kak rose

Blurb: It was out of a nightmare, a betrayal of the highest order. Damien's, hair was disheveled, his body entwined with another woman, they were both naked and slick with sweat. The intimacy of it was unmistakable, the mingling of their breaths, a moment never to be seen. "What the hell?!" Damien's voice finally boomed within the breaking, suffocating silence. Assuring herself that she was no longer alone, the woman tried to cover her body as she struggled to do so. There was a flicker of panic in her eyes. "Get the hell out of here!" he roared, his face twisted in anger. Noah Miller's life took a tumultuous turn after Mr. Miller's sudden demise, forcing her to form an unexpected alliance with the Andersons, long-time rivals. This unconventional alliance is a result of a contract marriage, despite Noah's heart still belonging to her first love, who was presumed dead after a failed kidney transplant two years ago. Will Noah be able to navigate the complexities of her new life with the Anderson' and her husband, or will the sudden reappearance of her supposedly deceased first love alter the course of her life once again?

"Menikahlah denganku, maka aku akan bayar pengobatan adikmu. Kalau tidak, maka pergilah dan jangan muncul lagi di hadapanku!" Shanika tak sanggup berkutik saat Sergio mengajukan syarat yang begitu sulit untuk nominal besar pembayaran biaya operasi adiknya. Pria itu adalah kakak iparnya, bagaimana mungkin ia melakukan pernikahan turun ranjang? Namun, Shanika pikir nyawa adiknya lebih penting, hingga ia harus rela menggadaikan harga dirinya sendiri. Shanika menandatangani perjanjian pernikahan kontrak, membuatnya terjerat dalam lingkaran permainan Sergio. Akankah perjanjian pernikahan kontrak itu berakhir menjadi cinta ataukah menjadi duka?

Pada hari kematianku, itu juga adalah ulang tahunku bersama kakak kembarku. Dia menangis tersedu-sedu sambil dipeluk erat oleh pacarku. Sementara itu, ibuku yang sangat marah terus meneleponku tanpa henti. Kakakku malah lebih keterlaluan, dia mengirim pesan yang berisi [Orang sepertimu ini memang egois, tidak bisa melihat orang lain bahagia]. Bahkan ayahku yang biasanya pendiam juga marah besar padaku, [Dia sungguh anak yang tidak tahu berterima kasih]. Mendengar kata-kata itu, aku langsung memegang dadaku. Untungnya, hatiku sudah tidak sakit lagi ....