Semua Bab Perjalanan Dimensi Waktu Komandan Pasukan Khusus: Bab 381 - Bab 390

703 Bab

Bab 380, Memulihkan Kebebasan.

Semua Pelayan bingung, apa maksudnya dengan mengatakan bahwa Jendral Manggala membuat otak Eko Sarwit rusak?Kaisar Maheswara menunjukkan ekspresi aneh, "Eko Sarwit mengatakan dalam laporan bahwa kakinya bukan dipatahkan oleh Jendral Manggala, tetapi karena ia jatuh secara tidak sengaja. Tidak ada kaitannya dengan Jendral Manggala.""Dan dia memohon kepada saya agar tidak menghukum Jendral Manggala karena masalah ini."Semua Pelayan terkejut, pikirnya, benar-benar ada masalah dengan otaknya.Kaisar Maheswara melihat ke arah Kasim Subagja, "Apakah menurutmu Eko Sarwit ini sudah salah makan obat?"Kasim Subagja menunduk dan berkata pelan, "Yang Mulia, ini adalah kabar baik! Sepertinya patah kakinya Eko Sarwit tidak ada hubungannya dengan Jendral Manggala, ini semua hanya kesalahpahaman."Kaisar Maheswara mendengus dingin!"Kesalahpahaman? Lalu bagaimana dengan di hadapan para pejabat sipil dan militer yang baru saja selesai rapat, banyak mata yang melihat kejadian itu. Apakah mereka sem
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-14
Baca selengkapnya

Bab 381, Kebahagiaan yang Datang Terlalu Mendadak.

Setelah mengantar pergi Kepala Kasim Subagja, Raka Anggara menunggangi kuda kesayangannya, Si Bengras, dan dengan derap langkah yang mantap menuju ke Gang Doli. Sampai di lantai dua, dia melihat Gunadi Kulon dan Dadaka sedang minum-minum bersama beberapa orang. Raka Anggara mendekati mereka, lalu tersenyum pada Gunadi Kulon sambil berkata, "Kebetulan kau di sini. Aku tadi hampir mengutus Kang Rustam mencarimu di Kantor Departemen Pengawas." Gunadi Kulon bertanya, "Mencariku ada urusan apa?" Raka Anggara mengeluarkan surat perintah kekaisaran dan menyerahkannya pada Gunadi Kulon. Melihat surat itu, wajah Gunadi Kulon langsung berubah, dan dia bersiap berlutut untuk menerimanya. Raka Anggara tertawa, "Bukan untukmu." Gerakan Gunadi Kulon terhenti, dan dia memandang Raka Anggara dengan bingung. "Ini untuk Ningsih," jawab Raka Anggara. Gunadi Kulon awalnya tertegun, lalu seakan-akan menyadari sesuatu, dia menatap Raka Anggara dengan penuh harapan. Raka Anggara tersenyum dan meng
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-14
Baca selengkapnya

Bab 382, Rahasia Rahayu.

Kereta kuda berhenti di depan gerbang kediaman Raka Anggara. Mang Sasmita dan beberapa pelayan sudah menunggu di depan untuk menyambut mereka. Para pelayan membawa bangku kecil, dan Raka Anggara membantu Dasimah dan Rahayu turun dari kereta kuda. "Dengar, ini wanita-wanitaku, Dasimah dan Rahayu," kata Raka Anggara memperkenalkan mereka. Dasimah tersenyum lembut, penuh keanggunan dan kelembutan. Sementara Rahayu tersenyum cerah, senyumnya manis sekali. Mang Sasmita dan yang lainnya membungkukkan badan, "Salam, Nona Dasimah! Salam, Nona Rahayu!" "Rahayu, Dasimah, ini adalah Mang Sasmita. Dia yang selalu mengurusku dan merupakan kepala pelayan keluarga." "Salam, Mang Sasmita!" Rahayu dan Dasimah membungkuk ringan dan memberi salam dengan suara lembut. Mang Sasmita tersenyum lebar hingga matanya menyipit. Dalam hati ia memuji, Tuan muda keempat memang hebat, dua gadis ini cantik seperti bidadari. "Ini adalah Yayan Kasep, yang bertanggung jawab atas keamanan rumah." Setelah per
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-14
Baca selengkapnya

Bab 383, Menjelajahi Dunia Persilatan.

Malam itu, Raka Anggara akhirnya merasakan kebahagiaan yang sempurna. Rahayu akhirnya membuka hatinya dan menyambutnya dengan tulus. Keesokan paginya, Raka Anggara bersiap untuk pergi ke Paviliun Kedamaian, yang merupakan markas Gerbang Bayangan Hantu di ibu kota. Saat ini, Raka Anggara hanyalah orang biasa. Setelah menemani Rahayu dan Dasimah berziarah, dia berencana menjelajahi dunia persilatan dan mengunjungi Gerbang Bayangan Hantu. Dia yakin tidak akan lama lagi, Negara Kerajaan Hulu Butut akan melanggar perjanjian. Kerajaan Huis Bodas akan melancarkan serangan. Kerajaan Tulang Bajing akan menghentikan perundingan damai. Ketika mereka ingin memanggilnya kembali, dia sudah tidak ada di ibu kota. Pada saat itu, ketika perang pecah di perbatasan dan kaisar tidak dapat menemukannya, kemarahan kaisar pasti akan meledak. Orang-orang yang dulu menyerangnya di pengadilan tidak akan lolos begitu saja dan akan menanggung amarah Yang Mulia Kaisar. Namun, sebelum dia sempat pergi, Wi
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-15
Baca selengkapnya

Bab 384, Raka Anggara Harus Mati.

"Sebetulnya, kita bisa mencoba menarik Raka Anggara ke pihak kita. Dia memang seorang talenta luar biasa. Membunuhnya hanya akan sia-sia!" Di dalam ruang rahasia, seorang pria tua berusia lebih dari lima puluh tahun berkata. Pemuda gemuk berwajah putih itu memainkan piring camilannya sambil terkekeh pelan. Beberapa saat kemudian, dia berbicara dengan perlahan, "Simpan rasa simpati terhadap bakat itu untuk lain waktu. Raka Anggara harus mati." Pria tua itu tampak bingung. Pemuda gemuk itu menyeringai dingin. "Cara berpikirnya berbeda dari orang kebanyakan. Dia membawa terlalu banyak ketidakpastian." "Aku telah meminta Catur Anggaseta mencoba menariknya dengan menggunakan hubungan dia dan Ratu Kerajaan Tulang Bajing sebagai pancingan... Namun hasilnya, seluruh keluarga Catur Anggaseta dieksekusi, dan Ihsan Jayadipa pun lenyap." "Apakah kalian sadar? Setiap orang yang melawannya selalu berakhir dengan tragis... Permaisuri, Pangeran Wicaksana, Perdana Menteri Kiri, siapa yang tidak
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-15
Baca selengkapnya

Bab 385, Kalau Ini Masih Bisa Ditahan, Kotoran Pun Bisa Dimakan.

Raka Anggara sedang bersiap memperkenalkan Rahman Abdulah kepada Rahayu dan Dasimah ketika tiba-tiba terdengar jeritan menyayat hati dari belakangnya. Ketika Raka Anggara menoleh, ia melihat bahwa entah sejak kapan di medan pertempuran muncul sekelompok orang lain. Orang-orang ini mengenakan pakaian serba hitam yang ketat dan topeng berbentuk wajah setan. Jumlah mereka tidak banyak, hanya tujuh orang, tetapi kemampuan mereka luar biasa, dengan serangan yang mematikan. Senjata mereka berupa pedang melengkung, dan setiap gerakan mereka adalah serangan yang mengincar nyawa. Hanya dalam beberapa detik, para pembunuh sebelumnya semuanya telah tewas. Rustam dan yang lainnya memandang kelompok tak dikenal ini dengan waspada. "Siapa kalian?" tanya Rustam. Namun, orang-orang bertopeng wajah setan itu tidak menjawab. Mereka berbalik dan berlari masuk ke dalam hutan, menghilang begitu saja. Raka Anggara memandang Rahman Abdulah. "Orang-orangmu?" Rahman Abdulah menggeleng. "Bukan!" Raka
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-15
Baca selengkapnya

Bab 386, Maju atau Mundur Sama-Sama Mati.

"Kakak Senior, menurutmu kalian bisa tahan? Aku sendiri sih nggak bisa. Berani-beraninya menantang Gerbang Bayangan Hantu kita. Kalau tidak... Eh, mana orangnya?" Raka Anggara berkata dengan wajah penuh amarah, menggertak dengan semangat. Namun, saat mendongak, ia menyadari Rahman Abdulah sudah tidak ada di tempat. Dia menoleh ke arah Yayan Kasep. "Mana dia?" Yayan Kasep menunjuk ke arah hutan yang tak jauh dari situ. Raka Anggara memutar kepala dan melihat punggung Rahman Abdulah menjauh. "Jangan khawatir, Adik Junior. Setelah ini, Gedung Bulan Gelap tidak akan bisa bertahan di dunia persilatan lagi!" Setelah berkata demikian, Rahman Abdulah berjalan masuk ke dalam hutan dan menghilang. Raka Anggara tersenyum tipis, lalu berbalik masuk ke dalam kereta. "Berangkat!" Raka Anggara merebahkan kepala di atas paha Dasimah sambil berkata santai. Dasimah dengan lembut memijat pelipis Raka Anggara. Raka Anggara kemudian meluruskan kakinya, meletakkannya di atas paha Rahayu. Rahayu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-15
Baca selengkapnya

Bab 387, Manusia Tanpa Kepercayaan Tak Dapat Berdiri.

Raka Anggara telah tiba di Tangkuban Herang dan menemukan sebuah penginapan untuk beristirahat. Selama perjalanan, dia sering makan di tempat terbuka dan tidur di bawah langit. Setelah menetap, dengan bantuan Dasimah dan Rahayu, Raka Anggara mandi air hangat dan bersiap mengajak semua orang untuk menikmati makanan lezat bersama. “Tuan Raka, ada seseorang mencarimu,” suara Yayan Kasep terdengar dari luar. Raka Anggara menjawab, lalu membuka pintu. Di luar, selain Yayan Kasep, ada seorang pria paruh baya berpakaian hitam yang tampak gagah. Raka Anggara mengenal pria ini, dia adalah orang kepercayaan Pangeran Dewantara. Pria itu membungkuk sambil mengepalkan tangan di dada. “Tuan Raka, Pangeran meminta Anda datang ke kediaman untuk berbincang.” “Pangeran cukup cepat mendapat berita, ya,” kata Raka Anggara, lalu berpesan kepada Yayan Kasep untuk menjaga Dasimah dan Rahayu dengan baik. Dia sendiri pergi bersama Rustam. Dengan menunggang kuda, mereka segera tiba di kediaman Pangeran
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-15
Baca selengkapnya

Bab 388, Hilang.

Raka Anggara berdiskusi dengan Pangeran Dewantara mengenai detail kerja sama mereka, lalu pergi dengan membawa 200 ribu tael perak. Perjalanan kali ini benar-benar menguntungkan! Alasan dia memilih bekerja sama dengan Pangeran Dewantara adalah, Pertama orang ini tergolong cukup dapat dipercaya. Kedua, Tangkuban Herang adalah wilayah kekuasaan Pangeran Dewantara. Dengan menyerahkan urusan bisnis padanya, Raka Anggara bisa menikmati keuntungan tanpa repot. Ketiga, Ini juga mengikat Pangeran Dewantara agar tetap berpihak padanya. Setelah kembali ke penginapan, mereka semua beristirahat semalam. Malam itu, Raka Anggara tidur terpisah dari Rahayu dan Dasimah. Hal ini karena besok mereka akan pergi untuk berziarah ke makam Ajun Brahmatama. Keesokan paginya.Raka Anggara mengutus seseorang untuk membeli dupa dan perlengkapan lain untuk berziarah. Ajun Brahmatama dulu dijatuhi hukuman mati bersama seluruh keluarganya. Saat itu, Rahayu dibawa keluar dari Wilayah Tangkuban Herang oleh
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-15
Baca selengkapnya

Bab 389, Orang Pilihan Langit.

Seorang pemuda gemuk berwajah licik mengangguk pelan. Seorang lelaki tua berusia lebih dari lima puluh tahun mengerutkan kening dan bertanya, "Lalu siapa yang akan kita bunuh?" Pemuda gemuk itu mengambil kertas dan pena, lalu membagi kertas itu menjadi beberapa potongan kecil. Dia menuliskan beberapa nama marga di atasnya. Kemudian, dia meremas kertas itu menjadi bulatan kecil, menggabungkan kedua tangannya, dan menggoyangkannya seperti melempar dadu. "Siapa yang akan dibunuh, serahkan pada takdir. Mari kita lihat siapa yang diinginkan langit." Setelah berkata demikian, dia mengambil salah satu bulatan kertas secara acak dan menyerahkannya kepada lelaki tua itu. "Lihat, siapa orang pilihan langit ini?" Lelaki tua itu membuka bulatan kertas itu, wajahnya langsung berubah drastis. Di atasnya terdapat satu huruf besar, Manggala. Pemuda gemuk itu bertanya, "Siapa?" "Manggala." Pupil pemuda gemuk itu mengecil, "Ini semua adalah kehendak langit!" Lelaki tua itu berkata dengan suar
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-15
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
3738394041
...
71
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status