chapter 41 tanya

Mayang dan Eric, dua orang yang saling mencintai. Susah senang mereka lalui dan saling menguatkan. "Aku yakin semua pasti indah pada waktunya." Eric menguatkan Mayang lagi dan lagi. "Sampai kapan Eric?" tanpa senyum tanpa tangis, bukan nyawa, hati pun bisa mati kalau begini. Persahabatan sangat diuji dengan kata CINTA. Saat batu sandungan lagi dan lagi ikut mengikis kisah mereka, apakah mereka tetap mampu bertahan. Banyu. Malaikat pelindung Mayang hanya bisa melihat pemandangan yang mengusik ketenangannya. Siapa dia? Bahkan menyentuh hati Mayang saja tidak bisa. Kalau cinta, harta, dan nyawa bisa dipilih semua, tanpa menyakiti salah satunya. Siapa yang akan menang? Tanya hatimu?

Ruthless... Silent... Deadly... These are only three things Aljand Falcis is known for. Wala siyang pakialam kung kamuhian siya ng maraming tao. Wala siyang pakialam kung marami siyang maging kaaway dahil sa pag-uugali niya. Ayon sa kaniya, 'The more, the merrier. Keep them coming, shitheads!' After Project 102, Aljand joined Foedus Corporation. He took the oath, and breathed its principle—blood and loyalty. He'll make sure that the Project 102 incident won't happen again. Kung kailangang maging matigas ang puso niya, he'll gladly be the strictest mafioso he could ever be. Pero paano niya magagawa 'yon kung makita niya lang si Tattiene Casabar ay automatiko nang lumalambot ang puso niya? He doesn't know why his heart always makes a somersault whenever this ambitious and eccentric woman is around. And to make it worse, binabagabag naman ng babae ang utak niya sa tuwing hindi niya ito nakikita. What is he supposed to do? Falling in love with a woman is never on his priority list. Avenging is all that he cares about. Or is it?

This book is a Standalone, you don't have to read the first two to relate to what happened, though I do recommend it. Book Three of the Bloodlust Series “Is this some kind of joke?” Kiara asked frowning in confusion, waking up in the familiar podium where she once grew up watching people die in front of her as she herself fought for her own life. “I don’t know, but I don’t like this” Richard said from beside Kiara. The two were trying to process how they even got here to begin with. People around them started coming to their senses as they woke up inside the podium. “Ladies and gentlemen, welcome to The Bloodlust Games, The final chapter” ************************* Re-entering the Bloodlust games was never an option in Kiara’s life. But when revenge is on the line and both she and Richard are forced into them, they have nothing to do but survive, for it was either play and live. Or die…

My mother marries into the Patterson family with me after her divorce. She marries Thomas Patterson, the dean of a veterinary hospital. Meanwhile, I marry Walter Patterson, a firefighter captain and Thomas' son. On this day, there's a huge storm. I'm almost due for labor, but I still head to the hospital to pick my mother up after an operation. We head to the subway, but it ends up being flooded. I endure the labor contractions and call Walter with trembling hands, wanting to ask for help. He finally answers after hanging up on me 18 times. "What the hell do you want? How stupid can you be, calling me in such a huge storm? "I'm saving lives here! Tracy's foot was cut by glass while being saved, and I've just bandaged her wound. Now, I have to take her dog to Dad's hospital so he can save it. The dog is hanging by a thread; if you need help, get some other firefighter to do it! Don't pester me!" Later, the rescue team arrives. My mother and I are pushed to the back of the crowd, and people won't stop shoving us around. The floodwater rises, and I have no choice but to carry her on my back while trudging along the corridor. This continues for three hours. When we're finally rescued, my mother is already unconscious, and I end up losing my child, who's almost to term. My mother and I look at each other tearfully in the ward we share. I say, "Mom, I'm getting a divorce." She says, "It's not a big deal, sweetheart. I'll do it with you. I've done it once before—I know how this goes."

The day after my best friend, Sarah Blunt married Patrick, the second son of the Brosnan family, I too became a bride and wed Matthew, his older brother. She married a swimming champion, and I, the rock-climbing coach. We thought we had our futures all figured out. Then, something happened that summer. The four of us planned a getaway but Matthew and Patrick’s baby sister, Megan joined us and our peaceful trip became a crowded affair.  While rock climbing, disaster struck—the rope snapped, and all five of us plummeted into the river below. The brothers rushed frantically to save Megan, leaving Sarah and me at the mercy of the river’s current, battered and tossed like driftwood. By the time the rescue team pulled us from the water, we were bruised, scraped, and utterly spent. In the hospital, Megan and I received devastating news that would change everything.  “You’ve been pregnant for 40 days, Ma’am. How could you put yourself in such a risky situation? Your baby survived, but your friend lost hers.” Shaken, I called Matthew to tell him about the pregnancy. His anger cut through the line. “You’re angry that I went to Megs first and now you’re trying to fool me with a fake pregnancy? She’s my sister—it’s my duty to protect her!” Sarah faced her own storm. Patrick practically scoffed at her grief. “Miscarriage? Do you expect me to believe that? The doctors said you only had a 30% chance of conceiving. I can’t stand women who create drama out of nothing.” Both calls ended abruptly, leaving us stunned as we stared at each other in the sterile light of the hospital room. In that shared silence, we made our decision—we would leave these men behind and start anew, launching a business together. But when the brothers received our divorce papers, they showed up at my door in the middle of a storm, kneeling in the pouring rain, crying through the night for a second chance.

Avery Tate dipaksa menikah dengan orang kaya oleh ibu tirinya karena kebangkrutan ayahnya. Dia adalah tangkapan bagus, si jagoan—Elliot Foster— yang sedang dalam keadaan koma. Di mata orang-orang, hanya masalah waktu sampai dia berstatus janda dan diusir dari keluarga itu.Keadaan berubah karena ketika Elliot tiba-tiba terbangun dari komanya.Marah dengan situasi pernikahannya, dia menyerang Avery dan jika ada anak, dia mengancam akan membunuh mereka "Aku akan membunuh mereka dengan tanganku sendiri!" dia berkata sambil menangis.Empat tahun telah berlalu ketika Avery kembali ke kampung halamannya dengan membawa anak kembarnya—laki-laki dan perempuan.Saat dia melihat wajah Elliot di layar TV, dia mengingatkan anak-anaknya, "Jauhi pria ini, dia bersumpah akan membunuh kalian berdua." Malam itu, komputer Elliot diretas dan dia ditantang—oleh salah satu dari si kembar—untuk membunuh mereka. "Datang dan temui aku, brengsek!"

Kanya di paksa pindah ke sekolah asrama oleh ayahnya, namun hanya satu ruangan yang tersisa. Ruangan yang di tempati Nata, yang katanya gay itu. Mau tidak mau akhirnya Kanya pindah, namun siapa sangka. Katanya yang menyebar tidak sesuai dengan Nyatanya. Nata tidak, gay. Malah dia terobsesi pada lehernya, sering menciumnya dengan paksa. Fakta dari katanya yang lain pun muncul. Qianolah yang sebenarnya pernah menjalin hubungan dengan lawan jenis. Namun takdir mengambil perannya. Qiano harus menikahi gadis kekanak - kanakan yang di tidurinya karena kecelakaan. Kisah dari Fajar dan Adisty pun menjadi pelengkap. Katanya dan nyatanya kembali muncul pada kisah dari cicit, cucu mereka yang menjadi pemanis.

Kisah mengenai suami pelit bernama Ipit dengan istrinya Tiara Kunyit-Chova yang sering boros. Kisah lucu mewarnai rumah tangga mereka, yang disusupi oleh orang ketiga

[Warning 18+] Sean dan Anjani terikat status tali pernikahan lewat perjodohan. Mereka yang asing disatukan hanya dalam satu kali pertemuan. Tidak saling mengenal apalagi mencintai. "Ini apa?" tanya Anjani setelah disodorkan selembar kertas oleh Sean. "Surat perjanjian. Kamu gak berpikir kalo kita nikah sungguhan kan?" Kening Anjani mengernyit tak paham, "Maksudnya?" "Saya sudah punya pacar. Dan saya tidak mencintai kamu. Pernikahan ini hanya sementara. Jadi silahkan tanda tangani surat perjanjian ini." Ternyata kisah mereka berdua tak semulus yang orangtuanya bayangkan. Pernikahan kontrak Sean cetuskan karena alasan Anjani bukanlah wanita yang ia cintai. Tapi apa mungkin akhir dari kisah mereka hanyalah perpisahan? Sebab Anjani jatuh cinta pada Sean, namun ketika Anjani berusaha merebut hati suaminya, laki-laki lain hadir menawarkan kehangatan untuknya, kehangatan yang tidak pernah Anjani dapatkan dari Sean.

Warning!... konten mengadung 21++"Kenapa kamu mau menerima pernikahan ini? Apa kamu tidak akan menyesal sama sekali menikah dengan pria cacat sepertiku? Bahkan Jessica saja yang sudah menjadi kekasihku selama 3 tahun lebih memilih meninggalkanku karena aku, karena sekarang aku hanyalah seorang pria cacat dan tidak berguna dan pastinya kan menyusahkan untuk kedepannya," ujar Jonathan penjang lebar sambil melihat ke arah mata hitam cerah milik Kalisa. Kalisa tampak berpikir dengan keras, dirinya mana mungkin akan mengatakan yang sejujurnya jika dia terpaksa menerima pernikahan ini karena menerima sebuah hukuman yang diberikan orang tuanya padanya. Tiba-tiba saja otak kecil Kalisa mendapatkan ide gila dan dia yakin Jinathan akan mempercayainya. "Memangnya ada yang salah jika aku tidak menyesal menikah denganmu, Mas? Lagipula yang cacatkan kaki kamu," jawab Kalisa santai dan malah membuat Jonathan heran yang mengerutkan alisnya tak mengerti dengan jalan pikiran Kalisa. "Gak perlu ngerutin alis kaya gitu kali, mas. Tapi benerkan yang cacat itu kaki kamu aja kan?" Tanya Kalisa dan di angguki oleh Jonathan."Kalau cuman masalah itu mah gampak, kita bisa nyari dokter terbaik di dunia untuk menyembuhkannya. Dan poin terpenting yang aku lihat dari Mas adalah---," ucap Kalisa menggantung sambil memperhatikan Jonathan dengan cermat."Apa poin penting yang kamu lihat dariku?" Ucap Jonathan. "Poin pentingngnya adik kecil milik Mas yang dibawahnitu gak ikutan cacatkan?" Ucap Kalisa lancar tanpa ada rasa malu sedikitpun. Jonathan melebarkan matanya mendengar pertanyaan yang keluar dari bibir tipis Kalisa yang menurutnya sedikt vulgar.