Semua Bab Terjerat Cinta Suami Adikku: Bab 11 - Bab 20

29 Bab

Bab 11. Rumor

Keesokan harinya, aku buru-buru ke luar setelah bersiap-siap mengenakan celana jeans dan kaos putih. Rambutku hanya dikuncir kuda, sedangkan wajahku tidak dipoles riasan.“Kamu ke mana, Nak?” tanya Ibu heran. “Kok pakai baju bebas?” Ibu dan Ayah sedang bersantai di ruang tamu.Aku tak menduga mereka sedang berbincang-bincang di situ. Aku tersenyum kaku. “Aku mau ke tempat Riani, Bu,” jawabku setenang mungkin.“Loh? Memangnya kamu nggak sekolah?” tanya Ayah sambil melipat koran. Alisnya berkerut tajam sambil menatapku heran.Ibu spontan berdiri dengan cemas. “Apa terjadi sesuatu sama Riani?” tebak Ibu. Dia tampak hampir menangis.Aku menggaruk tengkukku yang tak gatal. Apa yang harus kujawab? Tidak mungkin aku mengatakan tentang mimpi burukku.“Din, jawab Ibu!” desak Ibu sambil menggoyang-goyangkan lenganku. “Jadi, tebakan Ibu benar?!”“Riani baik-baik saja, Bu.” Aku tersenyum sambil menggenggam tangannya lembut. “Katanya, dia bosan karena ditinggal kerja sama Dharma, makanya dia minta
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-05
Baca selengkapnya

Bab 12. Ayah Kejam!

Selama kami di kantin, Clara bercerita tentang banyak hal. Aku hanya tersenyum atau mengangguk sebagai tanggapan. Aneh, tetapi aku merasa nyaman dekat dengannya.Aku baru menyadari Clara sangat mirip dengan Diani. Caranya tertawa, bercerita dan auranya. Gadis itu mengingatkanku pada Riani dulu yang selalu ceria sebelum semuanya berubah.“Apa benar adikmu sudah nikah sama Darma?” Tiba-tiba seorang gadis lain bertanya ketus padaku.Hari ini sudah sangat banyak siswi yang menanyakan tentang kebenaran pernikahan Riani dan Darma.Aku banyak terdiam karena bingung memberi alasan yang masuk akal. Sepertinya mereka tidak terima karena Darma, cowok idaman mereka, telah menikah.“Jawab! Jangan malah diam!” bentaknya. Teriakannya membuatku jadi pusat perhatian. Aku makin ketakutan.“Apa-apaan sih?! Hak Diani mau jawab atau enggak! Pergi sana!” ketus Clara.Aku tertegun sejenak. Clara benar-benar mirip Riani. Dia akan sangat judes jika ada yang mengganggu kami.Gadis bar-bar itu pergi dengan kesa
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-06
Baca selengkapnya

Bab 13. Fakta

“Aku dengar kamu punya adik, ya?” tanya Clara tiba-tiba di sela-sela waktu belajar kami. Aku menegang. Apa yang harus kujawab? Sejak rumor di sekolah, aku jadi takut membahas soal Riani pada orang asing. “Aku lihat ada foto saat kamu sedang berfoto dengan seorang gadis.” “Ya,” jawabku senormal mungkin. “Itu adikku.” “Kok dia nggak ada di sini? Apa dia pergi les?” tebak Clara. Aku terdiam karena bingung harus menjawab apa. “Sorry, Din. Aku bukan mau kepo. Aku Cuma mau kenal sama keluarga kamu aja,” jelas Clara cepat, tersenyum manis. Sepertinya dia menyadari keenggananku. Senyum Clara sangat tulus, membuatku tak tega untuk tidak menjawab. “Dia nggak tinggal sama aku dan orang tuaku lagi.” Clara bingung dan terkejut. “Kenapa?” Aku menggaruk pipiku yang tak gatal. “Dia tinggal sama—” “Maaf kalau Ibu menganggu kalian.” Tiba-tiba Ibu datang ke ruang keluarga sambil membawa teh dan roti, lalu menaruhnya di meja. “Silakan dinikmati. Maaf, Tante Cuma ada ini.“ Dia terkekeh. “Nggak a
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-07
Baca selengkapnya

Bab 14. Keputusan Yang Sulit

“Dobrak? Ngapain, Dek!?” Tetangga itu sangat syok, seolah aku menyuruhnya mencuri.Aku bingung mencari alasan yang masuk akal. “Adik saya sedang hamil, sedangkan suaminya jarang pulang, jadi saya takut dia kenapa-kenapa dan nggak ada yang tahu.”“Benar juga.” Tetangga itu ikut cemas. “Tunggu sebentar. Saya panggil suami saya dulu.”Aku mengangguk. Wanita paruh baya mengenakan daster lusuh tersebut buru-buru masuk ke rumahnya, lalu tak lama kemudian, dia datang bersama seorang pria bertubuh ceking.Dalam dua tendangan, pintu berhasil terempas dan terbuka lebar. Tanpa berpikir panjang, aku bergegas masuk untuk memastikan Riani tidak ada di dalam. Namun, dugaanku salah. Langkahku seketika terhenti saat menemukan sesosok gadis bertubuh kurus terkapar di dekat pintu kamar mandi.“Riani!” jeritku histeris sambil buru-buru menghampirinya. Mendengar kepanikan itu, sepasang suami-istri itu ikut masuk.“Ada apa?! Astaghfirullah!”“Riani, bangun! Ini Kakak!” Aku menangis frustasi sambil m
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-12
Baca selengkapnya

Bab 15. Serba Salah

“Rin?” Aku menyentuh tangan Riani saat dia tak menjawab sama sekali. Dia membisu seperti sangat sulit menyetujui keputusanku.“Aku nggak bisa, Kak.” Riani menatapku sendu dan putus asa.Aku terdiam karena terkejut mendengar jawabannya yang tak terduga. “Kenapa?” tanyaku sambil berusaha menyembunyikan rasa kecewa.“Karena aku yakin Darma bakalan berubah sesudah anak kami lahir.” Riani tersenyum kecil sambil mengusap perutnya yang masih rata. Matanya berbinar penuh harapan. “Aku juga nggak mau anakku nanti terlahir di keluarga yang nggak utuh. Itu sangat menyakitkan. Bagaimanapun, dia membutuhkan sosok seorang ayah.”“Bagaimana kalau tidak?” Aku tak tega menghancurkan harapan itu, tetapi aku tidak bisa membiarkan Riani terus menderita. “Kamu sama aja membunuh mental anakmu nanti.”“Aku yakin hal itu pasti akan terjadi,” jawab Riani pelan. “Cepat atau lambat.”“Tetapi dia sudah berani KDRT sama kamu. Dia juga sama sekali nggak peduli dengan calon bayi kalian.” Aku berusaha meng
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-12
Baca selengkapnya

Bab 16. Pengkhianat

Keesokan harinya, aku duduk di salah satu meja kafe dekat sekolahku. Aku menatap ponselku dan pintu kafe bergantian dengan gelisah. Sebelumnya, aku sudah menelepon Febrianti untuk bertemu sepulang sekolah. Hanya dia satu-satunya petunjuk yang aku punya.Namun, dia tak kunjung datang. Apakah ada kendala di jalan?Aku spontan menoleh saat mendengar seseorang membuka pintu. Gadis sebayaku masuk dan menghampiriku sambil tersenyum ramah. Seragam yang ia pakai mengingatkanku pada Riani dan masa-masa menyenangkan kami dulu.“Maaf, lama. Tadi aku ada tugas tambahan.” Febrianti duduk di depanku.“Nggak masalah.”Dia menatapku penasaran. “Tumben. Ada apa Kakak mengajakku ketemuan? Apa ada masalah lagi?” tebaknya.Aku mengangguk. “Tapi sebelum cerita, kamu pesan minum dulu, biar aku traktir.” Aku berbasa-basi untuk mencairkan suasana canggung di antara kami. Febrianti mengangguk, lalu memesan jus alpukat. “Ada apa, Kak?” Gadis itu menatapku heran sambil mengaduk jusnya. “Pasti ada ha
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-12
Baca selengkapnya

Bab 17. Kehidupan Darma

Sepulang sekolah, aku langsung mendatangi sekolah Febrianti untuk menanyakan tentang Darma.Aku tergesa-gesa menuju kelasnya dan berharap Febrianti belum pulang. Sepanjang hari, ada sesuatu yang mengganjal di hatiku. Jika terus menyimpan perasaan ini, aku takut semuanya akan meledak tak terkendali.Ya, aku takut Febrianti telah mengkhianatiku. Aku butuh penjelasan Febrianti kalau dia tidak pernah membocorkan soal aku sedang berusaha menyelidiki keberadaan Darma padanya. Aku harus memastikannya langsung.Namun, dalam perjalanan menuju kelas, aku bertabrakan dengan seseorang dengan keras hingga aku terduduk di lantai.“Aduh!” Aku meringis kesakitan. Ponsel cowok itu ikut terlempar ke arahku.“Hati-hati kalau jalan! Pake mata!” Suara cowok itu terdengar kesal. Aku mendongak untuk melihat wajahnya yang tampak jengkel.“Maafkan aku,” jawabku, mencoba bangkit dari posisi duduk. Aku mengembalikan ponselnya yang jatuh.“Untung nggak rusak! Kalau rusak, lo harus ganti!” katanya, mengusap ponse
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-12
Baca selengkapnya

Bab 18. Satu Langkah Berani

Aku berdiri di lobi klub dengan perasaan hancur. Dadaku terasa sesak, bukan hanya karena udara malam yang dingin menusuk, tapi juga karena kenyataan yang baru saja kulihat. Darma mabuk sambil bercumbu dengan wanita-wanita bayaran seperti pria lajang yang tak punya tanggung jawab. Aku meremas ponsel di tanganku dengan jari-jari gemetar. Ingin rasanya menelepon Riani saat itu juga dan mengungkapkan semuanya. Tapi bagaimana caranya? Bagaimana aku bisa menghancurkan hati adikku dengan kenyataan yang begitu menyakitkan? Aku menghembuskan napas panjang untuk mencoba berpikir jernih. Aku tidak boleh gegabah, karena aku masih butuh bukti lebih banyak sebelum berbicara pada Riani. Aku butuh sesuatu yang bisa membuat Darma tak bisa mengelak. ‘Aku harus masuk lagi.’ Tapi kali ini, aku tidak bisa hanya sekadar melihat. Aku harus lebih berani. Dengan langkah mantap, aku berbalik ke arah klub. Musik masih berdentum keras, aroma alkohol bercampur dengan parfum mahal menusuk hidungku. Aku
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-13
Baca selengkapnya

Bab 19. Kekacauan Yang Tak Terduga

(POV Darma) Sial. Sial. SIAL! Aku menghantam tinjuku ke dinding kos dengan penuh amarah. Napasku masih memburu, kepalaku berdenyut hebat, entah karena pengaruh alkohol atau karena Diani yang tiba-tiba muncul entah dari mana dan membuat semua rencanaku kacau. Dari mana gadis menyebalkan itu tahu kalau aku berada di klub orang tuaku? Aku tidak pernah menceritakan hal itu pada Riani atau orang-orang di dekatnya. Aku merosot ke lantai lalu mengacak rambutku dengan frustrasi. Mataku menatap ponsel di atas meja dan tanganku terasa gatal untuk segera menghubungi siapa pun untuk mencari jalan keluar dari kekacauan ini. ‘Diani benar-benar sialan,’ makiku dalam hati. Hanya dia gadis yang berhasil membuatku tak mampu melawan. Padahal aku pernah melakukan kenakalan parah lainnya, salah satunya melecehkan beberapa siswi di sekolah sebelumnya, tetapi para korban sama sekali tidak berani sampai membawa kasus itu ke polisi karena takut kekuasaan orang tuaku. Tetapi berbeda dengan Diani. Aku tid
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-15
Baca selengkapnya

Bab 20. Api Dalam Rumah

Aku membuka pintu dengan kasar sampai gagangnya membentur dinding dan menimbulkan bunyi nyaring. Rumah masih terang, lampu ruang tamu menyala. Hal pertama yang kulihat adalah istriku. Gadis itu sedang duduk di sofa dengan wajah cemas. Perutnya yang kian membesar terlihat jelas di balik daster longgar yang dikenakannya. Begitu melihatku, dia langsung bangkit berdiri. "Darma..." suaranya bergetar menahan cemas dan sedih. "Kamu dari mana saja? Aku sudah menunggu kamu berhari-hari. Kamu bahkan tidak menjawab telepon atau pesanku. Aku pikir kamu kenapa-kenapa." Aku mengabaikannya, lalu melangkah masuk tanpa niat menjawab. Jaket yang kukenakan kulempar begitu saja ke lantai, sementara aku menuju dapur, membuka kulkas, dan mengambil sebotol air dingin. Aku meneguknya rakus, mencoba mengusir panas di tenggorokanku yang kering karena alkohol. "Darma," Riani mendekat, suaranya sedikit lebih tegas. "Aku tanya kamu dari mana saja?" Aku meletakkan botol di atas meja dengan kasar. "Bukan uru
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-15
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status