Share

100 Hari Bersamamu
100 Hari Bersamamu
Author: Author newbie

Chapter 1

Author: Author newbie
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Aruna menikmati setiap pijatan terapis yang tengah merelaksasi tubuhnya, tubuhnya sangat lelah karena harus melakukan pemotretan selama tiga hari berturut-turut di alam terbuka.

"Liza, tolong telepon Kastara dong." titahnya.

Liza tidak menyahutinya, ia masih tetap fokus menatap ponselnya. Mulutnya komat-kamit tanpa mengeluarkan suara, dari ekspresinya Aruna tahu kalau ada sesuatu hal yang tidak baik kini sedang terjadi.

"Aruna, skandal kamu ada yang bongkar." ucap Liza.

Mata Aruna terbelalak, "Skandal? skandal yang mana Liz?"

"Skandal kamu sama CEO muda itu, Mahendra Ragnala."

"Mampus aku, Liz. Terus gimana?" tanya Aruna panik.

"Mami Theana lagi usut siapa yang bongkar, tapi karena beritanya udah membludak luas mami Theana juga agak sulit buat bohong ke media."

Aruna panik, Mahendra pernah mengancam Aruna agar tidak membocorkan skandal mereka ke publik supaya nama baiknya tetap terjaga. Mahendra sudah menyogok wartawan dan media yang berhasil mendapatkan foto mereka, tapi entah bagaimana foto-foto mereka bisa tersebar luas bahkan saat mereka tengah berada di dalam kamar hotel.

Ponsel Aruna berdering tidak henti-hentinya, mulai dari orang-orang kantor Yvaine hingga Kastara terus meneleponnya. Aruna tidak berani menjawab panggilan telepon dari mereka, terutama Kastara.

"Kastara nelepon aku Liz, pasti dia udah tau skandal yang lagi rame di medsos."

"Mending angkat dulu deh, siapa tau kan ada hal penting yang Kastara mau bicarain."

Aruna menarik nafas dan mengumpulkan keberaniannya, jemarinya nampak ragu untuk menerima panggilan Kastara.

"Halo Kastara?"

"Kamu di mana?" tanya Kastara ketus.

"Di spa deket kantor Yvaine sayang, emang kenapa?"

"Temuin aku di coffe shop bulan, sekarang." titahnya.

"Oke, tunggu ya?"

Kastara memutus panggilan teleponnya, Aruna yakin Kastara pasti ingin membicarakan skandal antara dirinya dan Mahendra. Secepat kilat Aruna bersiap-siap untuk menemui Kastara, ia bahkan sampai lupa mengenakan penutup wajah untuk menghindari paparazi.

Mata Aruna menyapu setiap sudut gedung coffe shop, seorang lelaki bertubuh tinggi atletis tengah menunggunya di pojok ruangan. Wajahnya nampak gelisah, seakan tidak sabar untuk mendengarkan penjelasan dari Aruna.

"Kastara," panggilnya.

Aruna duduk di kursi yang berhadapan dengan Kastara, netranya menatap tajam Aruna hingga Aruna tidak berani beradu tatap dengannya.

"Apa bener kamu ada hubungan sama Mahendra Ragnala?"

"Enggak Kastara, itu berita bohong! Foto-foto yang kesebar luas itu bukan aku, itu pasti editan!" sanggahnya, namun sayang Aruna tidak bisa berbohong pada Kastara.

"Aku tau persis itu kalo itu kamu, gak ada yang punya tato itu selain kamu."

Aruna memiliki tato bulan sabit bunga di bagian panggulnya, tato itu hanya bisa terlihat jika Aruna tidak mengenakan pakaian. Kastara tau persis letak dan bentuk tato tersebut karena mereka pernah berhubungan intim, Aruna tidak dapat mengelaknya lagi sebab tato itu menjadi bukti kalau yang ada di foto adalah dirinya.

"Kita mau nikah tiga bulan lagi, dan kamu tega main api di belakang aku Aruna." ujar Kastara.

"Tapi itu semua terjadi karena kamu juga Kastara, kamu ngajak aku break tanpa alasan yang jelas. Hilang selama empat bulan tanpa kasih kabar, kamu yang mulai semuanya Kastara!" Aruna menangis terisak.

"Aku ngajak kamu break karena aku capek sama tingkah kamu Aruna! aku mau kamu introspeksi diri, bukan malah main serong sama cowok lain!" bentak Kastara.

Kastara menarik nafas panjang dan melepaskan cincin yang ada di jari manisnya, "Aku udah putusin buat batalin rencana pernikahan kita, maaf."

Kastara bangkit dan meninggalkan Aruna tanpa menoleh sedikitpun ke arahnya, belum juga kesedihan Aruna hilang kini masalah kedua sudah mendatanginya. Anak buah Mahendra datang menjemputnya untuk menemui Mahendra, tidak lupa juga mereka membawa Liza yang sudah lebih dulu berada di mobil milik Mahendra.

Aruna dan Liza digiring masuk ke sebuah perumahan, tempat ini nampak sepi tapi banyak penjaga keamanan yang berkeliling di sekitar perumahan.

"Silahkan temui Tuan Mahendra di dalam," titah anak buah Mahendra.

"Liz aku takut, kita gak mau di apa-apain kan sama Mahendra?" bisk Aruna.

"Mana aku tau, Aruna. Aku sampe bawa stunt gun di dalam tas saking takutnya tau!" sahut Liza.

Mereka saling bergandengan tangan saat masuk ke rumah mewah milik Mahendra, tidak ada yang mencurigakan disini dan semua tampak normal di mata Aruna.

Mahendra duduk santai di sofa mahal miliknya, dalam keadaan genting seperti ini ia masih bisa terlihat santai sambil menyeruput teh hijau kesukaannya.

"Duduk," titah Mahendra.

Liza dan Aruna serempak duduk, jantung Aruna berpacu tidak beraturan karena takut menghadapi Mahendra.

"Saya sudah pernah bilang sama kamu kan untuk menjaga skandal ini agar tidak menguap ke publik?"

"I-iya mas," sahut Aruna.

"Lalu kenapa skandal ini bisa tersebar? dasar jalang! apa belum cukup kemewahan yang saya berikan untuk menutup mulut kamu?!" Mahendra menampar pipi Aruna keras.

Aruna menangis di pelukan Liza, ia sungguh tidak tahu mengapa skandal itu bisa tersebar luas.

"Maaf Pak Mahendra, tapi Aruna memang tidak tahu tentang hal itu. Secepatnya kami akan meredupkan skandal tersebut, dan mengembalikan nama baik Pak Mahendra." ucap Liza.

"Baik, saya tunggu kabar baiknya."

Liza merangkul Aruna keluar, ia terus meyakinkan Aruna kalau semua masalah ini pasti bisa teratasi. Selama ini Mahendra memang dikenal sebagai pengusaha dengan nol berita negatif, media selalu menerbitkan berita yang baik tentang Mahendra karena ia rajin sekali memberikan uang pada wartawan yang mewawancarainya.

"Jangan nangis lagi Aruna, yang paling penting itu sekarang kita pikirin cara buat hilangin berita skandal kamu dan Mahendra."

*****

Sesampainya di kantor Aruna langsung dihadang oleh Theana, ia memberikan isyarat pada Aruna dan Liza untuk memasuki ruang rapat kantor.

"Aruna, sekarang kamu ada ide apa buat lenyapin berita skandal ini?" tanya Theana.

Aruna menggeleng, "Gak ada Mi, Aruna juga bingung."

Theana berdecih, "Dulu saya sudah peringatin kamu buat gak main api sama Mahendra, tapi kamu gak pernah mau dengerin saya. Asal kamu tau Aruna, kalau kamu tidak bisa mengatasi berita skandal ini maka Mahendra akan menuntut kamu dan perusahaan kita atas pencemaran nama baik."

"Tapi mi, dia gak bisa nuntut kita gitu aja. Kan ada bukti kalau itu emang bener dia dan aku yang ada di kamar hotel,"

"Kamu lupa siapa Mahendra? membuat Yvaine bangkrut pun dia bisa! dia itu pemegang saham terbesar di Yvaine dan berkat dia perusahaan kita bisa berkembang sampai sekarang!" bentak Theana.

"Saya kasih kamu waktu satu minggu buat atasin masalah ini," sambung Theana.

Kini tinggallah Liza dan Aruna yang berada di ruang rapat, Aruna rasanya ingin menghilang saja dari muka bumi saat ini juga demi menghindari masalah.

"Aruna, gimana kalau kamu publish rencana pernikahan kamu sama Kastara ke publik? kalo publik tau kamu dan Kastara bakal menikah pasti berita itu bisa kita redupin sedikit, ya kan?" usul Liza.

"Gimana mau di publish Liza, Kastara aja udah batalin rencana pernikahan tadi." sahut Aruna.

"Tapi cuma itu jalan satu-satunya buat nutup sedikit celah bocornya berita kamu, harus ada cowok yang jadi alibi dan masalah foto itu bisa kita bilang kalo itu Kastara."

Aruna bengong sembari meletakkan kepalanya di atas meja, sebuah senyuman tersungging di bibirnya.

"Liza, aku ada ide!" ucap Aruna.

Related chapters

  • 100 Hari Bersamamu   Chapter 2

    "Ide kamu gila, Aruna! lagipula kamu kan udah sering ngelakuin itu sama Kastara. Apa mempan ide itu buat ngancam Kastara supaya dia tetep nikahin kamu?" "Kita emang sering ngelakuin itu tapi gak ada yang tau kan, udah deh Liz percaya sama aku. Kali ini pasti berhasil," ucapnya dengan penuh percaya diri. Liza menggelengkan kepalanya, ia tidak habis pikir dengan Aruna. Masalah satu saja belum kelar ia malah ingin membuat masalah lain, jika kali ini rencana Aruna tidak berhasil maka Liza harus siap ditendang dari Yvaine management. "Aku balik dulu ya Liz, capek banget." Aruna meregangkan tubuh dan kaki jenjangnya. "Ya udah, aku juga mau balik ke apartemen." sahut Liza. ***** Aruna sampai di rumah mewahnya, rumah mewah yang Mahendra berikan sebagai uang tutup mulut untuknya. Semua kemewahan yang Aruna nikmati saat ini tidak seratus persen hasil kerja kerasnya, sebagian besar Mahendra yang memberikan kemewahan ini padanya saat ia menjadi simpanannya. "Mamah dimana bi?" tanya Aruna p

  • 100 Hari Bersamamu   Chapter 3

    Kastara mengernyitkan kening saat melihat baju milik Anggasta terlempar tidak beraturan di ruang tamu, ia tahu persis kalau Anggasta tipikal orang yang rapih dalam segala hal bahkan baju kotorpun ia selalu letakkan di tempatnya. "Loh berantakan sekali apartemen kamu, Kastara." ucap Kinan, ibu Kastara. "Ini bukan pakaian Kastara bu, kayaknya ini milik mas Anggasta deh. Bentar aku cari mas Anggasta dulu ya?" Kastara mencari keberadaan Anggasta di setiap sudut rumah, dan kini tinggal kamarnya yang belum ia periksa. Kastara membuka pintu kamarnya, betapa terkejutnya ia saat melihat pemandangan yang ada di depan matanya. Kastara melihat Anggasta dan Aruna tengah tertidur sembari berpelukan tanpa busana sehelaipun, Kastara tau persis apa yang sudah mereka lakukan. "Mas Anggasta!" panggilnya dengan intonasi nada tinggi. Anggasta dan Aruna terbangun bersamaan, mereka saling terkejut karena melihat Kastara yang sudah berada di dalam kamar. Anggasta kebingungan dan tidak tau menau dengan a

  • 100 Hari Bersamamu   Chapter 4

    Aruna membuka kedua matanya perlahan, kepalanya terasa berat karena minum semalaman bersama Liza. Hingga pagi menjelang tidak terdengar suara Ayara memanggilnya, padahal Ayara biasa membangunkannya dan selalu menyuruhnya olahraga pagi untuk menjaga berat badan. Aruna turun ke lantai bawah dan pergi ke dapur, setiap bangun tidur pagi Aruna selalu menyempatkan diri untuk minum air putih sebelum melanjutkan aktifitasnya. "Bi, mamah kemana." tanya Aruna. "Gak tau non, dari kemarin Ibu gak pulang, terakhir si bibi liat dia pergi bawa koper kecil gitu." Aruna berdecak, ia tau persis kalau Ayara kabur menghindarinya. Aruna tau kalau mamahnya itu tidak mau sedikitpun dilibatkan dalam masalahnya, padahal jika untuk urusan uang Ayaralah yang paling getol mendampinginya meskipun uang dari jalur yang tidak baik. Aruna kembali ke kamarnya, dan merebahkan diri di sebelah Liza. Pikirannya masih menerawang soal kejadian memalukan kemarin, bisa-bisanya ia kepergok orang tua Kastara dan salah targe

  • 100 Hari Bersamamu   Chapter 5

    Aruna memegangi perutnya yang terasa begah, belum pernah Aruna makan sebanyak ini dan kalau sampai Ayara tau ia bakal dimarahi habis-habisan. Dari sekian banyak menu yang Anggasta minta, ia hanya memakan dua jenis saja. Anggasta cukup takjub melihat selera makan Aruna yang begitu banyak, padahal ketujuh jenis makanan itu biasa dipesan untuk 3-4 anggota keluarga. "Kenyang?" tanya Anggasta. Aruna mengangguk, ia tengah memikirkan berapa banyak kalori yang masuk ke tubuhnya dan berapa lama olahraga yang harus ia lakukan. Dan yang paling memenuhi pikirannya saat ini adalah siapa yang akan membayar semua makan ini. "Ya sudah saya pamit," ucap Anggasta. "Eeee tunggu mas, ini siapa yang bayar?" tanya Aruna, "Ini semua gratis," jawabnya. "Makasih mas Anggasta," Aruna menampilkan cengirnya lebar. Anggasta melenggang pergi, tidak ada senyum sejak pertama mereka bertemu hingga kini. Selesai sudah urusan Aruna disini, saatnya ia kembali ke Yvaine untuk jadwal pemotretan dengan merek pakaian

  • 100 Hari Bersamamu   Chapter 6

    Anggasta membuka aplikasi peramban di ponselnya, Anggasta berniat mencari tahu tentang Aruna lewat internet padahal kalau mau ia bisa mencari tahu lewat Kastara. Banyak berita negatif tentang Aruna yang tersebar di internet, apalagi berita terbaru tentang skandalnya. Anggasta mengalihkan pencariannya ke informasi pribadi Aruna, hanya sedikit informasi tentangnya yang ditulis di internet namun Anggasta terkejut saat mengetahui kalau Aruna kuliah di kampus tempat ia mengajar. Anggasta memang baru mengajar disana, dan mungkin Aruna juga bukan mahasiswi yang ia ajar. Tapi Anggasta pernah mendengar kalau ada mahasiswi yang diberi julukan 'Dewi Aphrodite' Universitas Surya Cakra, mahasiswi itu terkenal karena kecantikannya tapi juga terkenal karena berita negatifnya. Cukup bagi Anggasta untuk mencari tahu tentang Aruna, karena Anggasta juga sebenarnya tidak terlalu mempercayai berita yang tersebar di internet. Seharusnya dua hari kedepan adalah hari pertunangan Aruna dan Anggasta, agar ti

  • 100 Hari Bersamamu   Chapter 7

    Anggasta mengelilingi seluruh sudut kampus untuk mencari keberadaan Alana, tapi sayangnya Alana hari ini sedang libur mengajar dan pulang ke rumah orang tuanya. Anggasta melirik arloji di tangan kirinya, lima belas menit lagi waktunya Anggasta mengajar dan ia tidak bisa meninggalkan tugasnya. Selama mengajar pikiran Anggasta sama sekali tidak fokus, banyak kesalahan yang ia perbuat bahkan sampai penyampaian materipun ia salah. "Pak, kalau memang keadaan bapak sedang tidak baik gak apa kok kalau kelasnya di undur aja." saran seorang mahasiswa. Dengan berat hati Anggasta menyudahi pelajaran hari ini, beberapa murid ada yang senang dan beberapa lagi ada yang kecewa karena mereka memang sedang mengejar materi kuliah. Anggasta segera pergi menuju ke parkiran mobil, tapi ternyata ada seseorang yang tengah menunggunya tepat di depan kap mobilnya. "Hai, kamu Anggasta kan?" sapa Liza. "Iya, ada apa ya?" "Saya Liza, kedatangan saya kesini ingin memberitahukan soal konferensi pers yang aka

  • 100 Hari Bersamamu   Chapter 8

    Aruna merapihkan kerah kemeja Anggasta yang terlihat sedikit berantakan, mereka harus tampil perfek di depan kamera meskipun semuanya hanya sandiwara. Aruna memakai dress selutut berwarna peach, sedangkan Anggasta memakai setelan celana bahan berwarna krem dan juga kemeja berwarna biru soft. "Lima menit lagi konferensi pers di mulai, tolong jangan buat kesalahan saat wawancara nanti." titah Theana. "Oke mi, aku dan mas Anggasta bakal keluarin statement terbaik ke media." Anggasta gugup, ia terus-menerus menarik nafas lalu membuangnya untuk menghilangkan rasa gugupnya. "Na, aku gak perlu hapalin skrip gitu buat wawancara nanti?" tanyanya. Aruna tertawa mendengar pertanyaan Anggasta, "Kita bukan mau syuting mas, buat apa pake skrip." "Jadi aku harus jawab spontan gitu?" "Iya dong lagian tenang aja mas, urusan itu biar serahin aja ke aku. Aku bakal oper jawaban ke mas yang menurut aku mudah dan bisa mas jawab," Anggasta mengangguk, dan kini waktunya konferensi pers di mulai. Kila

  • 100 Hari Bersamamu   Chapter 9

    Aruna kini tengah sibuk mengacak-acak isi lemarinya dan mengeluarkannya tanpa rasa bersalah, sedangkan di sudut ruangan ada Imah yang tengah melirih karena melihat pakaian-pakaian itu berserakan tidak beraturan. "Bi, aku gak punya baju!" pekik Aruna. "Itu yang non acak-acak kan baju, bukan keset atau lap dapur." ucapnya sedikit agak kesal. "Bi, ini semua tuh udah aku pakai. Malu dong kalau harus di pakai lagi," gerutunya, dan sekarang Aruna beralih ke rak sepatunya. "Tapi kan baru sekali non, apa mau pinjem daster bibi?" Aruna melotot mendengar perkataan Imah, "Bi, ih ada-ada aja! tapi boleh deh aku liat daster punya bibi yang belum di pakai ada gak?" "Eh, non bibi kan cuma bercanda." "Bi, udah nawarin loh. Mana cepet dasternya," Dengan berat hati Imah mengambil daster miliknya yang masih baru untuk diberikan kepada Aruna, daster ini memiliki belahan serut di bagian kanan dan memiliki panjang selutut. Yang paling Aruna suka adalah model dari bahunya yaitu model off shoulder, A

Latest chapter

  • 100 Hari Bersamamu   Chapter 116 (End)

    Hingga setengah tahun pernikahan, Aruna masih belum juga menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Anggasta memang tidak pernah membahas ataupun menyinggung soal anak, tapi sejujurnya Aruna sudah ingin merasakan kembali rasanya mengandung dan menjadi calon ibu. Saat melihat tetangga yang sedang hamil ataupun memiliki bayi, rasa iri dan sedih di hati Aruna langsung muncul secara bersamaan. Aruna takut jika ia memang benar-benar tidak bisa mengandung dan memiliki anak, Aruna takut jika suatu saat Anggasta berubah pikiran dan menginginkan seorang anak darinya tapi ia tidak bisa mewujudkan yang Anggasta inginkan. "Sayang kamu kenapa?" tanya Anggasta seraya menghapus air mata Aruna."Aku cuma sedih aja, udah setengah tahun umur pernikahan kita tapi gak ada sedikitpun tanda-tanda kalau aku akan hamil.""Gak usah pikirin hal itu sayang, udah aku bilang berkali-kali kan kalau kita memang gak di takdirkan menjadi orang tua aku tetap akan mencintai dan menerima keadaan kamu." Anggasta mengelus pelan

  • 100 Hari Bersamamu   Chapter 115

    Satu minggu kemudian, "Saya terima nikah dan kawinnya Aruna Clarabella Gistara binti Rei Takahiro dengan mas kawin tersebut tunai," ucap Anggasta lantang di hadapan semua saksi dan tamu undangan. "Bagaimana bapak-bapak? sah?" tanya penghulu. Semua orang serempak mengucapkan kata sah, mulai detik ini Aruna resmi menjadi istrinya Anggasta. Setelah ijab qobul selesai, Anggasta membawa Aruna ke meja inti untuk bergabung bersama kedua orang tua mereka. Tidak ada pelaminan disini dan hanya menyediakan meja untuk pengantin beserta keluarga juga meja untuk para tamu undangan, Anggasta sengaja tidak membuat konsep pelaminan karena Aruna tidak ingin menjadi pusat perhatian orang-orang. Raja terpaku di balik stir mobil, rasanya berat sekali untuk masuk ke dalam gedung dan melihat Aruna menjadi istri orang lain. Seharusnya ia yang menjadi suami Aruna bukan Anggasta, semua impiannya berantakan karena perjodohannya dengan Celine. Hingga detik ini Raja belum bisa menerima Celine di hatinya meski

  • 100 Hari Bersamamu   Chapter 114

    Pagi hari saat Aruna dan Ayara sedang sarapan, mereka di kejutkan dengan kedatangan Rajasa beserta keluarganya dengan membawa barang hantaran lamaran yang cukup banyak. Ayara memang menyuruh Anggasta menunjukkan keseriusannya pada Aruna dalam waktu dekat, tapi ia tidak menyangka jika Anggasta datang pagi ini juga untuk menunjukkan keseriusannya. "Maaf, saya tidak menyiapkan apapun untuk keluarga pak Rajasa." ucap Ayara kikuk. "Tidak apa-apa Ayara, saya tau Anggasta lupa mengabari kamu karena dia terlalu sibuk kemarin menyiapkan semua ini." sahut Rajasa. Di sebelah Ayara Aruna duduk dengan tatapan tanpa ekspresi menatap semua orang, sedangkan di hadapannya ada Anggasta yang nampak gugup setengah mati. Setelah melewati obrolan panjang lebar antar dua keluarga, kini tinggal Aruna yang menjawab permintaan Rajasa tentang lamaran Anggasta. "Bagaimana sayang? apa kamu menerima lamaran Anggasta?" tanya Ayara karena Aruna tidak kunjung membuka suara. Aruna menarik nafas panjang dan menghe

  • 100 Hari Bersamamu   Chapter 113

    Setelah menghabiskan waktunya seharian bersama Anggasta, kini Aruna tertidur pulas setelah menyantap pancake buatan Anggasta. Meskipun ia belum bisa menerima kehadiran Anggasta, namun kedatangan Anggasta hari ini membuatnya sedikit terhibur setelah beberapa hari ia habiskan sendirian di rumah tanpa teman mengobrol. Saat kedua mata Anggasta hendak terpejam menyusul Aruna, tiba-tiba pintu kamar Aruna di buka oleh seseorang. "Anggasta?!" "Mamah eh maksudnya tante Ayara," "Sedang apa kamu di kamar Aruna, Anggasta?" tanya Ayara berbisik, matanya melotot menatap Anggasta tidak suka. "Tante, kita ngobrol di luar aja ya? Aruna baru aja tertidur." Ayara mengangguk dan melangkah lebih dulu keluar dari kamar Aruna, di ruang tamu ia duduk bagaikan nyonya besar yang siap menginterogasi anak buahnya. Anggasta mengambil posisi duduk bersebrangan dari Ayara, ia sudah siap dengan hal apapun yang akan Ayara katakan padanya bahkan sebuah penghinaan. "Kalau kamu ada di sini, saya bisa tebak pasti k

  • 100 Hari Bersamamu   Chapter 112

    "Alisya," panggil Aruna untuk yang ke sekian kalinya, namun asisten rumah tangganya itu tidak kunjung datang.Aruna cukup kerepotan tanpa seorang perawat yang membantunya untuk berpindah posisi ataupun mengambil barang, apalagi Alisya tidak selalu ada di rumah entah kemana ia pergi. Semenjak Takahiro meninggal pekerja di rumah ini di kurangi hingga tersisa dua orang saja dan satu penjaga keamanan di depan, juga satu orang supir kantor yang di panggil bekerja di rumah jika Ayara sedang membutuhkan supir. "Alisya, Tuti!" panggil Aruna mulai tidak sabaran. Tenggorokan Aruna rasanya sudah kering sekali, tapi air yang tersedia di kamar sudah habis. Entah kemana perginya dua asisten rumah tangga itu, sampai Aruna memanggil dan menunggu hampir setengah jam lamanya mereka tidak kunjung datang juga. Mau tidak mau Aruna terpaksa mengambil air di dapur sendirian jika begini, Aruna menyeret tubuhnya menuju tepi kasur dan saat hendak menyentuh nakas untuk menarik kursi roda pijakan tangannya ter

  • 100 Hari Bersamamu   Chapter 111

    Setelah kemarin Anggasta yang datang, kini gantian Rajasa dan Kinan yang datang menemuinya. Meskipun mereka mengatakan hanya ingin menjenguk keadaannya sekaligus bersilaturahmi, tapi Aruna yakin mereka ingin mencoba meluluhkan hatinya untuk menerima Anggasta kembali dengan cara yang halus. "Gimana kabar kamu nak?" tanya Kinan. "Seperti yang ibu lihat, saya masih di kursi roda sampai sekarang." Aruna tersenyum tipis dengan nada bicara yang sedikit sarkastik. "Oh iya mamah kamu kemana Aruna?" tanya Rajasa. "Mamah masih d Taiwan pak Rajasa, rencananya baru pulang besok." sahut Aruna. "Panggil saja saya ayah seperti dulu, Aruna." "Maaf pak, tapi sekarang Aruna bukan lagi menantu pak Rajasa. Yang lebih berhak memanggil pak Rajasa ayah ya istri mas Anggasta yang selanjutnya nanti," sahut Aruna. Kinan dan Rajasa terdiam sejenak, sepertinya meluluhkan kembali hati Aruna tidak bisa tergesa-gesa tapi mereka tidak mau menyerah demi Anggasta. Untuk mengalihkan pembicaraan, Kinan mengajak

  • 100 Hari Bersamamu   Chapter 110

    "Nona Aruna, itu mas Anggasta kan?" tunjuk supir Ayara ke halaman rumah Takahiro yang sekarang menjadi milik Aruna. Aruna menajamkan penglihatannya di tengah gelapnya halaman rumah, ternyata itu benar-benar Anggasta dengan bola mata yang memerah seperti habis menangis juga kelopak matanya yang sembab. "Pak, tolong bantu saya turun." pinta Aruna. "Nona Aruna mau menemui mas Anggasta?" "Turunkan saja saya pak, jangan banyak tanya." sahutnya. Dari kejauhan Anggasta menatapnya sendu dan penuh kerinduan, ingin rasanya Anggasta memeluk Aruna dan menatap wajah yang selalu ia rindukan selama tiga tahun ini. Hati Anggasta yang selama ini terasa mati saat berhadapan lawan jenis, kini mulai berdesir kembali saat melihat wajah Aruna meskipun Aruna hanya menatapnya tanpa ekspresi."Mau apa mas datang kesini?" tanya Aruna setelah posisinya dekat dengan Anggasta. "Na, kamu apa kabar?" tanya Anggasta. "Aku tanya mas Anggasta mau apa datang kesini?" Anggasta menghela nafas pelan, "Na, apa bena

  • 100 Hari Bersamamu   Chapter 109

    Setelah mengambil keputusan secara matang, Raja dan Aruna akhirnya memutuskan untuk pulang ke Indonesia dan menyudahi pengobatan Aruna di Jepang. Awalnya keputusan ini di tentang oleh Ayara, tapi setelah Aruna berusaha meyakinkannya akhirnya Ayara mau mengalah dan menerima keputusan mereka. Setelah menempuh perjalanan udara hampir delapan jam, mereka akhirnya tiba di Bandara Soekarno Hatta pada pukul tiga sore. Setelah tiga tahun meninggalkan tanah kelahirannya, Aruna akhirnya kembali lagi dengan kondisi yang sama seperti saat tiga tahun yang lalu ia meninggalkan negara ini. Tidak ada yang menjemput kedatangan mereka di bandara, Ayara sedang melakukan perjalanan bisnis ke Taiwan sedangkan dari pihak keluarga Raja tidak memungkinkan untuk menjemputnya. Firman sedang sibuk-sibuknya mengurus rumah sakit keluarga Hirawan, dan Haga yang sudah menetap di Dubai sejak tiga tahun yang lalu setelah menghadiri acara pernikahan mantan kekasihnya. Raja tidak mempermasalahkan ketidakhadiran kakak-

  • 100 Hari Bersamamu   Chapter 108

    Tiga tahun kemudian,POV Anggasta"Selamat sore pak Anggasta, hati-hati di jalan pulang." sapa penjaga keamanan kampus."Iya terimakasih pak kumis," sahutku.Tiga tahun berlalu aku lewati tanpa kamu, Aruna Clarabella Gistara. Tiga tahun aku lewati rasa sakit dan sepi ini sendirian, dengan di bubuhi sedikit mimpi kalau suatu saat kamu akan kembali padaku dengan senyum cantikmu yang selalu membuatku jatuh cinta. Tiga tahun aku mencoba move on darimu, meski begitu aku tidak pernah berniat mengganti posisi kamu dengan perempuan lain di hati ini. Kamu tetaplah ratu di dalam hatiku, namamu selalu bertakhta indah di hati ini. Bagaimana kabar kamu sekarang sayang? Apa kamu bahagia hidup tanpa aku? Apa kamu sudah menemukan lelaki yang membuatmu bahagia? Aku penasaran, tapi aku juga tidak mau tau karena aku takut cemburu jika tau kamu sudah bahagia bersama lelaki lain. Pernah satu kali aku mencari tau kabarmu lewat dokter Firman, dia bilang kamu bahagia sekarang dan semakin lengket dengan

DMCA.com Protection Status