Share

Chapter 6

Author: nrs_putriy
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

HOPE

"Semua orang pasti memiliki harapan. Namun tak semua harapan bisa berwujud nyata."

✈✈✈

Kegiatan ekstrakurikuler SMA Bakti Nusa selalu diselenggarakan setiap hari sabtu. Usai mengikuti kegiatan belajar, para peserta didik berpencar menuju ekstrakurikuler masing-masing. Mulai dari bidang olahraga, seni, dan lainnya.

Andin telah menetapkan pilihannya untuk mengikuti kegiatan seni lukis yang dipandu oleh wali kelasnya sendiri, Siti. 

Kisaran peserta didik yang mengikuti ekstrakurikuler ini sebanyak 35 peserta yang terdiri dari kelas sepuluh sampai kelas dua belas. Semuanya tergabung menjadi satu kesatuan.

Saat ini mereka tengah berkumpul di ruang seni. Memegangi sebuah kanvas dan alat lukis, mereka begitu khusyuk mendengarkan petuah yang disampaikan Siti.

Ruangan seni sekolah belum cukup memadai. Beberapa kursi yang ada tak dapat menampung seluruh anggota. Mau tak mau sebagian anggota duduk di kursi dan sebagian lagi duduk di lantai. Jangan lupakan senioritas masih kental di sini. Kalian pasti dapat menebak siapa saja yang tempat duduknya berlapis keramik, sudah pasti para junior.

Pasang mata Andin menilik penampilan wanita berumur seperempat abad itu. Mengenakan kemeja putih dengan balutan syal corak macan, belum pula rambut yang dicepol sebesar punuk unta. Tak mengherankan lagi bila dia dijuluki 'Guru Nyentrik' di Bakti Nusa.

Pada pertemuan pertama ini, Siti menyuruh anggotanya membuat satu lukisan bertema alam. Mereka diperbolehkan untuk keluar dari ruangan ini dan mencari objek yang sempurna untuk dilukis.

Andin tahu tempat mana yang wajib dia tuju untuk memuaskan hasrat melukisnya. Dia pun mendatangi perpustakaan seorang diri. Mengingat sosok Andin yang introvert, Andin belum bisa bergaul dengan teman satu ekstrakurikulernya dalam waktu singkat.

Mengapa di perpustakaan? Bukankah harusnya dia melukis alam? Kalian tidak tahu betapa sempurnanya pohon angsana bila dilihat dari jendela perpustakaan. Memiliki khas bunga berwarna kuning, angsana menunjukkan letak keindahannya.

Andin duduk di tempat biasa dia membaca buku. Dia duduk di sana sambil mengamati angsana. Beberapa detik kemudian dia beralih melihat kanvas dan menuangkan imajinasinya dalam bentuk lukisan indah.

Andin begitu larut melukis hingga dia tak sadar bila seseorang berdiri di belakangnya. Cowok itu berdiri cukup lama memandangi lukisannya.

"Cantik," pujinya.

Spontan Andin berpaling padanya. Seorang cowok mengenakan kaos hitam dan bawahan celana sekolah. "Arya."

Arya menarik kursi dan duduk di sampingnya. Dia melihat Andin yang sedari tadi memperhatikannya dengan wajah bingung.

"Lo nggak eskul?"

"Eskul."

"Terus kenapa di sini?"

"Gue mau lihat lo melukis sebentar."

Andin melihat pupil hitamnya membesar. Kontak mata kedua insan itu bertaut cukup lama hingga Andin berpaling melihat kanvasnya dan melanjutkan aktivitas melukis.

Arya masih di sana. Satu tangan menopang wajahnya menghadap Andin. Bila harus jujur, sebenarnya Andin cukup risih ketika seseorang terus memandangnya. Apalagi jika orang itu adalah Arya.

"Kelihatannya warna hijau ini kurang gelep." Arya menunjuk salah satu bagian lukisannya.

Andin menoleh. Menatap tegun monolid eyes Arya.

"Maaf, ya. Gue nggak bermaksud...."

"Makasih," balasnya langsung menambahkan pewarnaan yang diusul Arya.

Seulas senyum Arya tampakkan meski terkesan samar. Dia senang karena Andin menerima usulannya dengan baik. 

"Din," panggilnya.

Andin tak menoleh. Matanya fokus menilik lukisannya.

"Kalau Dealova udah tayang kita nonton sama-sama, yuk?"

Spontan Andin tergemap. Bahkan tangannya yang memegang kuas pun tak bergerak sama sekali. Seakan menjadi manekin dadakan.

Hanya mengandalkan ekor mata Andin dapat meliriknya. Dia tak berani untuk melihat langsung.

Arya beranjak memandangi tubuh mungil Andin. "Gak perlu jawab sekarang, lo bisa jawabnya nanti. Filmnya juga masih lama tayang," pungkasnya tersenyum.

Andin baru berani meliriknya usai dia melangkah pergi. Manik matanya fokus memperhatikan punggung lebar Arya dengan sorotan teduh.

Tangannya menyuluk saku dan mengeluarkan dua kertas putih. Kertas itu selalu dia bawa kapanpun dan dimanapun. Andin memandangi kertas itu cukup lama.

Tuhan, bolehkah aku berharap jika surat ini dikirim olehnya... 

✈✈✈

Andin memicingkan mata melihat dua siswi berdiri di bawah gapura sekolah. Dia dapat mengenali meski terlihat dari sudut belakang. Mereka adalah teman masa kecilnya, Meysa dan Putri.

Mereka selalu pulang bersama melewati gang yang biasa Andin lewati. Bila kelas Putri keluar duluan, dia akan menunggu Meysa dan Andin. Begitupun sebaliknya.

"Maaf lama. Gue nyimpen kanvas dulu di ruang seni," jelas Andin baru saja tiba.

"Iya, Din." Putri mengangguk.

"Din, lo mau ikut kita, nggak?" ajak Meysa memegang pergelangannya.

"Kemana?"

"Ke Perpustakaan Daerah."

"Mau ngapain?"

"Putri mau ngerjain tugas Bahasa Indonesia."

Mengingat saat itu teknologi belum terlalu canggih dan sebagian orang belum memiliki ponsel untuk akses internet, kebanyakan para siswa mengunjungi perpustakaan atau warung internet untuk mengerjakan tugas.

"Keknya nggak, Sya. Gue mau langsung pulang. Ibu udah nungguin di rumah," kilahnya. Padahal alasan sebenarnya ingin menikmati waktu sendiri.

Mereka pun saling melambai dan berpisah jalan. Meysa dan Putri menaiki angkot menuju perpustakaan, sementara Andin menuju rumahnya. Kali ini dia merubah rute melewati jalan besar. Dia bermaksud untuk mampir ke toko kue yang pernah dikunjungi Syafril.

Wewangian roti menyambut kedatangan Andin. Harum semerbak roti yang baru selesai dibuat berkombinasi dengan udara di sekitar. Membuat indra penciuman bertindak egois dan memaksa diri untuk berlama di sini.

Andin menyusuri tiap etalase dan menilik apa saja yang terpajang di sana. Lalu pupilnya fokus pada barisan kue pastri bermacam warna di etalase belakang. Kue pastri atau yang dikenal muffin adalah kue kesukaan Andin dari kecil.

Andin mengedarkan pandangnya ke penjuru ruang. Mencari seorang bercelemek cream, ciri khas pelayan toko ini.

Pelayan itu membungkus kue pastri permintaan Andin--yang notabene berwarna cokelat--dalam paper bag berlogo Lily's Bakery sebagai identitas toko.

Kini Andin berdiri di depan kasir untuk melakukan transaksi. Sekilas dia berpaling ke samping, mengamati keadaan luar dari kaca tembus pandang. Saat ini terjadi hujan susulan.

Andin menghela napas panjang. Dia tak dapat melakukan apapun selain menunggu hujan reda. Dia menghampiri kursi depan dan mendudukinya. Memandangi derasnya hujan membasahi permukaan bumi.

Beberapa kali Andin memperhatikan objek yang melingkar di pergelangan tangannya. Mungkin sudah sepuluh menit dia menunggu.

Dilihatnya kembali keadaan dari balik kaca. Hujan sudah mereda. Segera Andin mengemasi barangnya dan bergegas meninggalkan tempat ini.

Sejenak Andin berdiri di depan pintu toko. Tangannya menengadah ke depan. Bukan untuk mengemis, dia sedang mengukur kecepatan jatuhnya air hujan.

Bulir hujan yang jatuh berdiameter kecil, sama seperti kemarin pagi. Andin terdiam sejenak memikirkan suatu hal. Mungkin tak apa bila Andin menerobos derasnya rintik. Hal semacam ini tak mampu membuatnya deman. Pikirnya.

Saat Andin hendak melangkah pergi, seseorang memegang pergelangan tangannya dari belakang. Andin tak langsung berpaling padanya. Lebih dulu dia melihat sebuah payung hitam menutupi atas kepalanya.

"Tunggu," ungkapnya.

Andin mendapati seorang cowok yang pernah dia temui di kantin. Cowok itu mengenakan seragam sekolah sepertinya.

Andin melirik pergelangannya. Tangan cowok itu masih berada di sana. Beberapa detik kemudian dia melepasnya. Gugup. "Maaf."

Andin masih memandanginya. Dia tidak tahu apakah itu bulir keringat atau air hujan yang mengumpul di keningnya.

"Iya, gapapa."

Tangan cowok itu menengadah. Mengukur diameter hujan seperti yang Andin lakukan tadi. "Masih rintik, Din."

Andin mendongak. Mencari sinar mentari yang terselimuti awan gelap. "Iya, gue tau."

Cowok itu tersenyum memandangnya. Wajah berseri Andin begitu indah dilihat sedekat ini. "Rumah lo di sekitar sini?"

Andin mengangguk. Dia tak melihat wajah cowok itu sekalipun. Matanya fokus melihat jalan raya.

"Dimana?"

"Jalan Anggrek." Andin menunjuk arah kanan.

"Rumah gue juga di jalan Anggrek. Mau barengan? Muat untuk satu penumpang lagi." Cowok itu menggeser payungnya, lebih dominan pada Andin.

Andin terdiam. Cukup lama dia menggantung ajakan cowok itu. "Iya."

Derap langkah kaki berpadu gemercik air hujan, menciptakan harmonisasi yang memecahkan keheningan. Meski memiliki postur tinggi berbeda, keduanya dapat berjalan seirama. Mungkin saja cowok itu menyejajarkan langkahnya atau Andin bisa melangkah besar.

Mereka sama-sama berhenti di depan pagar besi yang cukup tinggi. Salah seorang sibuk memperhatikan sudut rumah bertingkat dua ini. "Ini rumah lo?"

"Iya." Andin mengangguk. "Makasih udah nganterin."

Cowok itu kembali menahan tangan Andin saat dia hendak keluar dari perlindungan payung. "Jangan keluar," amanatnya, "gue anterin sampe teras depan."

Andin menarik diri ke posisi semula, yaitu di dalam perlindungan payung. Badannya terasa hangat karena tak sengaja bersentuhan dengan lawan jenis. Permukaan payung yang tak begitu luas membuat Andin harus lebih dekat dengannya.

Sesuai dengan ucapannya, cowok itu benar mengantar Andin sampai teras rumah. Sejenak matanya beralih melihat perkarangan depan. Sebuah kolam tertata di tengah rerumputan hijau berhasil memikat matanya.

"Makasih," tutur Andin.

Cowok itu menolehnya. Otot sekitar bibirnya menarik hingga membentuk lengkungan tipis. "Dirga. Nama gue Dirga."

"Makasih, Dirga." Andin mengulanginya dengan menyebut nama cowok itu.

Dirga tersenyum kala Andin menyebut namanya. Dia tampak senang. Lalu Dirga melirik benda bulat melingkari pergelangan kirinya. Sudah waktunya dia pulang.

"Gue pulang, Din," pungkasnya melambaikan tangan.

"Iya." Andin mengangguk pelan.

Andin masih berdiri di sana. Manik matanya masih fokus memperhatikan seseorang berjalan menuju pagar rumah. Tak lama dia berbalik menghadap Andin dan tersenyum mungil. "Sampai bertemu lagi."

Related chapters

  • 10 Years Ago   Chapter 7

    LOVE SONG"Ketika seseorang memintamu mendengarkan suatu lagu, maka dengarkanlah. Karena pada lagu itu tersimpan makna tersirat untukmu."✈✈✈Andin mendecis sebal. Kebisingan dari barisan belakang sungguh mengganggunya. Berani sekali mereka berbuat onar kala sesi amanat. Apalagi yang menjadi amanat saat ini adalah Ibu Nis, guru yang sangat dihormati.Andin melirik barisan yang terdiri dari satu orang, itu adalah barisan ketua kelas. Tampaknya Arya tak terganggu dengan kebisingan di barisang belakang. Tentu saja karena jaraknya cukup jauh."Siapa sih yang ribut di barisan belakang?" keluhnya.Meysa melirik ke belakang. Mendapati empat cowok duduk mengapar di lapangan ini. Apa yang sedang mereka lakukan? Apa kalian dapat menebaknya?Beberapa kartu berciri khas gambar koi tergenggam di masing-masing tangan. Tidak, ini bukanlah perjudia

  • 10 Years Ago   Chapter 8

    AWKWARD"Ketika kau bertemu dengan orang yang kau sukai, tanpa sadar kau akan menunjukkan tingkah aneh di depannya."✈✈✈Agustus, 2005.Agustus adalah satu bulan yang sangat berarti bagi Indonesia. Kalian pasti tahu peristiwa apa yang terjadi puluhan tahun lalu pada bulan ini, bukan? Tepatnya 17 Agustus 1945, dimana Ir. Soekarno selaku Bapak Proklamator, memproklamasikan kemerdekaan yang berlatar tempat di rumahnya.Pada hari itu pula berkibarnya saka merah-putih yang dijahit istrinya bernama Fatmawati. Rakyat Indonesia sangat antusias. Sudah saatnya mereka bebas dari belenggu penjajahan dan penindasan.Sambutan hangat dari rakyat tak pernah lepas dari pemasangan bendera di setiap rumah. Ruas jalan pun diramaikan pernak-pernik berwarna yang sama dengan bendera kita.Satu minggu sebelum hari besar, tepatnya tanggal 10 Agustus,

  • 10 Years Ago   Chapter 9

    SCENARIO"Tak ada yang namanya kebetulan di dunia ini. Semua mengikuti skenario yang ada. Entah memang skenario dari Semesta atau skenario yang dia rancang sendiri."✈✈✈Suara yang bersumber dari benda elektronik memecah keheningan di ruangan besar ini. Bila tak ada benda tersebut mungkin suara jangkrik di luar akan terdengar sampai ke dalam rumah. Rumah bertingkat dua itu memang terlihat sunyi. Hanya berpenghuni satu keluarga yang terdiri dari tiga orang.Seorang gadis duduk di atas sofa empuk. Menghiraukan benda di depannya berbicara sendiri. Seakan tak ada artinya benda itu menyala. Dia sedang sibuk. Matanya tak henti mengawasi telepon rumah yang terletak di atas meja. Berharap ada dering panggilan dari seseorang.Wanita yang duduk di samping meliriknya gemas. Anak semata wayangnya itu memasang muka kecut dengan bibir manyun. Kedua tangannya melipat di depan.&nbs

  • 10 Years Ago   Chapter 10

    ABILITY"Tuhan menciptakan manusia dengan kemampuannya masing-masing. Kamu hanya perlu mengeksplorasi diri untuk mengetahuinya."✈✈✈Ketika tujuh belasan, beberapa instansi melakukan kegiatan upacara untuk memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia. Namun yang paling utama dan dihadiri tokoh-tokoh penting adalah upacara yang dilaksanakan di Istana Negara. Diinspekturi Pemimpin Negara yang menjabat di tahun 2005, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono bersama wakilnya Bapak Jusuf Kalla, menyelenggarakan Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-60 tahun. Tentunya upacara ini akan diliput langsung oleh stasiun televisi di Indonesia, baik stasiun televisi negeri maupun swasta.SMA Bakti Nusa turut berperan andil. Seluruh warga sekolah wajib berkumpul di lapangan terlebih dahulu untuk mengikuti serangkaian upacara di hari istimewa ini. Mereka mengenakan seragam sekolah dengan atribut lengkap, mulai dari topi, dasi,

  • 10 Years Ago   Chapter 11

    FRIENDSHIP"Belum sah namanya kalau dalam pertemanan tidak menyukai orang yang sama."✈✈✈"Lo hebat banget, Sep," puji Andin.Cowok itu membuka lebar kedua tangan. Dadanya membusung disertai kepala yang sengaja didongakkan. Ah, sial, dia mulai tinggi hati. Setelah berhasil memenangkan perlombaan babak pertama dan mendapatkan pujian dari beberapa orang, dia menjadi sangat arogan."Iya dong," balasnya. Kedua tangan cowok itu berada di pinggang. Dia semakin berlagak.Sekar memutar bola matanya. Malas menghadapi orang semacam Asep. Sekar yang hendak memujinya terpaksa menguburkan niat itu dalam-dalam. Dia tak ingin Asep semakin tinggi hati.Lain halnya dengan Andin yang menganggap itu gurauan semata. Dia menyambut tingkah Asep dengan tawa kecilnya. Lalu Andin berpaling melihat keadaan sekitar. Banyak sekali orang berlalu-lalang menuju lokasi

  • 10 Years Ago   Chapter 12

    INDECISIVE"Bimbang. Ketika kau ragu untuk memilih bertahan atau melepaskan perasaan yang bahkan belum sempat dinyatakan."✈✈✈Jatuhnya jutaan bulir air di atap halte berhasil menciptakan momentum harmoniasi. Denting itu mengalun seperti irama yang dihasilkan alat musik drum. Seorang gadis berteduh di sana. Menikmati alunan musik abstrak yang tercipta di sekelilingnya.Tangan kanan gadis itu menjulur ke depan. Mengukur kadar kecepatan air yang jatuh membasahi bumi dari hasil prespitasi."Masih deras," tuturnya.Pupil gadis itu meluncur pelan menilik anggota badan sampai jemari kakinya. Blues putih dengan bawahan skinny jeans itu terlihat sedikit basah. Beruntunglah dia sempat berteduh sebelum hujan deras. Lalu dia melirik cepat dari sudut kiri hingga sudut kanan. Hanya beberapa kendaraan saja yang memberanikan diri berlintas kala hujan lokal ini.Kepalanya men

  • 10 Years Ago   Chapter 13

    CONGRATULATION "Seribu ucapan selamat dari orang asing akan berbeda sensasinya dengan satu ucapan selamat dari seseorang yang kamu suka." ✈✈✈ Kicauan burung pingai bertaut dari satu pohon yang mereka hinggapi dan menjuru ke pohon lain. Alunan abstrak itu berhasil menciptakan harmonisasi yang sangat indah. Beberapa peserta didik yang mampu menangkap gelombang suaranya merasa tenang dan damai. Mengalihkan sejenak dari kegiatan yang sangat membosankan ini. Satu per satu peserta didik mengeram jengkel. Mau sampai kapan mereka harus berdiri seperti mendapat hukuman setrap. Mereka terpaksa mendengarkan amanat yang isinya tak jauh berbeda dengan minggu sebelumnya. Sungguh membosankan, bukan? Andin menghela napas panjang. Dalam posisi istirahat dia mencoba untuk meregangkan otot kakinya. Sangat melelahkan. Lalu pupilnya berpindah halus hingga berhenti di sudut akhir. Melirik se

  • 10 Years Ago   Chapter 14

    PLAN "Tidak semua yang direncanakan dapat berjalan baik, tidak semua harapan pula harus menjadi nyata. Jangan bersedih. Semua yang terjadi telah diatur Semesta. Dia tahu mana yang terbaik untukmu." ✈✈✈ Hembusan angin membelai pelan setiap helai rambut panjangnya. Rambut hitam tergerai itu menari-nari mengikuti arus ombak di musim panas. Bersamaan rambut yang tumbuh di permukaan kulitnya berdiri kokoh bagai pohon kaktus. Tangannya mengusap cepat dari pergelangan tangan hingga sikunya yang terpapar hembusan agar menghasilkan panas alami. Giginya tak berhenti gemertak mengikuti alunan abstrak yang dia ciptakan sendiri. Angin malam ini menghadirkan hawa dingin yang tak dia inginkan. Dia beranjak dari kursi. Melunjurkan tangannya demi meraih sudut jendela. Lalu dia menutup rapat jendela itu. Seakan dia menutup akses sang angin malam untuk menginjak kamar tidurnya lagi.

Latest chapter

  • 10 Years Ago   Chapter 45

    ANOTHER SIDE“Bersyukurlah atas apa yang Tuhan takdirkan untukmu. Kamu tidak akan pernah tahu bahwa orang di luar sana menginginkan hidup sepertimu, sedangkan kamu tidak mensyukurinya.”✈✈✈Minggu, 8 Januari 2006Mentari pagi membawa pesan baik kepada semua orang, bahwa hari ini adalah hari yang indah untuk melakukan segala aktivitas. Meski hanya ada satu mentari, dia dapat menemani kita kapan pun dan dimana pun.Andin memperhatikan suasana di sekitarnya dari balik jendela mobil. Para pejalan kaki, para pemotor, para pemobil, para penjual koran, dan yang lainnya telah berperan baik seperti yang Tuhan amanahkan.Mobil sedan itu memperlambat laju hingga menepi di pinggir jalan. Kendaaraan itu berhenti tak jauh dari seorang pedagang yang pernah dia temui beberapa waktu lalu."Kita turun dulu," titah seseorang di sampingnya. Pemilik perut buncit itu membuka sabuk pengaman dan keluar dari mobil.Sejenak Andin melihatnya memberi lambaian tangan pada pedagang itu. Kemudian dia membuka pintu

  • 10 Years Ago   Chapter 44

    NEW YEAR “Semua orang memiliki harapan yang ingin dicapai setiap tahunnya. Dan semoga Semesta mempermudahmu mencapai harapan itu.” ✈✈✈ Ini adalah malam terakhirmu, 2005. Melewati 365 hari dengan rasa duka dan rasa cita. Kami merasakan tumbuh, gagal, lalu bangkit, dan berakhir dengan keberhasilan. Perjalanan panjang itu terasa begitu cepat dan singkat. Rasanya seperti kemarin kami menyambutmu di malam pergantian tahun. Di tahunmu, kamu mempertemukanku dengan seseorang yang baik. Dia mengalihkan semua orang, menjadi pusat perhatian, dan dia juga berhasil meleburkan benteng pertahanan ini. Hanya saja ada satu hal yang mengundang benci, kamu tak membiarkan dia untuk dimiliki. Mungkin tugasmu hanyalah mempertemukan. Lalu kamu menggantinya dengan seseorang yang baik pula. Dengannya rasa bahagia terus mengalir dalam jiwa, mengobati harapan yang telah pupus, dan menumbuhkan kembali harapan baru dengannya. Memang awalnya menentang. Namun semakin hari keputusan itu berubah. Mene

  • 10 Years Ago   Chapter 43

    YOU“Kepadamu yang selalu ada di sampingku, mengisi hari indahku, aku tak bisa lagi menyangkal perasaan ini. Apa yang dikatakan Dewa 19 dalam lagunya benar-benar terjadi padaku, bahwa aku telah mencintaimu.”✈✈✈Riuh suara menggema di dalam gedung berukuran besar. Dua kubu bersahut memberi semangat kepada temannya yang bertanding. Ratusan kertas karton berwarna putih dan merah terbentang di setiap sudut. Warna itu sebagai simbol atau penanda, putih untuk SMA Bakti Nusa, sedangkan merah untuk SMA Gadjah Perkasa.Andin sedikit mengangkat kepala. Manik mata menangkap ratusan orang di sekelilingnya. Mereka duduk di kursi penonton yang berada di atas. Tidak seperti dia yang duduk bersama tim cadangan basket.Lalu manik matanya berpindah pelan ke bawah. Menangkap sosok cowok jangkung berseragam basket dengan nomor punggung 14. Di kepalanya melingkar sebuah benda berwarna putih, menyamakan dengan warna seragamnya.Anak basket sering memakainya ketika bermain. Selain untuk menambah tampilan,

  • 10 Years Ago   Chapter 42

    SOMEDAY“Suatu hari nanti kamu akan menyadari bahwa orang yang layak kamu pilih adalah orang yang selalu ada di sampingmu."✈✈✈"Milo, lihat kamera ini sebentar aja," pinta seorang gadis dengan rambut dicepol. Kamera digital di tangannya mengarah pada seekor kucing berwarna hitam.Milo merealisasikan permintaannya. Kucing itu menoleh dan menatap lama kamera. Andin tersenyum menatap layar. Satu jarinya menekan tombol shutter untuk mengambil gambar.Andin melihat hasil foto dengan menunjukkan lekukan tipis di bibirnya. Dia tersenyum sangat lama. Milo terlihat sangat menggemaskan.Lalu Andin menaruh kameranya di atas meja. Sudah saatnya dia berhenti mengambil foto Milo. Dia pun mendaratkan tulang duduknya di atas sofa. Manik mata fokus pada kucing hitam di sampingnya.Satu tangan membelai rambut halusnya. Kucing itu terlihat sangat senang. Andin terkekeh melihatnya. Sesekali Andin melakukan hal jahil dengan mengacak rambutnya. Lantas Milo langsung menatapnya sinis dan bersiap untuk mener

  • 10 Years Ago   Chapter 41

    YOUTH“Nikmati masa muda dengan mengisi harimu bersama teman atau pun seseorang yang istimewa di hatimu. Penuhi masa ini dengan kebahagiaan, jauhkan sesuatu yang dapat merusaknya.”✈✈✈Seluruh peserta didik berbaris rapi sesuai barisan kelasnya masing-masing. Ribuan pasang mata fokus memperhatikan seorang wanita berdiri di belakang mimbar. Dia berbicara seorang diri di sana. Menyampaikan suatu pengumuman, tak lain mengenai hari libur semester gasal. Jangka waktu libur semester ini tak pernah lebih dari dua minggu. Setelah pengumuman selesai dia turun dari sana. Membiarkan pihak OSIS mengambil alih untuk mengumumkan hasil kegiatan class meeting yang telah diselenggarakan dua hari berturut-turut.Salah satu panitia yang bertugas menyebut kelas pemenang dari setiap lomba. Dari cabang olahraga futsal dia menyebut kelas X IPA-4 sebagai juara pertama. Lantas anak kelas itu langsung bersorak menyambut kemenangan. Mereka melompat girang dan saling merangkul. Ada beberapa kelas lain juga yan

  • 10 Years Ago   Chapter 40

    YOUR PRESENCE“Kehadiranmu berhasil mengubah duniaku, membawaku menuju versi yang lebih baik."✈✈✈Sudah kesekian kali dia menoleh ke kanan. Memandangi seseorang yang sekali pun tak pernah melihatnya. Siswi itu larut menyaksikan pertandingan futsal bersama teman kelasnya.Dia menghela napas berat. Harapannya pupus untuk meminta dia datang dan menyemangatinya di pertandingan final nanti. Dia pun menyadari bahwa tak lama lagi pertandingan segera dimulai. Menghitung detik-detik terakhir saja.Manik matanya beralih tatkala mendengar derap langkah seseorang dari arah depan. Seorang cowok mengenakan seragam basket melangkah menujunya."Muka lo kenapa kusut gitu," celetuk Guntur. Dia duduk di samping Dirga dan merangkul lehernya.Dirga memalingkan wajahnya ke kanan. Kali ini dia mendapati Andin tengah tertawa lepas. Dia begit

  • 10 Years Ago   Chapter 39

    NEVER GIVE UP“Teruslah berusaha hingga kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan. Karena apapun yang kamu usahakan dengan sungguh-sungguh pasti akan membuahkan hasil yang baik.”✈✈✈Andin memandang lama ke utara. Entah sudah berapa menit dia habiskan untuk melihat ke sana. Beberapa orang yang berlari-lari di lapangan itu terekam baik dalam ingatannya.Manik matanya tak berhenti mengawasi pergerakan seorang cowok bernomor punggung 21. Cowok itu bergerak lincah sehingga dia dapat mengelabui musuhnya. Andin memandang kagum ke cowok itu. Pada seorang cowok bernama Arya.Dalam hatinya dia terus menuturkan kalimat-kalimat pembangun dan semangat untuk Arya. Sangat disayangkan dia tak dapat melakukannya secara langsung.Satu tangannya menopang dagu. Dari raut wajah itu dapat tergambar apa yang tengah dia rasakan. Bimbang. Di satu sisi dia ingin menyaksikan

  • 10 Years Ago   Chapter 38

    A STUPID THING“Cukup, berhentilah mencintai seseorang yang tidak akan pernah mencintaimu. Kamu melakukan hal bodoh yang dapat menyiksa dirimu sendiri.”✈✈✈Seorang siswa berseragam basket melangkah percaya diri menujunya. Berjalan dengan seulas senyum melekat di wajahnya. Dari sana tergambar bahwa dia sangat bahagia. Ah, tentu saja dia sebahagia itu. Timnya telah berhasil masuk ke babak final usai mengalahkan X IPA-2."Selamat untuk tim kalian," ucap Andin. Dia beranjak dari bangku."Untuk tim aja?" Dirga memajukan wajahnya."I...iya.""Untuk gue nggak ada ucapan selamat?""Kan udah termasuk," bela Andin.Dirga melipat kedua tangannya. Memasang senyum genit. "Tapi gue maunya seorang."Andin mengalihkan pandangannya. Memperhatikan keadaan di sekitar. "Lo ngomong ap

  • 10 Years Ago   Chapter 37

    DIFFERENT“Kini kita tak lagi sama. Kita berjalan di arah yang berbeda, dan takkan pernah ada titik temu untuk bersatu.”✈✈✈Seluruh peserta didik Bakti Nusa serempak memasang wajah bahagia tatkala melangkah masuk gerbang sekolah. Kini tak ada lagi ujian yang kerap menghantui mereka selama beberapa hari terakhir. Semuanya telah usai.Selepas ujian mereka akan saling bertarung memperebutkan juara satu sampai tiga dalam kegiatan class meeting. Namun sebelum kegiatan itu terealisasikan, mereka wajib melunaskan hutang mereka kepada guru Fisika, Martha.Iya, hutang itu diperuntukkan kepada mereka yang memiliki nilai di bawah 75. Terlihat seluruh anggota Empat Perewa mengambil bagian dalam kegiatan ini. Dengan gunting lipat mini mereka memotong rumput halaman sekolah yang begitu luas.Mereka duduk bersebelahan dengan posisi membelakangi Martha. Salah se

DMCA.com Protection Status