Tubuh Vianie bergetar, dia akhirnya tak bisa tahan air matanya lagi, dan menangis tersedu-sedu, berlari keluar sambil menutupi wajahnya.Sementara Hendra tetap berdiri kaku di sana, menatap ponselnya, tidak mengangkat kepalanya.Setelah kembali ke rumah, wajah Hendra muram dan suaranya galak, “Caroline, sudah kubilang, syaratku untuk pulang adalah lupakan masalah ini, tapi kamu nggak tepati janji!”Aku tersenyum dan berkata, “Ya, aku sudah ingkar janji. Kamu mau gimana?”Hendra terdiam cukup lama, menatapku dan berkata dengan nada yang penuh kesedihan, seolah hatinya telah mati.“Kita terpaksa cerai.”Aku mengangguk. “Oke.”Dia tertegun, ekspresi tidak percaya tampak jelas di wajahnya.Aku masuk ke kamar, mengambil sebuah dokumen dan serahkan padanya.“Ini surat cerai. Coba cek apa ada masalah.”Matanya terbuka lebar, mengambilnya dengan kaku dan bertanya sambil menggertakkan giginya, “Kapan… Kamu siapkan ini?”Aku menyipitkan mataku sambil memiringkan kepala dan berpikir.“Kapan ya? O
더 보기