Alvira tidak langsung menjawab pertanyaan Daffin, ia malah diam dan menatap Daffin dengan tatapan yang sendu. Membuat hati Daffin sedikit tersentuh.
Daffin langsung duduk di tepi ranjangnya memandang Alvira yang masih saja betah di tempatnya berdiri tadi.
“Kenapa?” tanya Daffin lagi dengan lembut.
“Aku tidur di mana?” Cicit Alvira.
Terdengar Daffin langsung menghembuskan nafasnya,” di sini lah sama gua, kamu maunya tidur di mana?”
“Di situ,” lirih Alvira sambil menujuk ranjang Daffin.
“Ya sudah naik, kenapa masih berdiri di situ,” suruhh Daffin lagi.
Alvira langsung naik ke atas ranjang. Sudah dua kali tidur seranjang dengan Daffin tapi rasa gugupnya terus ada. Walaupun dirinya belum mengantuk betul tapi Alvira memilih untuk memejamkan matanya sambil memeluk guling. Posisinya kini membelakangi Daffin. Takut akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan makanya Alvira langsung sa
Daffin mengeratkan tangannya di stir mobil, melihat Alvira berjalan dengan pria lain ada rasa yang tidak bisa diungkapnya. Kecewa, sakit atau perih, Daffin belum bisa memastikannya tapi yang jelas dia begitu tidak terima jika Alvira terlihat dengan pria lain selain dirinya.“Apa gua sudah benar-benar jatuh cinta?” gumam Daffin.Daffin memang mengakui jika dirinya sudah mulai menyukai Alvira, tapi Daffin pikir itu hanya perasaan sesaat saja dan akan hilang dengan cepat tapi kenyataannya perasaan itu sepertinya semakin dalam.Daffin mengelengkan kepalanya, berusaha menghalau perasaannya. Kemudian ia kembali menjalankan mobilnya menuju kantornya.Sepanjang jalan bayangan Alvira berjalan bersama pria itu terus berputar di kepalanya. Sampai di kantor Daffin berjalan langsung menuju ruangannya. Para karyawan yang berpapasan dengannya menundukkan kepala tanda hormat pada atasan.Sebelum masuk ke ruangannya, Daffin singgah ke ruangan Reiki. Tan
Di dalam mobil Daffin tengah kesal berkali-kali ia memukul setir mobilnya. Belum hilang rasa kesalnya pada Alvira yang sudah mengabaikannya, datang lagi Clara dengan tingkah sok manjanya itu.“Akan gua beri pelajaran lo,”batin Daffin.Daffin akan sedikit memberi pelajaran pada Alvira yang sudah mengabaikan dirinya. Sampainya di rumah sakit Dennis langsung masuk ke dalam bangunan tinggi itu. Karena belum waktu istirahat dan tidak ingin menganggu istrinya. Daffin memilih untuk menunggu di kursi tunggu bagian depan UGD. Sambil menunggu Daffin melihat-lihat ponselnya.Saat melihat-lihat akun sosial media miliknya, Daffin jadi teringat jika dirinya belum mengetahui akun sosial media milik Alvira.Dengan gerakan tangan yang sedikit cepat Dennis langsung mencarinya. Menulis nama Alvira di sana tapi yang keluar bukanlah Alvira sang istri, melainkan wanita lain.Daffin terus membolak-balik nama Alvira, tapi ia tidak juga menemukannya.&ld
Daffin tidak sengaja melihatnya saat membayar tagihan makanan. Itulah sebabnya Daffin langsung mencium Alvira, ia ingin melihatkan jika dirinya dan Alvira dalam keadaan baik-baik saja. Tidak ada lagi yang berhak atas Alviranya saat ikrar suci itu diucapkannya.Melihat orang yang sejak tadi bersembunyi wajahnya terlihat kesal, barulah Daffin masuk ke dalam mobilnya.Sebelum menjalankan lagi mobilnya Daffin masih bisa melihat pria itu di balik kaca mobilnya. Senyum simpul terbit lagi di bibir Daffin.Merasa begitu puas, karena Kevin terlihat begitu kesal.Iya, yang mengikuti mereka Kevin. Daffin juga sebenarnya tidak tahu pasti apakah Kevin sengaja mengikutinya atau memang bertemu di restoran itu tanpa sengaja. Namun, Daffin sudah sedikit puas karena sudah melihatkan kemesraannya dengan Alvira. Walau awalnya Alvira tidak membalas tapi akhirnya ciuman itu disambut baik Alvira.“Sudah nggak usah malu-malu kita juga sudah sering melakukannya bukan
Kevin terus saja memompa Clara, keduanya mengabaikan suara bell. Suara bell itu berhenti tapi kini suara dering ponsel Clara terdengar nyaring memenuhi ruang. Namun, tetap saja diabaikan dengan dua manusia yang sedang dipenuhi hawa nafsu itu.Kevin terus menaik turunkan tubuhnya, gerakannya itu semakin cepat sampai Lavanya keluar sempurna. Keduanya langsung terbaring lemah dengan posisi Kevin masih berada di atas Clara, karena senjatanya juga belum dilepaskannya. Dibiarkan ditanam di sana lama, untung saja Kevin sempat membuka satu pengamannya, jadi dirinya bisa dengan bebas mengeluarkan apa yang memang harus dikeluarkannya.Lama mereka berdiam diri sambil menutup mata menikmati sisa-sisa kenikmatan yang dirasakan keduanya. Sampai-sampai pintu apartemen dibuka keduanya tidak sadar.Daffin masuk saat dipencet bel tidak ada yang buka, teleponnya juga nggak diangkat, karena takut terjadi sesuatu pada Clara, Daffin pun mencoba untuk memutar handle pintu kayu itu yan
Daffin langsung saja menekan tombol hijau guna menelepon kembali sang papi. Langkah Dennis semakin lebar, ia ingin cepat-cepat sampai di ruangannya.Papi yang diteleponinya tak juga menjawabnya. Reiki yang mengikuti di belakang dari tadi merasa aneh dengan sikap bosnya yang tiba-tiba berjalan cepat sambil terus meletakkan ponselnya di telinga.Saat sudah berada di depan ruangan Daffin, Reiki langsung berjalan mendahului Daffin ingin membukakan pintu kayu itu untuk bosnya.“Fin.”Daffin menghentikan langkahnya, kemudian ia membalikkan tubuhnya.“Pi,” sahutnya.“Ada apa Pi?” tanya Daffin.“Ayo kita masuk dulu,” lanjut Daffin lagi.“Saya permisi ya pak,” ucap Reiki yang langsung pergi menuju ruangannya.Daffin menjawabnya hanya dengan anggukan saja.Kini mereka sudah duduk berhadapan di meja kerja milik Daffin.“Ada apa Pi?” ta
Sampai di rumah keduanya turun secara bersamaan, masih dalam keadaan sama-sama diam. Namun, tangan Daffin mengenggam tangan Alvira. Mereka pun langsung masuk ke dalam kamar.“Siap-siap habis makan malam kita pulang ke apartemen,” titah Daffin.Alvira langsung membola matanya mendengar ucapan Daffin. Alvira mengingat akan ucapan Daffin yang akan menghukumnya nanti malam, jantung Alvira langsung berdetak begitu cepat. Wajahnya berubah menjadi sedikit pucat.“Mati gua!” gumamnya dalam hati.“Kamu kenapa?” tanya Daffin.“Ah, nggak papa kok. Emang kenapa?”Alvira malah balik bertanya. Menutupi kegugupannya kali ini.“Wajahmu tiba-tiba pucat gitu.”“Masa sih, nggak kok,” kilah Alvira.Dirinya langsung berlari menuju meja rias melihat wajahnya di pantulan cermin yang ada di sana. Dipengangnya wajah itu.Daffin yang sedang melepaskan kancing kemejanya
Alvira langsung menghela nafas panjangnya mendengar ucapan Daffin. Sungguh dirinya sangat malas disuruh.“Kenapa harus aku, kamukan bisa cari sendiri,” tolak Alvira.“Tapikan kamu itu istri aku,” balasnya.“Iya tapi hanya untuk sementara.”“Tapi SAH!”Daffin sengaja menekan kata sahnya, biar Alvira mengingat tugas istri sewaktu diucapkan dengan ustadz yang menikahkan mereka.Dengan langkah yang malas, akhirnya Alvira mengikuti perintah Daffin ia pun mengambilkan pakaian Daffin. Tanpa bersuara, Alvira menyiapkan pakaian yang akan digunakan Daffin, pakaian itu diletakkannya di atas ranjang.Selesai dengan tugasnya, Alvira kembali melangkah ke arah pintu. Dirinya ingin segera bergabung dengan sang mami yang sudah menunggu di ruang keluarga.Tapi saat tangan Alvira sudah memengang handle pintu, lagi-lagi Daffin menghentikannya, dan menyuruh Alvira untuk tetap di dalam kamar menunggu d
Daffin melupakan jika dirinya sudah janji akan datang makan malam bersama Clara. Daffin langsung melihat jam yang terletak di dinding kamarnya.Ia pun menggeser icon berwarna hijau.“Elo gimana sih, gua sudah nunggu dari tadi ini. Lo jadikan datang,” cerocos Clara dari sebrang telepon.“Iya sory telat gua datang kok, tunggu aja gua di sana. Tadi ada sedikit masalah tapi sudah selesai kok,” balas Daffin berbohong.“Oke gua tunggu.”“Nit.”Panggilan itupun langsung berakhir, Daffin mengelengkan kepalanya.Alvira yang mendengar percakapan itu hanya diam saja ia memilih untuk duduk di sofa menunggu perintah suaminya kembali. Belum saja bokongnya mendarat sempurna di sofa. Namanya sudah dipanggil lagi dengan Daffin.“Ganti baju kamu, kita akan makan malam. Setelah makan malam kita langsung ke apartemen,” titah Daffin.“Tapi kita kan sudah makan malam,” pr