berusaha kuat. “ Kamu pulanglah. Bersikap biasa saja ketika menghadapi mereka. Semoga kamu kuat ya Nak.” “ Baiklah Bu, terimakasih selalu ada untuk Rianti. Besok Rianti berkunjung lagi kemari.” Dipegangnya tangan Ibunya yang masih lemah itu. “ Cucu lembar Ibu mana?” tanya Bu Lasmi tiba-tiba “ Oh, mereka sudah tidur Bu. Aku, menyuruh Bik Tum dulu untuk menjaga mereka,” jawabnya Kedua Ibu dan anak itu saling berpelukan untuk saling menguatkan. Tak lupa pula Rianti pamit ke Gilang agar bisa menjaga Ibu. Seperti pesan Ibunya ketika sampai di rumah keluarga Rustam dia bersikap seperti biasa tanpa peduli tatapan mereka ya
Rianti yang sudah berada di rumah sakit segera masuk ke ruangan Ibunya dirawat. Sementara di sampingnya ada sosok Dokter Gilang yang masih setia menemani. “ Bu, ini Rianti. Kumohon bangunlah!” ujarnya sambil memeluk tubuh Ibunya yang terbaring tak sadarkan diri.“Bu, Rianti mohon sadarlah!” Isak tangisnya membuat seisi ruangan yang awalnya sepi kini menjadi ribut. Perlahan Gilang merangkulnya untuk saling menguatkan. “Rianti, sabar. Semua sudah sesuai kehendak Tuhan. Saat ini, Ibumu perlu istirahat. Pulanglah, ke rumah calon keluarga barumu,” perintah Gilang.“ Ta-tapi Mas, Aku...” “Pulanglah! Kamu tak perlu ragu dengan keadaan Ibumu. Dia hanya mengalami sedikit luka lebam akibat jatuh di lantai licin.” “ Mas, aku titip Ibu ya. Insya Allah besok Rianti balik lagi kemari.” Ditinggalkannya Gilang yang masih setia menemani Ibunya. “Besok, jika dirimu kemari bawalah Hasan dan Husein, sejak kamu pergi meninggalkan rumah Ibu sering bercerita bahwa dia merindukan kedua cucu kembarnya
Ricko yang merasa kesakitan segera pergi mencari tempat persembunyian yang aman.Dari lantai dua Rustam segera turun ke lantai satu untuk mencari sosok kucing yang bersuara manusia sempat meresahkan dirinya tersebut.Namun, usahanya itu segera dicegat oleh Alya yang tiba-tiba saja memeluknya dengan erat dari belakang.“Sudahlah Mas, tidak usah pedulikan suara itu. Ayo, apakah Mas tidak rindu padaku.” Bisikan Alya tepat ditelinganya semakin membuat hasrat li***onya memuncak. Sehingga Rustam sulit menolak ajakan Alya.Sementara di tempat lain Rianti sedang disibukkan mengurus kedua putra kembarnya. Nampaknya Hasan dan Husein makin suka dengan kehadiran Bu Melati.“Rianti, sebentar kami akan pergi menyiapkan semua keperluan kamu dan Rustam yang akan menikah. Nanti, Hasan dan Husein dititip ke Mpok Iyem saja ya,” ucapnya sambil memegang pundak Rianti.“Ba- baik Bu.” Dianggukkan kepalanya sebagai tanda setuju.“ Kita tunggu saja sampai sore, jika Rustam belum kembali nanti kamu sama Jing
“ Nit, sekarang aku lagi di depan Villa tempat kalian berada. Bolehkah aku masuk?” Sebuah pesan masuk di aplikasi hijau ponsel Anita.Anita yang saat itu sedang asyik memainkan ponselnya tersentak kaget melihat pesan dari Rustam.“ Aduh Mel, gawat!” Sambil memegang kepalanya yang tidak pusing itu.“Kenapa Nit? Apanya yang gawat?” Tiba-tiba Melsi keheranan melihat tingkah Anita.“Rustam sekarang ada di luar Villa ini. Sementara Alya di dalam lagi tidur bareng Ricko. Kita harus bagaimana?” ucap Anita yang kemudian berdiri mondar mandir di ruang tengah.“Begini Nit, alangkah baiknya kita harus beritahu mereka di dalam. Jangan sampai ketahuan Rustam.” Keduanya segera mengetuk pintu kamar Alya dari luar. Namun, tetap saja Alya dan Ricko tak mendengar.“ Mel, kita buka saja pintunya yuk! Siapa suruh tidak dengar teriakan kami,” ujar Anita yang bersiap membuka pintu kamar Alya.“Aduh Nit, jangan sampai si Alya marah cuma karena tingkah konyol kami ya. Coba teriak lagi.“Alya! Alya! Di luar