Sampai di rumah keduanya turun secara bersamaan, masih dalam keadaan sama-sama diam. Namun, tangan Daffin mengenggam tangan Alvira. Mereka pun langsung masuk ke dalam kamar.
“Siap-siap habis makan malam kita pulang ke apartemen,” titah Daffin.
Alvira langsung membola matanya mendengar ucapan Daffin. Alvira mengingat akan ucapan Daffin yang akan menghukumnya nanti malam, jantung Alvira langsung berdetak begitu cepat. Wajahnya berubah menjadi sedikit pucat.
“Mati gua!” gumamnya dalam hati.
“Kamu kenapa?” tanya Daffin.
“Ah, nggak papa kok. Emang kenapa?”
Alvira malah balik bertanya. Menutupi kegugupannya kali ini.
“Wajahmu tiba-tiba pucat gitu.”
“Masa sih, nggak kok,” kilah Alvira.
Dirinya langsung berlari menuju meja rias melihat wajahnya di pantulan cermin yang ada di sana. Dipengangnya wajah itu.
Daffin yang sedang melepaskan kancing kemejanya
Alvira langsung menghela nafas panjangnya mendengar ucapan Daffin. Sungguh dirinya sangat malas disuruh.“Kenapa harus aku, kamukan bisa cari sendiri,” tolak Alvira.“Tapikan kamu itu istri aku,” balasnya.“Iya tapi hanya untuk sementara.”“Tapi SAH!”Daffin sengaja menekan kata sahnya, biar Alvira mengingat tugas istri sewaktu diucapkan dengan ustadz yang menikahkan mereka.Dengan langkah yang malas, akhirnya Alvira mengikuti perintah Daffin ia pun mengambilkan pakaian Daffin. Tanpa bersuara, Alvira menyiapkan pakaian yang akan digunakan Daffin, pakaian itu diletakkannya di atas ranjang.Selesai dengan tugasnya, Alvira kembali melangkah ke arah pintu. Dirinya ingin segera bergabung dengan sang mami yang sudah menunggu di ruang keluarga.Tapi saat tangan Alvira sudah memengang handle pintu, lagi-lagi Daffin menghentikannya, dan menyuruh Alvira untuk tetap di dalam kamar menunggu d
Daffin melupakan jika dirinya sudah janji akan datang makan malam bersama Clara. Daffin langsung melihat jam yang terletak di dinding kamarnya.Ia pun menggeser icon berwarna hijau.“Elo gimana sih, gua sudah nunggu dari tadi ini. Lo jadikan datang,” cerocos Clara dari sebrang telepon.“Iya sory telat gua datang kok, tunggu aja gua di sana. Tadi ada sedikit masalah tapi sudah selesai kok,” balas Daffin berbohong.“Oke gua tunggu.”“Nit.”Panggilan itupun langsung berakhir, Daffin mengelengkan kepalanya.Alvira yang mendengar percakapan itu hanya diam saja ia memilih untuk duduk di sofa menunggu perintah suaminya kembali. Belum saja bokongnya mendarat sempurna di sofa. Namanya sudah dipanggil lagi dengan Daffin.“Ganti baju kamu, kita akan makan malam. Setelah makan malam kita langsung ke apartemen,” titah Daffin.“Tapi kita kan sudah makan malam,” pr
Clara masih bengong melihat Daffin juga Alvira.Daffin yang bingung langsung menyadarkan Clara.“Jadi gua berdiri aja nih di sini?” tanya Daffin.“Ah, iya. Duduk, ayo duduk,” suruh Clara pada akhirnya.Daffin dan Alvira langsung duduk berhadapan dengan Clara yang melihat ke arah Alvira dengan sedikit sinis. Clara melambaikan tangannya memanggil pelayan yang berdiri tidak jauh dari tempatnya.“Kalian pesan aja ya,” suruh Clara saat pelayan resto itu datang.“Kami sudah makan, aku minum aja deh. Kamu sayang?” tanya Daffin pada Alvira sengaja Daffin melihatkan kemesraannya di depan Clara.“Sama aku juga minum aja deh,” jawab Alvira.Daffin langsung menyebutkan minum yang dipesannya.“Kenapa nggak makan?” tanya Clara.“Masih kenyang gua,” sahut Daffin yang masih melingkarkan tangannya di punggung Alvira.“Sendiri aja, paca
Alvira masih menatap Daffin tapi pikirannya kini sudah jalan ke mana-mana. Daffin mencoba melambaikan tangannya di depan wajah Alvira. Alvira langsung mengahlikan pandangannya. “Habisi buahnya, setelah itu kita ke kamar,” ajak Daffin. Ucapan Daffin itu berhasil membuat jantung Alvira kembali berdetak begitu cepat, sungguh dirinya binggung harus melakukan apa.”Tamat riwayat gua,” batin Alvira. “Tapi kenapa harus di kamar?” lanjut Alvira yang membatin dalam hati. Sambil mengunyah menghabiskan buah yang dipotongnya, ia pun berpikir hukuman apa yang akan didapatnya. Mengepel lantaikah atau membersihkan apartemennya ini? “Sudah ayo,” ajak Daffin lagi yang sudah menarik Alvira untuk berdiri dan mengajaknya untuk masuk ke dalam kamar. “Sumpah jantung gua mau lepas,” batin Alvira lagi. “Kamu bersih-bersih dulu sana,” suruh Daffin lagi yang mendorong pelan tubuh Alvira di depan kamar mandi. Sebelum masuk kamar mandi dan tidak in
Saat ini Daffin dan Alvira sedang menuju rumah sakit. Raka tadi menelepon memberi tahu jika sang ayah dilarikan ke rumah sakit karena terkena serangan jantung. Alvira tidak berhenti menanggis sejak tadi, tangisnya terdengar begitu lirih, Daffin mencoba untuk menenangkannya, tangan Daffin mengelus lembut lengan Alvira. Satu tangannya lagi difokuskan untuk memengang stir kendali. Sampainya di rumah sakit Alvira langsung keluar tanpa mempedulikan Daffin yang teriak memanggil namanya. Langkahnya begitu lebar, ia ingin segera sampai di tempat di mana ayahnya dirawat. Daffin yang melihat Alesya sudah mulai menjauh dengan cepat ia menyusulnya. Ia berlari kecil agar sampai di tempat Alvira. Alvira mematung melihat ibu dan juga adiknya masih berdiri menunggu pintu perawatan sang ayah di buka. Di tempat berbeda tidak jauh dari tempat ibunya ada Tante Maya yang juga menunggu di sana. Langkah yang tadi cepat kini menjadi pelan, Daffin yang sudah sampai, l
Alvira di dampingi Daffin masuk ke dalam ruangan seba putih itu. Ia mendekat dan duduk di sisi Pria yang sangat dicintainya, cinta pertamanya terlihat lemah di atas tempat tidur dengan selang yang menempel dibeberapa bagian tubuhnya. Hening, hanya suara mesin yang terdengar di telinga mereka.Alvira sudah tidak mampu untuk berkata, ia hanya diam menatap sang ayah. Di pandangnya wajah yang pucat itu, dengan air mata yang tak henti keluar.Perlahan diambilnya tangan sang ayah lalu diciumnya hingga berkali-kali,” Bangun yah,” lirihnya.Daffin yang berada di belakangnya bisa merasakan apa yang sedang dialami istrinya, ia juga pernah ada dalam situasi seperti ini. Daffin mencoba untuk membuat Alvira tenang, dielusnya pundak sang istri dengan lembut. Sesekali ia mencium puncak kepala Alvira.Suara Alvira yang semakin terdengar lirih itu membuat Daffin lebih dekat lagi. Iapun berlutut di depan Alvira mensejajarkan dirinya dengan wanita yang tel
Selesai mandi Alvira langsung kembali ke kamar ibunya, melihat ibunya di dalam sana. Perlahan Alvira membuka pintu itu, langkahnya pelan masuk ke dalam sana.Alvira mendekat ke arah tempat tidur saat melihat sang ibu sudah terbaring di sana dengan pakaian yang sudah ganti. Alea tertidur setelah menyegarkan tubuhnya, matanya lelah akibat menanggis sama hal dengan Alvira.Semalaman tidak tidur membuat Alea ngantuk dan langsung tertidur, tapi sebelum ia memejamkan matanya, Alea menelepon putranya menanyakan kabar suami tercintanya.Alvira yang melihat ibunya sudah begitu pulas, iapun kembali menutup pintu kamar itu dan masuk kembali ke kamarnya.“Kenapa?” tanya Daffin saat melihat Alvira kembali.“Ibu sudah tidur,” sahutnya dengan suara yang masih serak.“Ya sudah kamu tidur aja juga, setelah tidur baru ku antar ke rumah sakit lagi,” suruh Daffin.Alvira langsung naik ke atas ranjang, merebahkan tubuhn
Perlahan tangan Maya bergerak di atas selang menjauhkan selang itu dari saluran pernafasan sang suami, matanya memutar mengintari ruangan yang tidak besar itu berjaga-jaga jika ada seseorang yang tiba-tiba datang.Ternyata belum berhasil rencananya pintu kayu berwarna putih itu terbuka perlahan. Dengan gerakan cepat ia berhasil meletakkanya di tempat semula. Dan duduk kembali di kursi dengan wajah teduhnya.“Lo ngapain lagi di sini?” tanya Raka melihat Maya di samping ayahnya.“Jaga suami gua lah,” sahutnya sinis.“Lo pergi atau mau gua panggil keamanan buat ngusir lo?”Tanpa menjawab, Maya langsung berdiri dan meninggalkan tempat itu.Raka bernafas lega, karena tadi saat minum kopi ia mempunyai firasat buruk tentang ayahnya itu untung saja ayahnya masih dalam keadaan aman.“Yah, bangun. Ayah sudah janji sama kita akan tinggal sama-sama lagi. Aku masih ingin belajar sama ayah lebih banyak lagi
Belum sempat Daffin menjawab panggilan teleponnya suara Alvira dari dalam kamarnya menghentikan pergerakkan tangannya. Kini kakinya melangkah dengan cepat menuju kamar mereka.“Ada apa?” tanya Daffin begitu pintu kayu berwarna putih itu berhasil di bukanya.Terlihat Alvira sedang berdiri di atas ranjang sambil kedua tangannya menahan batrobe matanya mengintari lantai.Daffin jalan mendekat,” Kenapa?” tanyanya lagi.“I-itu ada kecoa besar,” lirih Alvira, membuat Daffin langsung melebarkan senyumnya.“Sama kecoa aja takut. Di mana?” tanya Daffin, dengan posisi yang menunduk mencari keberadaan kecoa yang dibilang oleh wanita tercintanya.“Ada di situ tadi, coba cari di sana,” balas Alvira menunjukkan letak di mana ia bertemu dengan kecoa itu.Alvira menunjuk lantai bawah dekat kamar mandi mereka. Daffin masih berusaha mencarinya.“Apa bibi nggak membersihkan ini apartemen? Kenapa ada kecoa masuk,” gumam Daffin, tanpa mengalihkan perhatiannya dari lantai.“Nah itu dia!”seru Daffin begitu
Panggilan video call masuk di ponsel Daffin. Nama sang mami tercinta tertera di layar pipih itu.“Mami,” ujar Daffin kepada Alvira.“Ya, udah angkat.”Dengan santainya Alvira menyuruh Daffin menjawab panggilan tersebut. Tanpa sadar jika mereka saat ini hanya menggunakan batrobe saja.“Panggilan video call,” ujar Daffin lagi.Seketika Alvira menepuk keningnya mendengar ucapan dari Daffin. Matanya langsung tertuju pada tubuhnya yang hanya berbalut batrobe saja.“Kamu aja yang jawab, bilang aja habis mandi,” usul Alvira.Akhirnya Daffin menggeser icon hijaunya, setelah panggilan itu tidak mau berhenti.“Iya mi,” sapa Daffin begitu terlihat jelas wajah Shela dilayar pipih itu.“Hey, Alvira mana? Mami kangen nih sama dia,” sahut Shela.“Lagi di kamar mandi mi.”“Bagaimana pengobatannya mi?” tanya Daffin lagi.“Lancar Fin, kamu katanya sama Alvira mau ke sini?” terdengar suara sang papi yang berada di sebelah sang istri tercinta.“Maaf mi, Pi, sepertinya kami nggak bisa ke sana soalnya Alvi
Daffin mengerjapkan matanya saat cahaya matahari dari bilik tirai itu mengganggu tidur nyenyaknya. Perlahan ia membuka matanya. Saat mata itu berhasil dibuka, pertama kali yang ia lihat adalah wajah sang istri yang kini tengah berada di dadanya.Kedua sudut bibirnya langsung mengembangkan senyuman yang begitu lebar. Setelah pertempuran semalam yang di lakukan hingga beronde-ronde. Membuat Alvira susah sekali membuka matanya. Hingga saat ini dirinya masih tertidur begitu nyenyaknya di dada Daffin berselimutkan kain tebal yang menutup kedua tubuh mereka yang tidak menggunakan apapun.Daffin bergerak secara pelan, bibirnya kini menyentuh kening Alvira.“Terima kasih atas semua yang kamu berikan saat ini, aku merasa ini adalah hal yang begitu sangat bahagia buatku,” ungkap Daffin pelan sambil memandangi wajah Alvira yang tampak begitu cantik dan natural.Terlihat Alvira mulai bergerak pelan. Namun, ternyata matanya masih tertutup rapat, dan ia hanya berpindah posisi tidur saja yang semak
“Kalau mau bicara soal kerjaan besok saja gua lagi sibuk,” ungkap Daffin lagi dan langsung mematikan sambungan teleponnya. Kemudian ia mematikan ponselnya agar tidak ada lagi yang mengganggu kegiatan malamnya ini.Di seberang sana Reiki yang tadi menelepon bosnya itu sekedar ingin memberitahukan jika mereka besok akan ada pertemuan penting dengan salah satu klien dari luar negeri. Namun, belum sempat Reiki memberitahu sambungan telepon itu sudah diputus Daffin.“Huuft.”Hembusan nafas Reiki terdengar begitu berat. Susah menghadapi sang bos yang moodnya berubah-rubah dan ia sampai saat ini tidak mengetahui sela-nya.Reiki yang masih bingung dengan pertemuan besok apakah akan berlangsung apa tidak. Berbeda dengan Daffin yang kini telah kembali melakukan aktivitas panasnya.Alvira yang tadi duduk di atas meja mini bar telah ia turunkan dan digedongnya diletakkan di sofa living room. Sofa yang mempunyai ukuran hanya
Alvira sudah menyelesaikan mandinya, selama setengah jam ia berada di dalam kamar mandi berendam. Dengan senyum yang lebar ia keluar dan menuju lemari pakaian yang di maksud oleh Daffin tadi.Tubuhnya saat ini terasa sangat begitu segar. Alvira juga sudah memantapkan hatinya jika ia akan menyerahkan semuanya malam ini untuk suaminya tercinta. Makanya ia merendam tubuhnya selain menghilangkan pegal, ia juga ingin agar tubuhnya wangi saat bersama Daffin. Langkahnya ia urungkan menuju lemari, kini Alvira malah duduk di meja rias, ia ingin sedikit mengaplikasikan make up naturalnya dan memberikan semprotan parfum di daerah-daerah tertentu. Tidak lupa ia mengeringkan rambutnya juga.Sudah siap, Alvira ingin mengambil piyama yang katanya Daffin berada di dalam lemari. Namun, saat Alvira buka pintu lemari itu matanya membulat sempurna melihat baju-baju yang bergantung di sana sungguh ia tidak berpikir sampai ke arah sana.“Astaga ini semua?” gumamnya pelan.
Saat ini Alvira tengah bersiap untuk pulang karena jam dinasnya telah usai. Sambil merapikan peralatan dan meja kerjanya matanya melirik ponsel yang berada di atas meja. Takut suaminya menghubungi dirinya.“Sudah mau pulang?” tanya Vita yang tiba-tiba muncul di balik pintu.“Iya, emangnya kenapa?” tanya Alvira.“Enggak paa sih, gua mau ajak keliling bentar. Bisa nggak?”“Em?”Alvira menyahut sambil memicingkan manik matanya merasa aneh dengan permintaan sahabatnya itu.“Biasa aja kali lihatnya nggak usah gitu amat kenapa? Salah gua mau ajak hangout bentar?” celetuk Vita lagi dengan mengibaskan satu tangannya di depan Alvira.“Enggak apa sih, heran aja!” sahut Alvira.“Sudah yuk, keluar,” ajak Alvira lagi sambil meneteskan tasnya keluar ruangan.“Beneran nih nggak bisa?” tanya Vita lagi ingin memastikan.Alvira lan
Kehidupan suami-istri itu terlihat begitu harmonis dan sangat bahagia. Semakin hari Daffin menunjukkan sikap baik, ia selalu memperlakukan Alvira dengan begitu lembut. Alvira menikmati setiap perlakukan Daffin terhadapnya. Namun, tanpa mereka sadari ada seseorang yang terganggu dengan keromantisan keduanya. Ia pun berjanji akan membuat keduanya pecah.Diam-diam Kevin sering mengikuti keduanya melihat Alvira begitu sangat bahagia membuat Kevin murka. Kevin merencanakan sesuatu untuk Alvira. Dengan senyum liciknya ia kembali menjalankan mobilnya saat Alvira sudah lagi tak terlihat oleh pandangannya.Alvira dan Daffin kini sedang berada di rumah sakit, mereka ingin konsultasi ke spesialis kandungan. Padahal Alvira tadinya tidak ingin pergi, karena ia yakin jika mereka akan segera memiliki anak, tanpa melakukan program. Karena keduanya tidak ada masalah.“Ayo masuk,” ajak Daffin saat sudah berada di depan ruang poli kandungan.“Silahka
Daffin tidak mengalihkan pandangannya dari Alvira, “ kamu cantik sekali malam ini?”puji Daffin. “Memangnya kemarin-kemarin aku nggak cantik apa?” protes Alvira. Daffin merapatkan tubuhnya ke tubuh Alvira. “Cantik, tapi saat ini terlihat lebih cantik lagi,” ujar Daffin memuji. “Mau pergi sekarang atau kita diam di kamar seperti ini,” ucap Alvira. Daffin langsung memasang tangannya agar Alvira gandeng. Keduanya keluar dari unit apartemnet dengan tangan Alvira melingkar di lengan Daffin. Daffin membuka pintu mobilnya sportnya dan membawa Alvira melaju membelah jalan raya. Ia akan mengajak Alvira ke sebuah restoran. Restoran yang sudah di bookingnya melalui Reiki sang assisten. Perjalanan mereka akhirnya sampai di restoran. Keduanya jalan bersamaan menuju lokasi yang sudah dipilih Daffin. Saat pintu ruang vvip itu terbuka, Alvira langsung mematung di depan pintu melihat suasana di dalam sana. Pencahayaan yang remang membu
Alvira diam sejenak mendengar pertanyaan dari Daffin. Ia bingung harus menjawab apa. Keraguannya itu terlihat jelas di mata indahnya.“Kamu kenapa? Katakan saja, jika kamu memang memilih dia, aku akan mundur dan memutuskan semuanya dengan baik-baik tapi jika kamu memilih pernikahan ini, aku akan menemani kamu untuk berbicara pada Kevin,” ungkap Daffin pelan, tangannya sudah menggenggam tangan Alvira yang berada di pahanya.Dengan keberanian yang sedikit, akhirnya Alvira menceritakan apa yang sebenarnya ia rasakan saat ini.“Sebenarnya aku juga memiliki perasaan yang sama seperti kamu, hanya saja aku tidak berani untuk mengungkapkannya mengingat surat perjanjian itu. Akhirnya aku memilih menerima tawaran Kevin dan ibunya dan mencoba melawan perasaan yang sebenarnya,” ungkap Alvira.Tanpa berbicara Daffin langsung maju dan memeluk tubuh Alvira,” terima kasih,” ucapnya.Alvira yang mendapatkan serangan tiba-tiba dar