Situasinya mendadak kacau. Semua orang tertegun tak percaya. Ayah, Ibu, dan Edwin buru-buru menghampiriku untuk mengelap noda lengket jus jeruk di gaun yang kupakai.Sementara itu, aku masih terdiam. Aku belum sepenuhnya memahami apa yang terjadi dan hanya memandang bocah yang terlihat marah itu.Bocah itu baru berusia lima tahun, tapi alis dan matanya sangat mirip dengan ibunya. Wajahnya manis dan menggemaskan. Namun saat ini, tatapannya penuh dengan amarah seperti seorang kesatria yang merasa perlu menegakkan keadilan.Kakak sepupu pacarku, Lakita, berjalan mendekat. Dia menarik bocah itu, lalu berucap dengan santai, "Vito, itu bukan ayahmu. Dia pamanmu."Lakita tidak memarahinya, bahkan tidak menunjukkan rasa kesal. Dia langsung berniat membawa anaknya pergi begitu saja.Ibuku yang sudah naik darah langsung membentaknya dengan emosi, "Berhenti! Minta maaf pada putriku! Apa seperti ini cara kalian mendidik anak?"Namun, Lakita tetap menunjukkan ekspresi tak peduli. Alisnya mengerut,
Baca selengkapnya