Chapter: Murka Sang PamanPatih Jayeng dan istrinya sudah menunggu di ruang tamu kediaman mereka. Keduanya duduk berdampingan di kursi kebesaran yang empuk dan berukir indah.Ketika melihat Jalu Anggara datang sambil menggandeng tangan seorang perempuan, keduanya sontak terkejut dan saling berpandangan keheranan. Raut wajah Patih Jayeng seketika terlihat masam, begitu pula dengan istrinya. Dia yang semula duduk bersandar berubah menjadi tegak dan melipat kedua tangan yang di depan dada."Kangmas, kenapa Jalu membawa seorang perempuan?" bisik istrinya penuh tanya. Wajahnya yang sebenarnya cantik jadi berubah galak. Namanya istri penguasa, dia pasti juga merasa ikut berkuasa seperti suaminya. Patih Jayeng terdiam untuk sesaat. Lelaki berkumis tebal itu lalu menjawab pertanyaan istrinya. Setengah menebak karena ia sendiri tidak tahu kabar apa yang dibawa oleh keponakannya itu."Mungkin itu pelayannya, Diajeng. Kita tunggu saja penjelasan dari anak itu," ucapnya dengan nada suara direndahkan. Entah dia harus ber
Last Updated: 2022-08-29
Chapter: Kenalkan, Arum SariMata Jalu Anggara tak berkedip menatap Aradana yang baru keluar dari dalam pondok. Dia melihat sosok Pendekar Bunga sudah berubah total menjadi seorang perempuan yang cantik dan menarik.Aradana mengerutkan dahinya melihat reaksi Jalu Anggara. Pemuda itu berdiri mematung seperti orang tersihir, hanya matanya saja yang membelalak lebar.Aradana sampai harus melambai-lambaikan tangan di depan wajahnya agar kesadaran Jalu Anggara kembali lagi."Hei, hei! Kamu kenapa?" tanya Aradana.Jalu Anggara tidak menjawab pertanyaan Aradana, dia tampak mengerjapkan matanya berulangkali. Saat terpejam dia berpikir tidak akan lagi melihat gadis cantik itu ketika matanya terbuka, tetapi nyatanya gadis itu masih berdiri di depannya."Oh maaf, aku tidak mengenalimu kau berubah total," ucap Jalu Anggara. Suaranya terdengar seperti orang yang tak percaya pada penglihatannya sendiri.Aradana melangkahkan kakinya ke depan Jalu. Gerakannya tomboy dan masih bertingkah seperti layaknya lelaki, sama sekali jauh
Last Updated: 2022-08-28
Chapter: Ara, Kamu Berubah! Jalu Anggara meringis melihat Aradana melotot padanya. Anehnya, semakin galak justru Jalu makin terpesona dengan wajahnya yang seperti perempuan. Sepasang bola matanya yang bulat besar itu tampak indah dihiasi bulu mata yang lentik.“Iya, pura-pura jadi perempuan. Mau ‘kan? Tolonglah,” ucap Jalu setengah memohon. Aradana menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Mulutnya mengerucut dan tampak sebal.“Gak mau!”Jawaban yang pendek dan sangat jelas. Namun, Jalu Anggara tidak mau menyerah. Tekadnya sudah bulat rencana itu harus dijalankan.“Hmm, dengarkan dulu. Kau kan sudah sepakat mau membantuku apa saja,” ujar Jalu beralasan. Ia mengungkit kembali perjanjian mereka.“Lagipula kau sudah kubayar,” imbuhnya lagi. Jalu tampak meringis, wajah tampannya jadi lucu. Aradana tak tahan melihatnya. Ia tak suka uang yang sudah diterimanya diungkit lagi.“Hmm, kau tau aku lelaki, kenapa kau suruh jadi perempuan?” ucap Ara. Suaranya mulai melunak. Bagaimana pun dia juga punya hutang budi pada J
Last Updated: 2022-08-10
Chapter: Membeli Baju PerempuanJalu Anggara masih berdiri termangu di atas punggung kudanya. Ia menoleh ke kanan dan kiri. Pasar semakin ramai tetapi pedagang yang ia cari belum juga terlihat. “Ndoro cari apa sebenarnya?” tanya seorang mbok-mbok lagi. “Engg … aku … aku cari kain.” Jalu Anggara akhirnya menjawab juga. Iya, dia sedang mencari kain untuk mendukung rencananya. “Oalah, cari kain. Kalau pedagang kain tidak ada di pasar sebelah sini. Ini tempatnya penjual makanan dan sayuran. Ndoro jalan aja lurus ke arah timur. Nanti di sana ada deretan penjual kain,” jawab mbok-mbok yang sedang mengunyah sirih. Jalu Anggara melihat ke jalan yang ditunjukkan oleh mbok-mbok itu. Ia jadi tersenyum sendiri kenapa dari tadi tidak mencoba pergi ke sana tetapi hanya berputar-putar saja di deretan penjual sayur. “Oh ya, masih ke timur ya? Baik, Mbok. Aku kesana, terima kasih ya,” ucap Jalu Anggara. Sebelum pergi ia mengulurkan sebuah kepeng perak pada anak lelaki kecil yang masih menangis. “Ini buatmu. Sudah jangan menang
Last Updated: 2022-08-09
Chapter: Panggilan Patih JayengPagi-pagi sekali seorang utusan tampak mendatangi rumah kediaman Jalu Anggara. Prajurit itu adalah suruhan dari Patih Jayengrana, Pamannya. Jalu Anggara belum sepenuhnya membuka mata saat prajurit itu menyampaikan pesan yang dikirimkan oleh sang paman.Tok tok tok!"Ndoro Jalu ..." panggil prajurit dengan suara agak dikeraskan.Jalu Anggara membuka sedikit daun pintu rumahnya. Matanya memicing memandang prajurit yang mengenakan kain seragam lurik di depannya. "Hmm ... ada apa?" tanya Jalu sambil menguap. Tangan kirinya cepat-cepat menutup mulutnya, dia sebenarnya masih sangat mengantuk."Ampun, Ndoro. Patih Jayeng menyuruh anda untuk menghadapnya segera," kata prajurit."Oh, ya. Paman sudah tahu aku pulang ya?" balas Jalu Anggara dengan malas. "Ya, Ndoro. Sejak semalam beliau sudah tahu tapi katanya biar pagi saja ketemunya," jawab prajurit."Ehm, memangnya kemarin Ndoro Jalu kemana sih? Kami semua khawatir lho," ucap prajurit itu lagi. Sebenarnya dia juga cukup akrab dengan Jalu.
Last Updated: 2022-08-08
Chapter: Rumah PangeranSetelah setengah hari perjalanan akhirnya Jalu Anggara dan juga Pendekar Bunga sampai di kotapraja Watu Tiban.Dari jauh bangunan kota itu sudah terlihat. Benteng-bentengnya tampak tinggi memisahkan pusat pemerintahan dari rumah-rumah penduduk yang ada di sekitarnya.Perumahan penduduk yang ada di sekitar kotapraja terlihat jauh lebih bagus daripada gubuk-gubuk yang ada di desa-desa. Sebelum memasuki gerbang kotapraja, Pendekar Bunga tiba-tiba menarik tali kekang kudanya."Tunggu dulu!" kata dia. Jalu Anggara yang berada di sampingnya menoleh keheranan. "Ada apa?""Aku punya syarat lagi sebelum mau melangkah masuk ke kotapraja ini," ucap Aradana dengan mimik muka serius."Baik. Katakan apa syaratmu itu. Kenapa tidak dari tadi disampaikan?" ujar Jalu Anggara sambil menghela nafas. Ia berusaha bersabar. Membawa manusia unik seperti Pendekar Bunga memang bukan perkara mudah."Aku terus berpikir dan menimbang-nimbang selama di perjalanan tadi." Demikian alasan dari pendekar bunga."Iya.
Last Updated: 2022-07-20