Share

Kesaksian Vera

Penulis: Merry
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-10 21:59:52

Pesan itu singkat, tapi cukup untuk membuat darah Karina membeku.

Jonathan : Permainan belum selesai. Aku akan pastikan kau kehilangan segalanya.

Karina menatap layar ponselnya dengan napas tertahan. Jantungnya berdegup kencang, sementara pikirannya melayang-layang, mencoba memahami apa yang akan terjadi selanjutnya, di sampingnya, Adrian berdiri dengan ekspresi tegang, pandangannya mengeras saat ia membaca pesan itu dari layar yang sama.

"Dia serius," gumam Karina, suaranya hampir tak terdengar. "Jonathan ... dia tidak sedang main-main."

Adrian menghela napas panjang, menunduk sejenak seolah mencoba menenangkan badai yang berputar di dalam dirinya. "Aku tahu, Karina. Tapi aku janji, dia nggak akan menyentuhmu. Aku nggak akan biarkan."

Adrian tahu ini bukan sekadar ancaman kosong. Jonathan adalah pria licik yang rela melakukan apa saja demi ambisinya. Selama bertahun-tahun, pria itu berusaha menggulingkannya dari dalam, mencari celah untuk merebut kendali perusahaan keluarga mereka. D
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Terpaksa Jadi Ibu Surogasi   Awal yang Baru

    Malam itu terasa tenang, hanya suara gesekan dedaunan yang terbawa angin menyapa kesunyian. Karina duduk di sudut kecil apartemennya, menatap layar ponsel yang masih menyala. Napasnya terdengar pelan, hampir tertahan. Pesan terakhir dari Jonathan yang baru saja ia baca seperti menekan dadanya. Ancaman itu bukan sekadar kata-kata. Kali ini, Karina tahu, Jonathan tak lagi main-main. Ia menutup ponselnya dan meletakkannya di meja. Namun, pikirannya tak bisa tenang. Dari balik tirai tipis jendela, Karina merasa ada sesuatu yang bergerak di luar. Ia menoleh cepat, tapi hanya kegelapan malam yang menyambutnya. Namun, perasaan itu tetap ada—seperti ada seseorang yang memperhatikannya dari kejauhan. Ia menggigit bibirnya, mencoba mengalihkan pikiran buruk. “Aku harus fokus,” gumamnya pelan, menepuk pipinya sendiri untuk mengusir rasa takut. Karina bangkit dari duduknya dan berjalan ke dapur. Di sana ada secangkir teh yang baru saja ia seduh. Uapnya masih mengepul, membawa aroma melati y

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10
  • Terpaksa Jadi Ibu Surogasi   Cahaya di Ujung Jalan

    Hujan masih turun di luar, menutup jalanan dengan gemuruh yang menenangkan sekaligus mencekam dalam keheningan malam. Karina menatap ponselnya, pesan dari Jonathan masih terpampang jelas di layarnya. Dadanya terasa sesak, seperti ada sesuatu yang berat mengganjal di tenggorokannya. Ancaman itu bukan sekadar kata-kata—ia tahu Jonathan cukup keji untuk melakukan apa pun demi memenuhi ambisinya.Dari jendela, ia menatap ke luar. Bayangan seseorang yang tadi berdiri di depan apartemennya sudah menghilang, tetapi perasaan tidak nyaman itu masih membekas. Karina menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Namun, napasnya terputus ketika suara ketukan pelan terdengar dari pintu apartemennya.“Siapa yang datang malam-malam begini?” gumamnya, setengah berbisik.Ia melangkah perlahan, tubuhnya masih diliputi ketegangan. Tangannya gemetar saat meraih gagang pintu. Ia mencoba mengintip dari lubang kecil di pintu, tetapi hanya bisa melihat bayangan samar. “Karina, ini aku.” Suara itu ter

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10
  • Terpaksa Jadi Ibu Surogasi   Kejutan yang Mematahkan Hati

    “Daniel, aku pulang .…” bisik Karina, tersenyum kecil penuh harapan. Berdiri di depan pintu apartemen tunangannya, ia meremas buket bunga dan hadiah kecil di tangannya. Perasaan gugup dan bahagia bercampur, membayangkan wajah terkejut Daniel, pelukan hangat yang akan menyambutnya setelah setahun terpisah.Namun, begitu pintu terbuka, bukan kebahagiaan yang ia temukan.Di ambang pintu, Daniel berdiri dengan ekspresi yang tak pernah Karina bayangkan. Di sampingnya, seorang wanita berdiri terlalu dekat. Vera. Sahabat yang ia percayai seperti saudara, kini berada di samping Daniel, dalam keintiman yang tak bisa diabaikan.“Aku … aku bisa jelaskan .…” Daniel mencoba bicara, tapi kata-katanya menggantung di udara. Vera hanya menatap Karina dengan senyum tipis yang lebih terasa seperti ejekan daripada permintaan maaf.Karina memandang mereka dengan perasaan campur aduk—kecewa, marah, sakit hati. Rasanya seperti ada yang mencengkeram kuat jantungnya, mematahkan semua harapan yang ia bawa pula

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Terpaksa Jadi Ibu Surogasi   Bekerja di Perusahaan yang Baru

    Setelah kecelakaan itu, hari-hari Karina di rumah sakit terasa suram. Ia terbangun dari rasa sakit fisik, namun hati dan pikirannya lebih kacau. Setiap kali mengingat Daniel dan Vera, ada perasaan marah yang tidak bisa diredam, bercampur dengan rasa kecewa yang menyesakkan dada. Tapi di sisi lain, ia harus menghadapi kenyataan baru bahwa ada kehidupan yang tumbuh dalam dirinya.Karina duduk di ranjang rumah sakitnya, menatap kosong keluar jendela. Pikirannya terus berputar, tak henti bertanya-tanya bagaimana ia harus melanjutkan hidupnya.“Seharusnya aku lebih berhati-hati,” gumamnya pelan.Tiba-tiba pintu kamar terbuka, dan seorang dokter muda masuk bersama perawat. Ia menatap Karina dengan senyum tenang, membawa tablet yang berisi hasil pemeriksaannya.“Selamat pagi, Nona Karina. Bagaimana perasaan Anda hari ini?” tanya dokter itu ramah.Karina mencoba tersenyum, meski samar. “Lumayan, Dok.”Dokter itu mengangguk. “Saya membawa kabar baik. Kondisi Anda dan kandungan Anda stabil. Kam

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Terpaksa Jadi Ibu Surogasi   Berusaha Menerima Keadaan

    Karina memandang pantulan wajahnya di cermin kamar mandi. Kulitnya tampak sedikit pucat, dan matanya menyimpan kelelahan yang sulit disembunyikan, meski ia sudah berusaha tegar sejak keluar dari rumah sakit. Namun, di balik kepenatan itu, ada percikan semangat yang membuatnya bertahan. Bagaimanapun, ada kehidupan di dalam dirinya yang menunggu untuk tumbuh, dan ia tidak ingin menyerah begitu saja.Hari ini, ia harus menjalani pemeriksaan lanjutan untuk memastikan bahwa kondisinya benar-benar baik. Bayangan dokter yang mengatakan kondisi janinnya stabil memberikan sedikit kelegaan, namun ada kegelisahan yang tak bisa ia abaikan. Entah kenapa, perasaan bahwa sesuatu yang janggal sedang terjadi tak pernah benar-benar hilang dari pikirannya.Pintu ruang praktik terbuka, dan dokter itu kembali masuk dengan ekspresi serius yang sulit diartikan.“Selamat pagi, Nona Karina. Bagaimana perasaan Anda hari ini?” sapanya hangat.Karina mencoba tersenyum, meski hatinya berdebar tak menentu. “Lebih

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Terpaksa Jadi Ibu Surogasi   Pesan Misterius

    Karina menatap keluar jendela taksi yang membawanya pulang dari rumah sakit, mencoba menenangkan detak jantung yang masih berdegup kencang setelah mendengar kabar dokter. Ia merasakan campuran lega dan cemas, seolah-olah dunia ini memberinya tantangan yang lebih besar dari yang pernah ia bayangkan. Di dalam rahimnya, ada kehidupan yang tumbuh, anak yang tak pernah ia duga akan hadir, namun sekarang menjadi alasan terbesar baginya untuk bertahan.Dalam hati, ia memutuskan untuk melanjutkan hidup, mencari pekerjaan, dan menata masa depan yang baru. Ia tahu, ia tidak bisa mengandalkan siapa pun lagi. Daniel dan Vera, orang-orang yang pernah ia percayai sepenuhnya, telah mengkhianati hatinya. Dan kini, hanya dirinya sendiri yang bisa diandalkan.Setelah berminggu-minggu mencari pekerjaan, Karina akhirnya diterima di sebuah perusahaan besar. Sebuah kesempatan yang tak terduga, namun ia melihat ini sebagai awal dari lembaran baru. Hari pertamanya di kantor itu, ia mengenakan pakaian yang ra

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Terpaksa Jadi Ibu Surogasi   Kecurigaan Alicia

    Karina duduk di atas sofa kecil di sudut apartemennya, menatap layar ponsel yang kini gelap. Pesan terakhir itu masih terngiang di kepalanya. Waktumu akan habis, dan aku akan memastikan hidupmu hancur. Siapa pun pengirimnya, orang itu jelas tahu lebih banyak dari yang seharusnya. Tapi kenapa dia diancam? Dan kenapa sekarang, saat ia mencoba bangkit dari keterpurukan?Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya. Tangannya mengusap lembut perutnya yang mulai sedikit membesar. “Aku nggak akan biarin siapa pun ganggu kita,” gumamnya pelan, lebih seperti janji pada dirinya sendiri.Namun, di balik tekadnya, ada rasa takut yang tak bisa ia usir begitu saja.Alicia berdiri di depan cermin besar di kamar utama, membiarkan jari-jarinya menyusuri permukaan kulit wajahnya yang mulus. Wajah itu sempurna, dan ia tahu itu. Setiap sudutnya dipoles dengan hati-hati oleh tim profesional yang ia bayar mahal. Namun, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya malam itu. Sesuatu tentang Adrian.P

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Terpaksa Jadi Ibu Surogasi   Kedatangan Vera di Kantor

    Pagi itu, Karina memulai harinya dengan rutinitas baru di kantor. Setelah semua yang terjadi dalam hidupnya, pekerjaan ini menjadi tempat pelarian yang menenangkan. Ia menikmati kesibukan, merasa terbantu untuk melupakan sejenak semua luka dan rahasia yang ia simpan. Namun, ada hal yang tak bisa ia abaikan. Kehadiran Adrian, bosnya, selalu menciptakan perasaan aneh yang ia sendiri sulit jelaskan. Pria itu, dengan sikapnya yang dingin namun karismatik, membuat Karina sulit membaca apa yang sebenarnya ia pikirkan. Ketika Karina sedang memeriksa beberapa dokumen di mejanya, pintu ruangannya terbuka tanpa diketuk. Adrian masuk dengan langkah tenang, membawa sebuah berkas tebal di tangannya. “Nona Karina, Anda ada waktu sebentar?” Karina mengangkat wajah, matanya bertemu dengan tatapan Adrian yang tegas. Ia mencoba menyembunyikan rasa gugup yang tiba-tiba muncul. “Tentu, Pak. Ada yang bisa saya bantu?” Adrian mendekat, menyerahkan berkas itu padanya. “Ini laporan yang akan kita p

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-09

Bab terbaru

  • Terpaksa Jadi Ibu Surogasi   Cahaya di Ujung Jalan

    Hujan masih turun di luar, menutup jalanan dengan gemuruh yang menenangkan sekaligus mencekam dalam keheningan malam. Karina menatap ponselnya, pesan dari Jonathan masih terpampang jelas di layarnya. Dadanya terasa sesak, seperti ada sesuatu yang berat mengganjal di tenggorokannya. Ancaman itu bukan sekadar kata-kata—ia tahu Jonathan cukup keji untuk melakukan apa pun demi memenuhi ambisinya.Dari jendela, ia menatap ke luar. Bayangan seseorang yang tadi berdiri di depan apartemennya sudah menghilang, tetapi perasaan tidak nyaman itu masih membekas. Karina menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Namun, napasnya terputus ketika suara ketukan pelan terdengar dari pintu apartemennya.“Siapa yang datang malam-malam begini?” gumamnya, setengah berbisik.Ia melangkah perlahan, tubuhnya masih diliputi ketegangan. Tangannya gemetar saat meraih gagang pintu. Ia mencoba mengintip dari lubang kecil di pintu, tetapi hanya bisa melihat bayangan samar. “Karina, ini aku.” Suara itu ter

  • Terpaksa Jadi Ibu Surogasi   Awal yang Baru

    Malam itu terasa tenang, hanya suara gesekan dedaunan yang terbawa angin menyapa kesunyian. Karina duduk di sudut kecil apartemennya, menatap layar ponsel yang masih menyala. Napasnya terdengar pelan, hampir tertahan. Pesan terakhir dari Jonathan yang baru saja ia baca seperti menekan dadanya. Ancaman itu bukan sekadar kata-kata. Kali ini, Karina tahu, Jonathan tak lagi main-main. Ia menutup ponselnya dan meletakkannya di meja. Namun, pikirannya tak bisa tenang. Dari balik tirai tipis jendela, Karina merasa ada sesuatu yang bergerak di luar. Ia menoleh cepat, tapi hanya kegelapan malam yang menyambutnya. Namun, perasaan itu tetap ada—seperti ada seseorang yang memperhatikannya dari kejauhan. Ia menggigit bibirnya, mencoba mengalihkan pikiran buruk. “Aku harus fokus,” gumamnya pelan, menepuk pipinya sendiri untuk mengusir rasa takut. Karina bangkit dari duduknya dan berjalan ke dapur. Di sana ada secangkir teh yang baru saja ia seduh. Uapnya masih mengepul, membawa aroma melati y

  • Terpaksa Jadi Ibu Surogasi   Kesaksian Vera

    Pesan itu singkat, tapi cukup untuk membuat darah Karina membeku.Jonathan : Permainan belum selesai. Aku akan pastikan kau kehilangan segalanya.Karina menatap layar ponselnya dengan napas tertahan. Jantungnya berdegup kencang, sementara pikirannya melayang-layang, mencoba memahami apa yang akan terjadi selanjutnya, di sampingnya, Adrian berdiri dengan ekspresi tegang, pandangannya mengeras saat ia membaca pesan itu dari layar yang sama."Dia serius," gumam Karina, suaranya hampir tak terdengar. "Jonathan ... dia tidak sedang main-main."Adrian menghela napas panjang, menunduk sejenak seolah mencoba menenangkan badai yang berputar di dalam dirinya. "Aku tahu, Karina. Tapi aku janji, dia nggak akan menyentuhmu. Aku nggak akan biarkan."Adrian tahu ini bukan sekadar ancaman kosong. Jonathan adalah pria licik yang rela melakukan apa saja demi ambisinya. Selama bertahun-tahun, pria itu berusaha menggulingkannya dari dalam, mencari celah untuk merebut kendali perusahaan keluarga mereka. D

  • Terpaksa Jadi Ibu Surogasi   Harga Sebuah Kebenaran

    Sidang hak asuh anak itu akhirnya dimulai. Gedung pengadilan penuh sesak, tidak hanya dengan pihak-pihak yang berkepentingan, tetapi juga media dan publik yang haus akan drama dari kasus yang telah menjadi sorotan besar. Kamera-kamera berkilat tanpa henti, merekam setiap langkah Karina, Adrian, dan Alicia yang menjadi pusat perhatian. Karina menundukkan kepala sebisa mungkin, berusaha mengabaikan sorot mata yang menembus dirinya. Di sisi lain, Adrian berdiri tegap di sampingnya, seperti tameng yang tak tergoyahkan.Di ruang sidang, suasana tegang terasa. Semua orang duduk di kursi masing-masing, tapi pikiran mereka berputar-putar dengan harapan, ketakutan, dan rencana masing-masing. Karina memandang ke depan dengan napas berat. Ia tahu ini bukan sekadar soal hak asuh anak, tetapi juga tentang kebenaran yang akhirnya harus terungkap.Hakim mengetukkan palunya, membuka sidang hari itu. Suara palu yang keras membuat semua orang terdiam. “Sidang hak asuh anak antara pihak penggugat, Adri

  • Terpaksa Jadi Ibu Surogasi   Permainan Balas Dendam

    Hujan masih turun deras ketika Karina meletakkan ponselnya di atas meja. Pikirannya kacau, seperti badai yang menggulung tanpa henti. Telepon dari Vera tadi menggema di kepalanya, membuat rasa takut menjalar di setiap sudut hatinya. Jonathan tahu bahwa dia dan Adrian bekerja sama. Itu berarti apa pun yang mereka lakukan sekarang sedang diawasi. Dan Vera… meskipun ia tak mempercayai sahabat lamanya itu lagi, nada suaranya tadi terdengar tulus. Ada ketakutan nyata di sana.Karina memandang ke luar jendela. Lampu-lampu kota yang biasanya gemerlap kini terlihat suram di balik kabut hujan. Dia menghela napas panjang, lalu meraih jaketnya. Ada satu orang yang harus dia temui sekarang. Dia tidak bisa menghadapi semua ini sendirian.Ketika Karina membuka pintu apartemennya, Adrian sudah berdiri di sana. Pria itu basah kuyup, dengan mantel hitam yang lengket di tubuhnya. Wajahnya serius, seperti seseorang yang baru saja berlari melewati badai.“Kamu tahu nggak, sekarang hampir tengah malam,” k

  • Terpaksa Jadi Ibu Surogasi   Rahasia yang Mulai Terungkap

    Sore itu, hujan deras mengguyur kota. Karina duduk di sofa kecil di apartemennya, memandang keluar jendela dengan tatapan kosong. Suara rintik hujan yang menghantam kaca seolah menyuarakan kekacauan di hatinya. Semua yang terjadi dalam hidupnya belakangan ini terasa seperti mimpi buruk yang tak kunjung usai.Pikiran Karina terus melayang, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi. Adrian, Alicia, bayi yang tengah tumbuh di rahimnya, dan semua rahasia yang seolah saling bertumpuk di sekitarnya. Dia ingin marah, ingin menangis, tapi tak ada gunanya. Semua ini sudah terjadi, dan dia hanya bisa mencari cara untuk bertahan.Ketukan di pintu memecah lamunannya. Karina menoleh, alisnya sedikit berkerut. Siapa yang datang di tengah hujan seperti ini? Dia bangkit perlahan dan membuka pintu, menemukan Adrian berdiri di sana, basah kuyup dengan tumpukan dokumen di tangannya.“Apa kamu selalu suka muncul tiba-tiba?” tanya Karina, mencoba menyembunyikan kegugupannya. Ada sesuatu tentang pria in

  • Terpaksa Jadi Ibu Surogasi   Jebakan dan Pengkhianatan

    Karina memandang koper di sudut ruangan. Koper itu sudah ada di sana selama tiga hari terakhir, penuh dengan pakaian dan barang-barang pentingnya. Ia sudah berkali-kali berpikir untuk pergi. Meninggalkan semua kekacauan ini. Tapi ia tahu, pergi bukan lagi pilihan. Dan bertahan? Itu juga sama mustahilnya. Ruang sempit apartemennya terasa makin mencekik. Karina menghela napas panjang, berusaha menenangkan kepalanya yang penuh dengan berbagai pikiran. Di meja kecil di depannya, surat panggilan pengadilan dari pengacara Alicia tergeletak. Kata-kata di atas kertas itu seolah mengejeknya, mengingatkannya bahwa hidupnya kini bukan lagi miliknya. Alicia. Wanita itu. Karina menggigit bibir, mencoba menahan amarah sekaligus rasa tak berdaya yang terus menguar. Bagaimana bisa wanita seperti itu mengajukan tuntutan hukum untuk hak asuh anak yang bahkan tidak ia kandung? Sial. Karina meremas surat itu lalu melemparkannya ke lantai. Tangannya bergetar, tapi ia tahu ini bukan waktunya untuk

  • Terpaksa Jadi Ibu Surogasi   Perjuangan dalam Sunyi

    Malam itu, Karina duduk di tengah apartemennya yang sunyi. Air matanya sudah kering, tapi hatinya masih terasa berat. Semua yang terjadi beberapa bulan terakhir ini membuatnya limbung. Hidupnya berubah dalam sekejap, dan ia tidak pernah membayangkan akan berada dalam situasi seperti ini. Ia tahu, cepat atau lambat, ia harus membuat keputusan besar. Tapi keputusan apa? Tinggal dan menghadapi semua ini, atau pergi dan memulai semuanya dari awal?Pandangannya tertuju pada koper di sudut ruangan, sudah setengah penuh dengan pakaian dan barang-barang yang ia anggap penting. Ia menghela napas panjang. “Harusnya aku pergi sejak dulu,” gumamnya pelan, mencoba meyakinkan dirinya sendiri.Namun, tepat ketika ia hendak meraih kopernya, ponselnya berbunyi. Kesunyian malam itu pecah oleh suara getarannya. Karina ragu sejenak sebelum mengambilnya dari meja. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal. Anonim : Kau tidak akan pernah bisa lari dari kami.Jantung Karina berdegup kencang. Tangannya g

  • Terpaksa Jadi Ibu Surogasi   Pergi untuk Bertahan

    Karina berdiri di depan jendela apartemennya yang sederhana. Matanya menatap ke luar kota yang sibuk, namun pikirannya jauh dari semua itu. Tangannya perlahan menyentuh perutnya yang masih belum terlalu terlihat ada kehidupan lain di dalamnya. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, sesuatu yang sulit ia uraikan. Ketakutan, marah, bingung, dan lelah bercampur menjadi satu. Ia tahu satu hal pasti: ia harus pergi. Keputusan itu tidak mudah. Ia telah mencoba bertahan, mencoba menerima bahwa hidupnya tidak lagi sama. Namun, semakin hari, ia merasa semakin terkepung. Semua orang di sekitarnya—Adrian, Alicia, bahkan Vera—seakan menjadi ancaman. Bukan hanya untuk dirinya, tapi juga untuk anak yang ia kandung.Karina menarik napas dalam-dalam, mencoba menguatkan dirinya. Ia tahu apa yang harus dilakukan. Sambil menggenggam surat pengunduran diri yang baru saja ia cetak, ia melangkah keluar dari apartemennya. Ini adalah langkah pertama untuk memulai hidup baru.---Di kantor, suasana terasa

DMCA.com Protection Status