Home / Romansa / Mainan Malam Sang Miliarder / Chapter 21 - Chapter 25

All Chapters of Mainan Malam Sang Miliarder : Chapter 21 - Chapter 25

25 Chapters

Bab 21

Yara membuka matanya perlahan. Pandangannya buram, samar-samar. Rasa pening di kepalanya seperti ombak pasang yang menghantam pelan namun berkali-kali. Sekelilingnya gelap, hanya cahaya redup dari sela jendela yang sedikit memberi bentuk pada benda-benda di kamar."Aduh…" gumamnya sambil menutup mata kembali, satu tangan menekan pelipis.Kepalanya berat, perutnya mual, dan tubuhnya serasa tak punya tenaga. Ini semua gara-gara anggur bodoh itu, batinnya.Tak lama, suara pintu berderit terdengar, dan aroma jahe hangat menyusup ke dalam indra penciumannya. Ia membuka mata sedikit, melihat sosok tinggi dengan hoodie abu-abu masuk ke dalam kamar."Nathan?" suaranya serak, nyaris seperti bisikan.Nathan berjalan pelan menuju ranjang, membawakan secangkir teh beruap. "Minum ini. Teh jahe. Biar gak terlalu pusing," katanya, lalu duduk di tepi ranjang.Yara memicingkan mata, mengerang pelan. "Kenapa lampunya gak dinyalain, sih? Gelap banget."Nathan menyandarkan punggungnya ke ranjang, menatap
last updateLast Updated : 2025-04-21
Read more

Bab 22

Setelah malam yang... cukup mendebarkan—dan memalukan—Yara terbangun keesokan paginya dengan kepala yang masih berat, dan dada yang sesak oleh banyak hal. Bukan cuma karena efek anggur sialan itu, tapi juga karena Nathan. Kenapa laki-laki itu tidur di sebelahnya? Kenapa dia memeluk? Kenapa harus membuat jantungnya kerja lembur?Namun pagi itu berlalu begitu saja. Setelah sarapan sekadarnya dan sedikit obrolan canggung, mereka pulang ke apartemen. Nathan menyetir dengan ekspresi datar seperti biasa. Tapi Yara masih merasakan sedikit bekas kehangatan di antara jeda-jeda keheningan mereka.Begitu sampai di apartemen, Nathan langsung melepas jasnya dan menyingsingkan lengan kemejanya."Aku ada rapat setelah ini," katanya sambil berjalan cepat menuju kamar.Yara hanya mengedikkan bahu. Dia berjalan ke arah dapur, mengambil air minum dan makan buah apel.Setengah jam kemudian. Nathan keluar dari kamarnya. Pria itu terlihat rapi dengan setelannya dan rambut di tata rapi."Jangan keluar rumah
last updateLast Updated : 2025-04-21
Read more

Bab 23

Yara mendengus pelan sambil menyimpan ponselnya ke dalam saku hoodie yang kebesaran. Chat dari Nathan tadi masih terngiang di kepalanya."Sudah kubilang jangan keluar sendirian. Jangan terlalu mencolok.""Memangnya aku apa? Anak kecil?" gumamnya, kesal.Langkahnya semakin cepat menuju rak bagian toiletries di supermarket. Sesekali ia menunduk, menarik bagian bawah hoodie-nya untuk menutupi bagian belakang celana legging hitamnya. Ia benar-benar merasa tidak nyaman. Rasanya seperti… bocor."Aduh, semoga enggak ada noda deh..." ocehnya sambil terus menunduk.Setelah menemukan pembalut yang ia cari, ia ambil beberapa bungkus sekaligus, memilih yang panjang dan extra night. "Kalau begini aja aku panik, gimana nanti kalau udah jadi ibu dua anak, ya?" gumamnya sendiri, mencoba bercanda untuk menenangkan dirinya.Namun saat melangkah menuju kasir, ia mulai menyadari sesuatu.Beberapa orang mulai memperhatikannya. Tatapan mereka... bukan tatapan biasa. Ada yang menatap dengan jijik. Ada pula
last updateLast Updated : 2025-04-21
Read more

Bab 24

Langit sore mulai menggelap saat Nathan memarkir mobilnya di basement apartemen. Langkahnya cepat dan terburu-buru. Jas yang tadi rapi sudah disampirkan di lengan, dasi tergantung lepas di lehernya, dan kerutan di dahinya semakin jelas.Adrian tadi mengabari Nathan tentang insiden di supermarket. Nathan yang semula sedang rapat langsung memutuskan untuk pulang. Bukan karena dia peduli—setidaknya begitu yang selalu dia katakan pada dirinya sendiri—tapi karena Yara adalah tanggung jawabnya.Tangannya menekan tombol lift dengan gelisah, dan detik-detik terasa lambat sekali. Begitu sampai di lantai unit apartemen, Nathan langsung melangkah cepat ke kamar Yara. Pintu itu terkunci.Tok. Tok."Yara."Sunyi.Dia mengetuk lagi, lebih keras."Yara, buka pintunya."Tidak ada jawaban.Nathan mendecak. Ponselnya keluar dari saku, cepat-cepat ia kirim pesan.[Nathan: Buka pintunya, atau aku dobrak.]Masih tidak ada balasan. Jantungnya berdetak tak karuan, campuran antara cemas dan kesal. Dia berbal
last updateLast Updated : 2025-04-21
Read more

Bab 25

Suasana ruang makan malam itu terasa... berbeda.Yara duduk di salah satu kursi, tubuhnya lemas tapi tetap berusaha tegak. Di depannya, Nathan tampak sibuk menyajikan makanan di atas meja. Tidak ada ekspresi kesal di wajah pria itu, malah justru terlihat serius, seperti sedang melakukan pekerjaan penting."Aku bantu deh sedikit," ujar Yara pelan, mencoba berdiri."Tetap duduk.""Tapi—""Duduk, Yara."Nada Nathan datar, tapi tegas. Tidak bisa ditawar. Membuat Yara langsung duduk kembali seperti anak sekolah yang tertangkap mau menyontek.Dia hanya bisa mengerucutkan bibir. Ish, galak amat.Tapi kali ini, dia memilih tidak banyak protes. Perutnya memang belum bersahabat. Rasa kram itu muncul lagi dan membuat tubuhnya terasa berat.Biasanya, dia akan berisik. Mengomentari menu makanan, meributkan kenapa Nathan tidak bisa masak yang lebih berwarna, atau sekadar menyelipkan candaan receh soal bentuk nasi. Tapi hari ini… dia hanya diam.Nathan sempat melirik sekilas. Diamnya Yara malam ini
last updateLast Updated : 2025-04-21
Read more
PREV
123
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status