Semua Bab Istri Warisan Sahabat: Bab 11 - Bab 20

28 Bab

11. Perjalanan Hati 2

Haidar merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Kedua tangannya ia letakkan diatas kepala. Tatapannya tertuju pada plafon kamar. Memorinya kembali pada pertemuan dengan perempuan yang dicarinya selama ini. Mata itu masih menyiratkan begitu banyak kebencian padanya. Haruskah Haidar memintanya kembali bertemu untuk menjelaskan semua dan meminta maaf kepadanya? Dia membalikkan badan, memiringkannya ke arah kiri. Tampak Aliyah yang sedang melaksanakan salat asar. Haidar menatapnya dalam. Mengamati setiap gerak yang Aliyah lakukan. Kembali dia teringat kepada Hazimah. Saat itu sedang diadakan rapat akhir kepengurusan komisariat. Dia adalah salah satu peserta yang sering kali mengingatkan semua orang, jika sudah masuk waktu salat. Tak sedikit teman-temannya yang kagum atas kedisiplinan waktu yang Hazimah miliki. Seorang perempuan yang berani menegur Haidar untuk menghentikan segala aktifitas ketika azan berkumandang. Tak segan dia marah kepadanya karena sering abai dalam menjalankan kedisip
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-19
Baca selengkapnya

12. Perintah Aneh

Derit suara pintu yang di buka olehnya membuat seisi rumah menengok ke arah suara. Dia tahu bundanya pasti cemas menantikan kepulangannya. Tak biasa Haidar langsung meneruskan salat magribnya ke salat isya tanpa pulang terlebih dahulu. Hati-hati Haidar masuk ke dalan rumah, salam yang dia ucapkan pun sangat lirih hampir tak terdengar oleh bundanya dan Aliyah. "Seko ngendi tho, Le (dari mana, Nak)? Nyapo kok ra pamit yen langsung isya'an, Bunda kuatir lho, Le (kenapa gak ngomong dulu kalau langsung salat isya, Bunda jadi khawatir kalau gini)." "Inggeh, Bunda, ngapunten. Tadi ada istigosahan di musala, jadi daripada kulo wangsul riyen mending langsungke mawon, kersane mboten telat (daripada aku pulang dulu nanti telat jadi langsung saja tadi)." Haidar merasa bersalah telah membuat bundanya khawatir. Dia segera bersalaman pada bundanya dan Aliyah, kemudian langsung masuk ke kamar. Aliyah mengekori langkah suaminya ke kamar. "Bunda dari tadi tanya sama aku, Mas. Mengapa, Mas, gak pami
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-20
Baca selengkapnya

13. Berganti Status

Sang suami mengembuskan napas panjang ketika ALiyah bertanya demikian. Yakin, jika.lelkai yang baru saja menghalalkannya itu tidak akan menjelaskan apa pun, Aliyah memilih menunduk. "Kamu keramaslah!" kata Haidar singkat. Tak ada lagi penjelasan setelahnya padahal Aliyah butuh lelaki itu menerangkan apa maksud perintahnya. Orang membasahi rambut jelas namanya keramas. Namun, tujuan memerintahkannya seperti itu tidak dijelaskan. Tanpa bertanya lagi apa maksud suaminya, Aliyah segera melaksanakan perintah tersebut. Selesai mandi, Aliyah tak melihat suaminya di kamar. Haidar berangkat ke musala tanpa berpamitan padanya. Setelah melaksanakan salat, Aliyah masih berdiam di dalam kamarnya. Dia tak keluar sekedar membantu mertuanya untuk memasak sampai suaminya pulang dari musala. "Kamu, enggak bantuin Bunda di dapur?" "Gak, Mas. 'Kan sudah ada pembantu sama kakak ipar. Lagian aku gak bisa masak," jawabnya enteng. "Astagfirullah. Mengapa kamu tidak mau belajar kalau memang belum b
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-20
Baca selengkapnya

14. Tugas Istri

Happy Reading. *** Nasi goreng dengan pelengkap telur mata sapi dan acar mentimun tersaji di meja makan. Teh hangat serta susu menemani sajian utama sarapan kali ini. Haidar bergegas ke meja makan dengan sendirinya karena mencium bau nasi goreng yang sedap. Bunda serta kakaknya telah bersiap dan duduk di meja makan. Suami kakaknya sudah terlebih dahulu berangkat ke kantor, ijin cutinya, hanya dua hari saja untuk menghadiri pernikahan Haidar. Aliyah duduk terpaku memandang layar ponselnya, dia masih belum menyadari keberadaan Haidar yang berada tepat di sebelahnya. "Ehem. Bisa 'kan, kalau handphone itu kamu simpan dulu. Masih banyak waktu untuk bermain lagi," kata Haidar. Dia memang tidak menatap sang istri, tetapi perkataannya sudah jelas menunjukkan siapa orang yang dimaksud. Sani dan Ruby duduk berhadapan dengan keduanya cuma bisa saling melirik satu sama lainnya. "Jarke tho, Le ( Biarin lah, Nak)." Sania membuka piring di depan Haidar. Lalu, perempuan paruh baya itu menatap
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-09
Baca selengkapnya

15. Wanita dalam Pandangan Islam

Happy Reading ***** Sania kembali duduk dan membereskan semua makanan dan piring kotor di meja yang dipakai sarapan. Dia mulai menumpuk piring kotor, meletakkannya di wastafel cuci piring. Ruby pun mengikuti langkah bundanya, membantu mencuci piring. Walau banyak kekhawatiran tentang putra dan menantunya, tetapi Sania memilih tidak mencampuri urusan rumah tangga yang baru dibangun oleh Haidar. Perempuan paruh baya itu yakin, didikannya pada sang putra tidak salah saat memperlakukan wanita. Sementara itu di kamar, Haidar mendudukkan Aliyah di depan meja rias. Dia mulai mengamati istrinya dari ujung kaki hingga ujung rambut. Penampilan yang jauh dari semua angan dan harapan lelaki tersebut tentang sosok perempuan yang akan mendampinginya. Ditatap begitu intens oleh lelaki yang beberapa saat lalu menghalalkannya, Aliyah mulai gelisah. Tangannya meremas-remas ujung baju. Entahlah, sejak semalam, perempuan itu merasa bahwa apa yang dirinya lakukan selalu salah di mata Haidar. "Dudu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-09
Baca selengkapnya

16. Terkejut

"Ada ancaman bahwa seorang wanita yang tidak menutup auratnya, maka dia tidak akan mencium bau surga. Jangankan masuk ke dalamnya, mencium baunya saja tidak bisa. Apa kamu ingin seperti itu?"Aliyah seketika terlihat bergidik dengan ucapan suaminya."Lalu bagaimana kalau aku belum siap?" tanyanya kembali."Siap tidak siap kamu harus melakukannya. Kasihanilah kami, lelaki mahrammu!" Haidar kembali mengeraskan suara. Sedikit membulatkan mata mendnegar alasan yang disampaikan sng istri tadi."Mengapa aku harus kasihan padamu?" Aliyah mengerjapkan mata seolah tak percaya dengan ucapan suaminya itu.Haidar menghela napas panjang, ternyata Aliyah masih belum memahami sepenuhnya penjelasan tadi. Dalam hati, lelaki itu beristigfar supaya bisa tetap tenang tanpa emosi memberikan penjelasan."Ketahuilah, tugas menjaga aurat wanita itu bukan hanya terletak di tanganmu seorang, tapi juga menjadi tanggung jawabku sebagai suamimu." Haidar menjeda kalimatnya. Ia bingung dengan sikap Aliyah yang ters
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-10
Baca selengkapnya

17. Tegas, tetapi Lembut

Happy Reading*****Dua perempuan yang sejak tadi menguping pembicaraan sepasang pengantin baru tersebut membelalakkan mata. Mereka tidak lagi bisa menghindar ketika Haidar sudah membuka pintu. "Maaf, Dik. Kakak nggak maksud menguping pembicaraanmu sama Aliyah," jelas Ruby. Wajah bersalahnya tampak jelas terlihat. Harusnya, dia tidak menuruti permintaan sang Bunda untuk menguping dan mengintip apa yang dilakukan Haidar terhadap istrinya."Iya bener, Le. Bunda yang nyuruh kakakmu untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Bunda cuma khawatir jika kamu melakukan hal-hal buruk pada Aliyah," tambah Sania. Rasa gugup itu menyerang perempuan paruh baya tersebut dengan hebat. Waswas juga jika Haidar akan marah dengan perbuatannya tersebut. "Insya Allah, aku enggak akan melakukan hal yang bisa membuat Bunda kecewa. Bukankah Aliyah adalah amanah yang sudah dititipkan ayahnya padaku?" Haidar menyipitkan mata. Menatap kedua perempuan yang begitu dia sayangi dan hormati. Walau kesal, tetapi lel
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-11
Baca selengkapnya

18. Ingin Dierhatikan

Happy Reading*****Aliyah tersenyum salah tingkah. Dia sendiri tidak begitu memahami perasaannya pada sang suami saat ini. Satu yang pasti, perempuan itu cuma merasakan nyaman dan kagum pada lelaki yang telah menghalalkannya itu. "Gimana, Nduk?" tanya ulang Sania."Aliyah belum bisa menjawab pastinya, Bun. Takut jika apa yang aku rasakan nggak sama dengan yang dirasakan Mas Haidar," jawab Aliyah yang mendadak bijak dalam pemilihan kata. Padahal, sebelumnya dia tidak pernah sebijak ini dalam berkata. Apakah pengaruh Haidar sedemikian besar pada dirinya. Itulah pertanyaan yang muncul pada diri perempuan tersebut.Sania manggut-manggut, mulai memahami apa yang disampaikan sang menantu. Saat dirinya menyodorkan perjodohan pada Haidar, putranya itu memang masih menyimpan ras pada seseorang yang tidak pernah diketahui siapa olehnya. "Semoga kalian akan segera mendapatkan rasa cinta itu satu sama lain. Jadi, tetaplah berjuang menaklukkan hati suamimu." Sania beranjak dari duduk, menuju l
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-11
Baca selengkapnya

19. Cantik Menurut Haidar

Happy Reading*****"Sudah ... sudah nggak usah ribut. Makin siang nanti berangkat ke rumah Pak De. Sampai sana, Pak De udah kerja," kata Sania. "Maaf, Bun," ucap Haidar.Kejadian hari itu memupuk rasa kagum Aliyah pada suaminya. Walau terkesan cuek, nyatanya Haidar tidak pernah kasar pada perempuan. Lelaki itu begitu menghormati kaum Hawa, terutama bundanya dan juga Ruby.*****Mematut lekat penampilannya di cermin menjadi kegemaran Aliyah saat ini. Tersenyum sendiri setelah memakai jilbab, menurutnya tidak buruk berpenampilan seperti itu setiap hari apalagi ketika keluar rumah. Ujung kalimat yang disampaikan Haidar kemarin begitu membius hati Aliyah. Padahal suaminya, hanya mengatakan dengan ekspresi datar. Tanpa embel-embel senyum sedikitpun. Itulah kekuatan cinta yang mampu membuat terbang seorang perempuan meski tanpa sayap. Menghilangkan logika karena rasa yang tercipta. Allah telah lebihkan perempuan dengan pendengarannya hingga ia mudah luluh. Luluh dengan kata-kata seorang
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-11
Baca selengkapnya

20. Kebahagian Aliyah

Happy Reading*****"Mas," panggil Aliyah seperti tak rela ditinggal sang suami."Kamu perlu waktu untuk berhias. Aku tunggu di bawah sama yang lain," kata Haidar nyaris tanpa ekspresi walau wajah Aliyah sudah memerah karena malu.Sesederhana itu perlakuan Haidar pada Aliyah. Namun, efeknya lebih dari sebuah pernyataan cinta kepadanya. Lengkungan bibir Aliyah semakin tertarik ke atas mengingat semua kejadian tadi.Bagaimana rasa kagum pada lelaki itu akan berkurang jika setiap harinya, ada saja yang diperbuat Haidar untuk menumbuhkan perasaan itu padanya. Aliyah bersyukur orang tuanya menjodohkan dengan lelaki seperti Haidar.Sementara di ruang keluarga, semuanya sedang menunggu kedatangan Aliyah. Haidar sudah menampakkan wajah tak bersahabat menunggu sang istri turun dari kamar. Ruby dan suami hanya senyum-senyum kecil melihat Haidar.Posisi duduk putra bungsu Sania itu berubah-ubah, kentara sekali jika hatinya tidak tenang."Sabar, Ain. Namanya juga perempuan. Wajar kalau dandannya
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-12
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status