Alvira mengerjap matanya perlahan. Hal yang pertama dilakukannya ialah melihat jam yang melekat di dinding. Betapa kagetnya Alvira ketika melihat jam telah menunjukkan pukul 18:16, dengan cepat ia beranjak dari tempat tidur dan berlari kecil menuju kamar mandi. Alvira mandi dengan cepat, karena lupa membawa baju ganti maka dirinya pelan-pelan membuka pintu kamar mandi dan menoleh sejenak ke arah Daffin. Namun, Daffin tidak ada di tempatnya. Alvira kaget saat melihat Daffin sudah berada di depannya. Karena fokusnya tadi hanya ke sofa di mana Daffin tidur.
“Elo, kageti aja!” seru Alvira dengan memegang kuat handuk yang melingkar di tubuhnya.
“Elo ngapain ngintip-ngintip gitu?” tanya Daffin.
“Ehm, nggak apa,” sahut Alvira sambil mengaruk kepalanya yang tidak gantal disertai senyumannya.
“Ya sudah keluar sana, gua juga mau mandi,” titah Daffin. Karena dari tadi Alvira masih berada di ambang pintu.
Alvira
Tidak lama Alea datang kembali memberi tahu jika makan malam mereka sudah siapa.Ketiganya langsung berdiri dan menuju meja makan. Alvira masih saja menempel dengan sang ayah.Akhirnya kursi yang berada paling ujung yang biasanya kosong kini sudah terisi. Sang kepala keluarga telah kembali dan duduk di kursinya.Alvira mengambil tempat duduk di sebelah Daffin. Ia melayani Daffin layaknya seorang istri, mengambilkan nasi beserta lauknya.Begitu juga dengan Alea yang melayani Arka.“Wah, makanannya spesial kayanya nih!” celetuk Raka yang melihat menu makanan tidak seperti biasanya.“Uuusstt,” sahut Alea mengutuh Raka diam.“Iya ada daging di kulkas jadi ibu masak aja, kebetulan kita lagi ngumpul semua. Kan jarang-jarang kita kumpul seperti ini. Apalagi sudah ada tambahan anggota,” lanjut Alea menjelaskan.“Sudah makan aja, ngomong nanti,” sahut Arka.Mereka pun makan dengan d
Arka yang baru saja sampai di rumahnya tidak mendapatkan Maya di dalam kamarnya. Arka langsung masuk kamar mandi membersihkan wajahnya bersiap untuk tidur, tanpa mengkhawatirkan Maya.Saat sudah berada di atas tempat tidur dan ingin memejamkan mata, ponselnya bergetar. Iapun kembali bangun dan mengambil ponselnya. Arka merasa heran dengan pesannya. Tidak biasanya Raka mengirimkan pesan pada dirinya. Arka membaca pesan itu dengan sedikit emosi, Maya sudah berani menyakiti sang istri yang dicintai. Niatnya mau tidur diurungkannya, Arka memilih untuk menunggu Maya di ruang keluarga.Tidak lama terdengar suara mobil masuk ke dalam pakiran rumah. Arka langsung berdiri menghampiri Maya.“Kamu ngapain ke rumah Alea?” tanya Raka yang sudah sedikit emosi, kepada Maya.Maya yang baru saja sampai dan ingin beristirahat ternyata di sambut dengan sedikit bentakan oleh Arka.“Emang kenapa?” Maya balik bertanya lagi.Maya terus saja
Dennis dan Alvira begitu sampai di rumah kediaman Mallory mereka disambut oleh sang mami yang memang sudah menunggu mereka sejak tadi.Duduk di teras menjadi pilihan mami saat itu.“Mami!” Seru Alvira saat sudah turun dari mobil Daffin.“Mami kok diluar gini, kena angin malam nggak bagus loh mi,” lanjut Alvira lagi yang sudah berada di depan mami, tidak lupa ia menyalami mami.“Iya, dari tadi papi bilang tunggu di dalam aja mami nggak mau tuh. Mami dari tadi sibuk nunggu kalian,” timpal Papi Ahmad yang muncul dari dalam.“Ayo kita masuk,” ajak Daffin yang juga bsudah berada di antara mereka dengan kedua tangan yang mengeret koper.Alvira masuk sambil merangkul pundak Shela, di belakang Papi Ahmad dan Daffin mengikutinya.“Aku langsung ke kamar ya, mau taruh ini,” izin Daffin yang langsung melanjutkan langkahnya hingga di kamarnya.Meletakkan kopernya, lalu kembali lagi
Alvira tidak langsung menjawab pertanyaan Daffin, ia malah diam dan menatap Daffin dengan tatapan yang sendu. Membuat hati Daffin sedikit tersentuh.Daffin langsung duduk di tepi ranjangnya memandang Alvira yang masih saja betah di tempatnya berdiri tadi.“Kenapa?” tanya Daffin lagi dengan lembut.“Aku tidur di mana?” Cicit Alvira.Terdengar Daffin langsung menghembuskan nafasnya,” di sini lah sama gua, kamu maunya tidur di mana?”“Di situ,” lirih Alvira sambil menujuk ranjang Daffin.“Ya sudah naik, kenapa masih berdiri di situ,” suruhh Daffin lagi.Alvira langsung naik ke atas ranjang. Sudah dua kali tidur seranjang dengan Daffin tapi rasa gugupnya terus ada. Walaupun dirinya belum mengantuk betul tapi Alvira memilih untuk memejamkan matanya sambil memeluk guling. Posisinya kini membelakangi Daffin. Takut akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan makanya Alvira langsung sa
Daffin mengeratkan tangannya di stir mobil, melihat Alvira berjalan dengan pria lain ada rasa yang tidak bisa diungkapnya. Kecewa, sakit atau perih, Daffin belum bisa memastikannya tapi yang jelas dia begitu tidak terima jika Alvira terlihat dengan pria lain selain dirinya.“Apa gua sudah benar-benar jatuh cinta?” gumam Daffin.Daffin memang mengakui jika dirinya sudah mulai menyukai Alvira, tapi Daffin pikir itu hanya perasaan sesaat saja dan akan hilang dengan cepat tapi kenyataannya perasaan itu sepertinya semakin dalam.Daffin mengelengkan kepalanya, berusaha menghalau perasaannya. Kemudian ia kembali menjalankan mobilnya menuju kantornya.Sepanjang jalan bayangan Alvira berjalan bersama pria itu terus berputar di kepalanya. Sampai di kantor Daffin berjalan langsung menuju ruangannya. Para karyawan yang berpapasan dengannya menundukkan kepala tanda hormat pada atasan.Sebelum masuk ke ruangannya, Daffin singgah ke ruangan Reiki. Tan
Di dalam mobil Daffin tengah kesal berkali-kali ia memukul setir mobilnya. Belum hilang rasa kesalnya pada Alvira yang sudah mengabaikannya, datang lagi Clara dengan tingkah sok manjanya itu.“Akan gua beri pelajaran lo,”batin Daffin.Daffin akan sedikit memberi pelajaran pada Alvira yang sudah mengabaikan dirinya. Sampainya di rumah sakit Dennis langsung masuk ke dalam bangunan tinggi itu. Karena belum waktu istirahat dan tidak ingin menganggu istrinya. Daffin memilih untuk menunggu di kursi tunggu bagian depan UGD. Sambil menunggu Daffin melihat-lihat ponselnya.Saat melihat-lihat akun sosial media miliknya, Daffin jadi teringat jika dirinya belum mengetahui akun sosial media milik Alvira.Dengan gerakan tangan yang sedikit cepat Dennis langsung mencarinya. Menulis nama Alvira di sana tapi yang keluar bukanlah Alvira sang istri, melainkan wanita lain.Daffin terus membolak-balik nama Alvira, tapi ia tidak juga menemukannya.&ld
Daffin tidak sengaja melihatnya saat membayar tagihan makanan. Itulah sebabnya Daffin langsung mencium Alvira, ia ingin melihatkan jika dirinya dan Alvira dalam keadaan baik-baik saja. Tidak ada lagi yang berhak atas Alviranya saat ikrar suci itu diucapkannya.Melihat orang yang sejak tadi bersembunyi wajahnya terlihat kesal, barulah Daffin masuk ke dalam mobilnya.Sebelum menjalankan lagi mobilnya Daffin masih bisa melihat pria itu di balik kaca mobilnya. Senyum simpul terbit lagi di bibir Daffin.Merasa begitu puas, karena Kevin terlihat begitu kesal.Iya, yang mengikuti mereka Kevin. Daffin juga sebenarnya tidak tahu pasti apakah Kevin sengaja mengikutinya atau memang bertemu di restoran itu tanpa sengaja. Namun, Daffin sudah sedikit puas karena sudah melihatkan kemesraannya dengan Alvira. Walau awalnya Alvira tidak membalas tapi akhirnya ciuman itu disambut baik Alvira.“Sudah nggak usah malu-malu kita juga sudah sering melakukannya bukan
Kevin terus saja memompa Clara, keduanya mengabaikan suara bell. Suara bell itu berhenti tapi kini suara dering ponsel Clara terdengar nyaring memenuhi ruang. Namun, tetap saja diabaikan dengan dua manusia yang sedang dipenuhi hawa nafsu itu.Kevin terus menaik turunkan tubuhnya, gerakannya itu semakin cepat sampai Lavanya keluar sempurna. Keduanya langsung terbaring lemah dengan posisi Kevin masih berada di atas Clara, karena senjatanya juga belum dilepaskannya. Dibiarkan ditanam di sana lama, untung saja Kevin sempat membuka satu pengamannya, jadi dirinya bisa dengan bebas mengeluarkan apa yang memang harus dikeluarkannya.Lama mereka berdiam diri sambil menutup mata menikmati sisa-sisa kenikmatan yang dirasakan keduanya. Sampai-sampai pintu apartemen dibuka keduanya tidak sadar.Daffin masuk saat dipencet bel tidak ada yang buka, teleponnya juga nggak diangkat, karena takut terjadi sesuatu pada Clara, Daffin pun mencoba untuk memutar handle pintu kayu itu yan
Belum sempat Daffin menjawab panggilan teleponnya suara Alvira dari dalam kamarnya menghentikan pergerakkan tangannya. Kini kakinya melangkah dengan cepat menuju kamar mereka.“Ada apa?” tanya Daffin begitu pintu kayu berwarna putih itu berhasil di bukanya.Terlihat Alvira sedang berdiri di atas ranjang sambil kedua tangannya menahan batrobe matanya mengintari lantai.Daffin jalan mendekat,” Kenapa?” tanyanya lagi.“I-itu ada kecoa besar,” lirih Alvira, membuat Daffin langsung melebarkan senyumnya.“Sama kecoa aja takut. Di mana?” tanya Daffin, dengan posisi yang menunduk mencari keberadaan kecoa yang dibilang oleh wanita tercintanya.“Ada di situ tadi, coba cari di sana,” balas Alvira menunjukkan letak di mana ia bertemu dengan kecoa itu.Alvira menunjuk lantai bawah dekat kamar mandi mereka. Daffin masih berusaha mencarinya.“Apa bibi nggak membersihkan ini apartemen? Kenapa ada kecoa masuk,” gumam Daffin, tanpa mengalihkan perhatiannya dari lantai.“Nah itu dia!”seru Daffin begitu
Panggilan video call masuk di ponsel Daffin. Nama sang mami tercinta tertera di layar pipih itu.“Mami,” ujar Daffin kepada Alvira.“Ya, udah angkat.”Dengan santainya Alvira menyuruh Daffin menjawab panggilan tersebut. Tanpa sadar jika mereka saat ini hanya menggunakan batrobe saja.“Panggilan video call,” ujar Daffin lagi.Seketika Alvira menepuk keningnya mendengar ucapan dari Daffin. Matanya langsung tertuju pada tubuhnya yang hanya berbalut batrobe saja.“Kamu aja yang jawab, bilang aja habis mandi,” usul Alvira.Akhirnya Daffin menggeser icon hijaunya, setelah panggilan itu tidak mau berhenti.“Iya mi,” sapa Daffin begitu terlihat jelas wajah Shela dilayar pipih itu.“Hey, Alvira mana? Mami kangen nih sama dia,” sahut Shela.“Lagi di kamar mandi mi.”“Bagaimana pengobatannya mi?” tanya Daffin lagi.“Lancar Fin, kamu katanya sama Alvira mau ke sini?” terdengar suara sang papi yang berada di sebelah sang istri tercinta.“Maaf mi, Pi, sepertinya kami nggak bisa ke sana soalnya Alvi
Daffin mengerjapkan matanya saat cahaya matahari dari bilik tirai itu mengganggu tidur nyenyaknya. Perlahan ia membuka matanya. Saat mata itu berhasil dibuka, pertama kali yang ia lihat adalah wajah sang istri yang kini tengah berada di dadanya.Kedua sudut bibirnya langsung mengembangkan senyuman yang begitu lebar. Setelah pertempuran semalam yang di lakukan hingga beronde-ronde. Membuat Alvira susah sekali membuka matanya. Hingga saat ini dirinya masih tertidur begitu nyenyaknya di dada Daffin berselimutkan kain tebal yang menutup kedua tubuh mereka yang tidak menggunakan apapun.Daffin bergerak secara pelan, bibirnya kini menyentuh kening Alvira.“Terima kasih atas semua yang kamu berikan saat ini, aku merasa ini adalah hal yang begitu sangat bahagia buatku,” ungkap Daffin pelan sambil memandangi wajah Alvira yang tampak begitu cantik dan natural.Terlihat Alvira mulai bergerak pelan. Namun, ternyata matanya masih tertutup rapat, dan ia hanya berpindah posisi tidur saja yang semak
“Kalau mau bicara soal kerjaan besok saja gua lagi sibuk,” ungkap Daffin lagi dan langsung mematikan sambungan teleponnya. Kemudian ia mematikan ponselnya agar tidak ada lagi yang mengganggu kegiatan malamnya ini.Di seberang sana Reiki yang tadi menelepon bosnya itu sekedar ingin memberitahukan jika mereka besok akan ada pertemuan penting dengan salah satu klien dari luar negeri. Namun, belum sempat Reiki memberitahu sambungan telepon itu sudah diputus Daffin.“Huuft.”Hembusan nafas Reiki terdengar begitu berat. Susah menghadapi sang bos yang moodnya berubah-rubah dan ia sampai saat ini tidak mengetahui sela-nya.Reiki yang masih bingung dengan pertemuan besok apakah akan berlangsung apa tidak. Berbeda dengan Daffin yang kini telah kembali melakukan aktivitas panasnya.Alvira yang tadi duduk di atas meja mini bar telah ia turunkan dan digedongnya diletakkan di sofa living room. Sofa yang mempunyai ukuran hanya
Alvira sudah menyelesaikan mandinya, selama setengah jam ia berada di dalam kamar mandi berendam. Dengan senyum yang lebar ia keluar dan menuju lemari pakaian yang di maksud oleh Daffin tadi.Tubuhnya saat ini terasa sangat begitu segar. Alvira juga sudah memantapkan hatinya jika ia akan menyerahkan semuanya malam ini untuk suaminya tercinta. Makanya ia merendam tubuhnya selain menghilangkan pegal, ia juga ingin agar tubuhnya wangi saat bersama Daffin. Langkahnya ia urungkan menuju lemari, kini Alvira malah duduk di meja rias, ia ingin sedikit mengaplikasikan make up naturalnya dan memberikan semprotan parfum di daerah-daerah tertentu. Tidak lupa ia mengeringkan rambutnya juga.Sudah siap, Alvira ingin mengambil piyama yang katanya Daffin berada di dalam lemari. Namun, saat Alvira buka pintu lemari itu matanya membulat sempurna melihat baju-baju yang bergantung di sana sungguh ia tidak berpikir sampai ke arah sana.“Astaga ini semua?” gumamnya pelan.
Saat ini Alvira tengah bersiap untuk pulang karena jam dinasnya telah usai. Sambil merapikan peralatan dan meja kerjanya matanya melirik ponsel yang berada di atas meja. Takut suaminya menghubungi dirinya.“Sudah mau pulang?” tanya Vita yang tiba-tiba muncul di balik pintu.“Iya, emangnya kenapa?” tanya Alvira.“Enggak paa sih, gua mau ajak keliling bentar. Bisa nggak?”“Em?”Alvira menyahut sambil memicingkan manik matanya merasa aneh dengan permintaan sahabatnya itu.“Biasa aja kali lihatnya nggak usah gitu amat kenapa? Salah gua mau ajak hangout bentar?” celetuk Vita lagi dengan mengibaskan satu tangannya di depan Alvira.“Enggak apa sih, heran aja!” sahut Alvira.“Sudah yuk, keluar,” ajak Alvira lagi sambil meneteskan tasnya keluar ruangan.“Beneran nih nggak bisa?” tanya Vita lagi ingin memastikan.Alvira lan
Kehidupan suami-istri itu terlihat begitu harmonis dan sangat bahagia. Semakin hari Daffin menunjukkan sikap baik, ia selalu memperlakukan Alvira dengan begitu lembut. Alvira menikmati setiap perlakukan Daffin terhadapnya. Namun, tanpa mereka sadari ada seseorang yang terganggu dengan keromantisan keduanya. Ia pun berjanji akan membuat keduanya pecah.Diam-diam Kevin sering mengikuti keduanya melihat Alvira begitu sangat bahagia membuat Kevin murka. Kevin merencanakan sesuatu untuk Alvira. Dengan senyum liciknya ia kembali menjalankan mobilnya saat Alvira sudah lagi tak terlihat oleh pandangannya.Alvira dan Daffin kini sedang berada di rumah sakit, mereka ingin konsultasi ke spesialis kandungan. Padahal Alvira tadinya tidak ingin pergi, karena ia yakin jika mereka akan segera memiliki anak, tanpa melakukan program. Karena keduanya tidak ada masalah.“Ayo masuk,” ajak Daffin saat sudah berada di depan ruang poli kandungan.“Silahka
Daffin tidak mengalihkan pandangannya dari Alvira, “ kamu cantik sekali malam ini?”puji Daffin. “Memangnya kemarin-kemarin aku nggak cantik apa?” protes Alvira. Daffin merapatkan tubuhnya ke tubuh Alvira. “Cantik, tapi saat ini terlihat lebih cantik lagi,” ujar Daffin memuji. “Mau pergi sekarang atau kita diam di kamar seperti ini,” ucap Alvira. Daffin langsung memasang tangannya agar Alvira gandeng. Keduanya keluar dari unit apartemnet dengan tangan Alvira melingkar di lengan Daffin. Daffin membuka pintu mobilnya sportnya dan membawa Alvira melaju membelah jalan raya. Ia akan mengajak Alvira ke sebuah restoran. Restoran yang sudah di bookingnya melalui Reiki sang assisten. Perjalanan mereka akhirnya sampai di restoran. Keduanya jalan bersamaan menuju lokasi yang sudah dipilih Daffin. Saat pintu ruang vvip itu terbuka, Alvira langsung mematung di depan pintu melihat suasana di dalam sana. Pencahayaan yang remang membu
Alvira diam sejenak mendengar pertanyaan dari Daffin. Ia bingung harus menjawab apa. Keraguannya itu terlihat jelas di mata indahnya.“Kamu kenapa? Katakan saja, jika kamu memang memilih dia, aku akan mundur dan memutuskan semuanya dengan baik-baik tapi jika kamu memilih pernikahan ini, aku akan menemani kamu untuk berbicara pada Kevin,” ungkap Daffin pelan, tangannya sudah menggenggam tangan Alvira yang berada di pahanya.Dengan keberanian yang sedikit, akhirnya Alvira menceritakan apa yang sebenarnya ia rasakan saat ini.“Sebenarnya aku juga memiliki perasaan yang sama seperti kamu, hanya saja aku tidak berani untuk mengungkapkannya mengingat surat perjanjian itu. Akhirnya aku memilih menerima tawaran Kevin dan ibunya dan mencoba melawan perasaan yang sebenarnya,” ungkap Alvira.Tanpa berbicara Daffin langsung maju dan memeluk tubuh Alvira,” terima kasih,” ucapnya.Alvira yang mendapatkan serangan tiba-tiba dar