Home / Romansa / Terpaksa Jadi Ibu Surogasi / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Terpaksa Jadi Ibu Surogasi: Chapter 11 - Chapter 20

20 Chapters

Jarak yang Kian Menganga

Adrian masih berdiri di sana, memandang Karina dengan campuran rasa bersalah dan kebingungan. Suasana di ruangan itu terasa begitu tegang, seperti udara yang sulit untuk dihirup. Karina menunduk, tangannya meremas ujung sweater yang ia kenakan. Matanya tak ingin menatap Adrian, seakan takut jika ia menatapnya, semua emosinya akan tumpah begitu saja.“Aku tahu ini semua terlalu berat untukmu,” suara Adrian akhirnya memecah keheningan. Ia mendekat, namun langkahnya ragu. “Tapi aku ingin kau tahu satu hal, Karina. Aku tidak pernah bermaksud ... semua ini ... aku—aku hanya ingin memperbaikinya.”Karina mendongak perlahan, menatap lelaki di depannya dengan mata yang mulai memerah. “Memperbaiki?” suaranya rendah, namun penuh dengan luka yang dalam. “Adrian, ini hidupku. Hidupku yang sudah kau porak-porandakan tanpa aku bahkan tahu apa yang terjadi. Bagaimana kau bisa memperbaiki sesuatu yang sudah hancur seperti ini?”Adrian terdiam. Kata-kata Karina menamparnya lebih keras dari apa pun. Ia
last updateLast Updated : 2025-01-09
Read more

Pergi untuk Bertahan

Karina berdiri di depan jendela apartemennya yang sederhana. Matanya menatap ke luar kota yang sibuk, namun pikirannya jauh dari semua itu. Tangannya perlahan menyentuh perutnya yang masih belum terlalu terlihat ada kehidupan lain di dalamnya. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, sesuatu yang sulit ia uraikan. Ketakutan, marah, bingung, dan lelah bercampur menjadi satu. Ia tahu satu hal pasti: ia harus pergi. Keputusan itu tidak mudah. Ia telah mencoba bertahan, mencoba menerima bahwa hidupnya tidak lagi sama. Namun, semakin hari, ia merasa semakin terkepung. Semua orang di sekitarnya—Adrian, Alicia, bahkan Vera—seakan menjadi ancaman. Bukan hanya untuk dirinya, tapi juga untuk anak yang ia kandung.Karina menarik napas dalam-dalam, mencoba menguatkan dirinya. Ia tahu apa yang harus dilakukan. Sambil menggenggam surat pengunduran diri yang baru saja ia cetak, ia melangkah keluar dari apartemennya. Ini adalah langkah pertama untuk memulai hidup baru.---Di kantor, suasana terasa
last updateLast Updated : 2025-01-09
Read more

Perjuangan dalam Sunyi

Malam itu, Karina duduk di tengah apartemennya yang sunyi. Air matanya sudah kering, tapi hatinya masih terasa berat. Semua yang terjadi beberapa bulan terakhir ini membuatnya limbung. Hidupnya berubah dalam sekejap, dan ia tidak pernah membayangkan akan berada dalam situasi seperti ini. Ia tahu, cepat atau lambat, ia harus membuat keputusan besar. Tapi keputusan apa? Tinggal dan menghadapi semua ini, atau pergi dan memulai semuanya dari awal?Pandangannya tertuju pada koper di sudut ruangan, sudah setengah penuh dengan pakaian dan barang-barang yang ia anggap penting. Ia menghela napas panjang. “Harusnya aku pergi sejak dulu,” gumamnya pelan, mencoba meyakinkan dirinya sendiri.Namun, tepat ketika ia hendak meraih kopernya, ponselnya berbunyi. Kesunyian malam itu pecah oleh suara getarannya. Karina ragu sejenak sebelum mengambilnya dari meja. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal. Anonim : Kau tidak akan pernah bisa lari dari kami.Jantung Karina berdegup kencang. Tangannya g
last updateLast Updated : 2025-01-09
Read more

Jebakan dan Pengkhianatan

Karina memandang koper di sudut ruangan. Koper itu sudah ada di sana selama tiga hari terakhir, penuh dengan pakaian dan barang-barang pentingnya. Ia sudah berkali-kali berpikir untuk pergi. Meninggalkan semua kekacauan ini. Tapi ia tahu, pergi bukan lagi pilihan. Dan bertahan? Itu juga sama mustahilnya. Ruang sempit apartemennya terasa makin mencekik. Karina menghela napas panjang, berusaha menenangkan kepalanya yang penuh dengan berbagai pikiran. Di meja kecil di depannya, surat panggilan pengadilan dari pengacara Alicia tergeletak. Kata-kata di atas kertas itu seolah mengejeknya, mengingatkannya bahwa hidupnya kini bukan lagi miliknya. Alicia. Wanita itu. Karina menggigit bibir, mencoba menahan amarah sekaligus rasa tak berdaya yang terus menguar. Bagaimana bisa wanita seperti itu mengajukan tuntutan hukum untuk hak asuh anak yang bahkan tidak ia kandung? Sial. Karina meremas surat itu lalu melemparkannya ke lantai. Tangannya bergetar, tapi ia tahu ini bukan waktunya untuk
last updateLast Updated : 2025-01-09
Read more

Rahasia yang Mulai Terungkap

Sore itu, hujan deras mengguyur kota. Karina duduk di sofa kecil di apartemennya, memandang keluar jendela dengan tatapan kosong. Suara rintik hujan yang menghantam kaca seolah menyuarakan kekacauan di hatinya. Semua yang terjadi dalam hidupnya belakangan ini terasa seperti mimpi buruk yang tak kunjung usai.Pikiran Karina terus melayang, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi. Adrian, Alicia, bayi yang tengah tumbuh di rahimnya, dan semua rahasia yang seolah saling bertumpuk di sekitarnya. Dia ingin marah, ingin menangis, tapi tak ada gunanya. Semua ini sudah terjadi, dan dia hanya bisa mencari cara untuk bertahan.Ketukan di pintu memecah lamunannya. Karina menoleh, alisnya sedikit berkerut. Siapa yang datang di tengah hujan seperti ini? Dia bangkit perlahan dan membuka pintu, menemukan Adrian berdiri di sana, basah kuyup dengan tumpukan dokumen di tangannya.“Apa kamu selalu suka muncul tiba-tiba?” tanya Karina, mencoba menyembunyikan kegugupannya. Ada sesuatu tentang pria in
last updateLast Updated : 2025-01-09
Read more

Permainan Balas Dendam

Hujan masih turun deras ketika Karina meletakkan ponselnya di atas meja. Pikirannya kacau, seperti badai yang menggulung tanpa henti. Telepon dari Vera tadi menggema di kepalanya, membuat rasa takut menjalar di setiap sudut hatinya. Jonathan tahu bahwa dia dan Adrian bekerja sama. Itu berarti apa pun yang mereka lakukan sekarang sedang diawasi. Dan Vera… meskipun ia tak mempercayai sahabat lamanya itu lagi, nada suaranya tadi terdengar tulus. Ada ketakutan nyata di sana.Karina memandang ke luar jendela. Lampu-lampu kota yang biasanya gemerlap kini terlihat suram di balik kabut hujan. Dia menghela napas panjang, lalu meraih jaketnya. Ada satu orang yang harus dia temui sekarang. Dia tidak bisa menghadapi semua ini sendirian.Ketika Karina membuka pintu apartemennya, Adrian sudah berdiri di sana. Pria itu basah kuyup, dengan mantel hitam yang lengket di tubuhnya. Wajahnya serius, seperti seseorang yang baru saja berlari melewati badai.“Kamu tahu nggak, sekarang hampir tengah malam,” k
last updateLast Updated : 2025-01-10
Read more

Harga Sebuah Kebenaran

Sidang hak asuh anak itu akhirnya dimulai. Gedung pengadilan penuh sesak, tidak hanya dengan pihak-pihak yang berkepentingan, tetapi juga media dan publik yang haus akan drama dari kasus yang telah menjadi sorotan besar. Kamera-kamera berkilat tanpa henti, merekam setiap langkah Karina, Adrian, dan Alicia yang menjadi pusat perhatian. Karina menundukkan kepala sebisa mungkin, berusaha mengabaikan sorot mata yang menembus dirinya. Di sisi lain, Adrian berdiri tegap di sampingnya, seperti tameng yang tak tergoyahkan.Di ruang sidang, suasana tegang terasa. Semua orang duduk di kursi masing-masing, tapi pikiran mereka berputar-putar dengan harapan, ketakutan, dan rencana masing-masing. Karina memandang ke depan dengan napas berat. Ia tahu ini bukan sekadar soal hak asuh anak, tetapi juga tentang kebenaran yang akhirnya harus terungkap.Hakim mengetukkan palunya, membuka sidang hari itu. Suara palu yang keras membuat semua orang terdiam. “Sidang hak asuh anak antara pihak penggugat, Adri
last updateLast Updated : 2025-01-10
Read more

Kesaksian Vera

Pesan itu singkat, tapi cukup untuk membuat darah Karina membeku.Jonathan : Permainan belum selesai. Aku akan pastikan kau kehilangan segalanya.Karina menatap layar ponselnya dengan napas tertahan. Jantungnya berdegup kencang, sementara pikirannya melayang-layang, mencoba memahami apa yang akan terjadi selanjutnya, di sampingnya, Adrian berdiri dengan ekspresi tegang, pandangannya mengeras saat ia membaca pesan itu dari layar yang sama."Dia serius," gumam Karina, suaranya hampir tak terdengar. "Jonathan ... dia tidak sedang main-main."Adrian menghela napas panjang, menunduk sejenak seolah mencoba menenangkan badai yang berputar di dalam dirinya. "Aku tahu, Karina. Tapi aku janji, dia nggak akan menyentuhmu. Aku nggak akan biarkan."Adrian tahu ini bukan sekadar ancaman kosong. Jonathan adalah pria licik yang rela melakukan apa saja demi ambisinya. Selama bertahun-tahun, pria itu berusaha menggulingkannya dari dalam, mencari celah untuk merebut kendali perusahaan keluarga mereka. D
last updateLast Updated : 2025-01-10
Read more

Awal yang Baru

Malam itu terasa tenang, hanya suara gesekan dedaunan yang terbawa angin menyapa kesunyian. Karina duduk di sudut kecil apartemennya, menatap layar ponsel yang masih menyala. Napasnya terdengar pelan, hampir tertahan. Pesan terakhir dari Jonathan yang baru saja ia baca seperti menekan dadanya. Ancaman itu bukan sekadar kata-kata. Kali ini, Karina tahu, Jonathan tak lagi main-main. Ia menutup ponselnya dan meletakkannya di meja. Namun, pikirannya tak bisa tenang. Dari balik tirai tipis jendela, Karina merasa ada sesuatu yang bergerak di luar. Ia menoleh cepat, tapi hanya kegelapan malam yang menyambutnya. Namun, perasaan itu tetap ada—seperti ada seseorang yang memperhatikannya dari kejauhan. Ia menggigit bibirnya, mencoba mengalihkan pikiran buruk. “Aku harus fokus,” gumamnya pelan, menepuk pipinya sendiri untuk mengusir rasa takut. Karina bangkit dari duduknya dan berjalan ke dapur. Di sana ada secangkir teh yang baru saja ia seduh. Uapnya masih mengepul, membawa aroma melati y
last updateLast Updated : 2025-01-10
Read more

Cahaya di Ujung Jalan

Hujan masih turun di luar, menutup jalanan dengan gemuruh yang menenangkan sekaligus mencekam dalam keheningan malam. Karina menatap ponselnya, pesan dari Jonathan masih terpampang jelas di layarnya. Dadanya terasa sesak, seperti ada sesuatu yang berat mengganjal di tenggorokannya. Ancaman itu bukan sekadar kata-kata—ia tahu Jonathan cukup keji untuk melakukan apa pun demi memenuhi ambisinya.Dari jendela, ia menatap ke luar. Bayangan seseorang yang tadi berdiri di depan apartemennya sudah menghilang, tetapi perasaan tidak nyaman itu masih membekas. Karina menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Namun, napasnya terputus ketika suara ketukan pelan terdengar dari pintu apartemennya.“Siapa yang datang malam-malam begini?” gumamnya, setengah berbisik.Ia melangkah perlahan, tubuhnya masih diliputi ketegangan. Tangannya gemetar saat meraih gagang pintu. Ia mencoba mengintip dari lubang kecil di pintu, tetapi hanya bisa melihat bayangan samar. “Karina, ini aku.” Suara itu ter
last updateLast Updated : 2025-01-10
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status