Semua Bab Perjalanan Dimensi Waktu Komandan Pasukan Khusus: Bab 141 - Bab 150

351 Bab

Bab 140, Kahuripan.

Kapal perang mengangkat layar, mengarungi ombak, dan melaju mengikuti arus.Dua kapal perang berada di depan, satu kapal di tengah, dan dua lainnya di belakang. Raka Anggara berada di kapal besar di tengah. Ia tinggal di kamar paling luas di lantai dua. Saat kembali ke kamarnya, ia membuka bungkusan yang diberikan Dasimah. Di dalamnya terdapat lima set pakaian hangat, lima jubah luar dengan warna berbeda, termasuk pakaian dalam, celana dalam, dan kaus kaki kain. Ia pergi dengan terburu-buru dan tak sempat mempersiapkan ini semua... untung ada Dasimah.Raka Anggara mengambil kantong wewangian dan menghirup aromanya, harum bunga anggrek yang lembut. Sebenarnya, ini kurang cocok dibawa untuk berperang, namun ia tetap mengambil satu dan menggantungkannya di pinggang. Ia lalu mendorong pintu dan keluar, melihat Rustam dan Jamran berdiri di kanan-kiri pintu."Apa yang kalian berdua lakukan berdiri di sini saja?" tanyanya.Rustam dengan serius menjawab, "Jenderal Raka, kami adalah pengawal p
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-20
Baca selengkapnya

Bab 141 - Randitama.

Raka Anggara menyipitkan matanya sambil tersenyum, menatap para penyanyi di panggung yang penuh pesona. Dalam hati, ia diam-diam berpikir betapa orang-orang ini tahu cara bersenang-senang.Tak heran semua orang ingin menjadi pejabat.Punya uang belum tentu punya kekuasaan, tapi punya kekuasaan pasti punya uang.Tak lama, para pelayan masuk beriringan, menyajikan hidangan lezat di atas meja.“Tuan Raka, hidangan sederhana ini tentu tak sebanding dengan makanan lezat dari ibukota. Maaf atas penyambutan yang seadanya. Jendral Raka, mohon dimaklumi!” kata Prawiratama sambil mengangkat cawan anggurnya. “Mari, kita bersulang untuk Jendral Raka!”Raka Anggara mengangkat cawan anggurnya dan mulai bersulang dengan para pejabat Provinsi Kahuripan.Tak lama, para penyanyi di panggung pun turun untuk ikut bersulang, dan suasana pun menjadi semakin hangat.“Hamba sudah lama mendengar kemasyhuran Tuan Raka di Provinsi Kahuripan. Hari ini, hamba sungguh beruntung bisa bertemu... Hamba bersulang untu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-21
Baca selengkapnya

Bab 142, Saudara Angkat.

Raka Anggara tersenyum tipis dan berkata, “Sebagai pejabat Provinsi Kahuripan, pakaian resmi dan sepatu Anda sudah usang dan bahkan berubah bentuk. Sudah dipakai lama, bukan?”“Apakah Jendral Raka tidak takut jika saya sengaja melakukannya?”Raka Anggara maju dan meraih pergelangan tangannya. “Pakaian bisa dibuat-buat, tapi tangan ini tidak bisa. Kulitnya kasar dan pecah-pecah, serta ada tanah di bawah kukunya, tanda Anda sudah bekerja keras dalam waktu lama, dan sulit dibersihkan dalam waktu singkat.”Randitama membungkuk dan memberi hormat. “Jendral Raka memang jeli sekali, saya sangat menghormati Anda.”“Saya berani bertanya, apakah Jendral Raka benar-benar datang untuk menumpas bandit?”Raka Anggara tidak berbicara, hanya mengangguk.Randitama membungkuk sekali lagi. “Jendral Raka, kalau begitu saya akan mengambil risiko.”“Menurut penyelidikan saya, bandit di Kabupaten Jambang tiba-tiba muncul... dan mereka bukan bandit biasa, seolah-olah punya tujuan tertentu, hanya merampok Des
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-21
Baca selengkapnya

Bab 143, Dendam Ini, Aku Akan Membantumu Membalasnya!

"Kang Sumarlin, kenapa mereka menangkapmu? Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Raka Anggara.Sumarlin, yang awalnya tersenyum lugu, tiba-tiba tampak emosi. Kedua tangannya terkepal erat, matanya memancarkan kebencian.Tiba-tiba, ia berlutut di depan Raka Anggara."Bintang Kecil, aku tahu sekarang kamu orang penting. Aku mohon padamu, kumohon, demi kenangan kita dulu, bunuh semua binatang itu."Raka Anggara segera membantunya berdiri."Kang Sumarlin, aku tidak akan diam saja tentang masalahmu... Tapi kamu harus memberitahuku apa yang sebenarnya terjadi."Sumarlin tiba-tiba meneteskan air mata. "Sebulan yang lalu, karena aku ingin menikahi Laksi...""Laksmini?"Raka Anggara mengenalnya. Laksi dulu memperlakukan Raka Anggara dengan sangat baik.Sumarlin mengangguk. "Karena akan menikah, aku ingin pergi berburu di gunung bersama ayah... tapi kami bertemu sekelompok orang yang sedang menggali gunung."Alis Raka Anggara terangkat sedikit. "Menggali gunung?""Ya, mereka sedang menggali gunun
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-21
Baca selengkapnya

Bab 144, Tambang Emas.

Jalan pegunungan sulit ditempuh, ditambah lagi beberapa hari yang lalu turun salju lebat, sehingga jalan yang sudah tersembunyi ini semakin sulit untuk dilalui.Untungnya, Sumarlin sering berburu di sini, jadi dia sangat mengenal wilayah ini.Satu jam kemudian, Sumarlin tiba-tiba berhenti."Bintang Kecil, setelah melewati gunung di depan, kita akan sampai."Raka Anggara mengangguk, lalu meminta Dahlan Wiryaguna untuk memberi perintah agar semua orang tetap di tempat, sementara dia bersama Sumarlin, Rustam, dan Jamran... pergi terlebih dahulu untuk melakukan pengintaian.Beberapa orang itu mendaki hingga ke puncak.Sumarlin menunjuk ke arah gunung di seberang, dan berbisik, "Mereka ada di lembah itu, tidak tahu sedang menggali apa."Karena gunung tertutup salju, Raka Anggara juga tidak bisa melihat dengan jelas.Dia secara naluriah mengulurkan tangan, "Berikan teropong padaku."Rustam melihatnya dengan wajah bingung, "Teropong apa?""Eh... tidak apa-apa!" Raka Anggara tersenyum sambil
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-21
Baca selengkapnya

Bab 145, Memberimu Kesempatan untuk Bunuh Diri.

Pria berjanggut lebat itu menatap Sumarlin dengan dingin dan berkata dengan suara berat, "Mundur... mundur semua ke dalam tambang!"Sumarlin dengan panik memuat anak panah. Walau dia tahu cara menggunakan panah silang, dia belum begitu terampil.Raka Anggara menghampirinya dan menahan pergelangan tangannya. "Tim pertama, siapkan senapan!" Di atas kapal, Raka Anggara telah membagi seribu orang menjadi sepuluh tim. Puluhan orang maju dengan cepat, sementara yang lainnya mundur. Orang-orang yang berdiri paling depan berbaris dalam dua barisan, barisan pertama setengah berjongkok, dan barisan belakang berdiri tegak. Di tangan mereka, terangkatlah senjata senapan api. "Tim kedua, bersiap! Tim pertama, tembak!" Begitu Raka Anggara memberi perintah, terdengar suara ledakan, "Bang! Bang! Bang!!!" Suara itu menggema bak petir, dengan kilatan api disertai asap hitam yang menyebar. Darah muncrat, diiringi teriakan pilu nan menyayat hati. Mereka yang melarikan diri ke arah tambang segera j
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-21
Baca selengkapnya

Bab 146, Bunuh Semua, Jangan Tinggalkan Satu Pun.

Arif Mukidi menggelengkan kepala, "Saya tidak tahu tentang itu, Tuan Prawiratama mengirim dua ahli sihir kepada saya. Mereka bisa menemukan posisi batuan emas, dan kami hanya bertugas menggali.""Ahli sihir? Di mana mereka?"Arif Mukidi melihat ke arah mayat-mayat yang berserakan, "Dibunuh oleh kalian!"Raka Anggara, "terdiam.""Kalian sudah menggali berapa banyak batu emas?""Tidak tahu! Kami membagi orang menjadi dua kelompok, menggali siang dan malam tanpa henti, pasti sudah banyak."Raka Anggara mengernyit, "Kalian memasukkan batu emas itu ke dalam kayu, lalu melemparkannya ke sungai agar terbawa arus ke hilir. Siapa yang menerima barang itu di hilir?"Arif Mukidi berkata, "Orang Tuan Prawiratama juga, pemimpinnya bernama Sudarman.""Lalu, ke mana batu emas itu akan dibawa pada akhirnya?"Arif Mukidi menggelengkan kepala, "Tidak tahu, Tuan Prawiratama tidak pernah mengatakan... Namun, saya sempat mendengar ketika beliau mabuk, dia berkata bahwa setelah batuan emas ini dilebur menj
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-21
Baca selengkapnya

Bab 147, Ibumu Dibunuh oleh Seseorang.

Raka Anggara memandang Sudarman dengan dingin, "Kau yakin tidak ada yang ingin kau katakan padaku?""Satu kamu, satu Arif Mukidi... kalian berdua akan mati dengan tragis!""Tapi Arif Mukidi lebih pintar, dia memberitahu semua yang dia tahu... menukar keselamatan istri dan anak-anaknya.""Kalau kamu tidak punya yang ingin dikatakan, para wanita di keluargamu akan dipekerjakan di rumah bordil, dihina oleh seribu pria, tidur dengan puluhan ribu... sedangkan kaum lelaki akan diasingkan ke tempat yang sangat dingin dan keras."Tubuh Sudarman gemetar, dia mengangkat kepalanya dengan penuh ketakutan, dan dengan gemetar bertanya, "Kau... kau Raka Anggara, bukan?"Raka Anggara agak terkejut, "Kau mengenaliku?""Kau tadi bilang waktu kecil tinggal di Desa Tidar, aku... aku menebak itu kamu!"Mata Raka Anggara berkedip, "Hanya berdasarkan satu kalimat kamu bisa menebak itu aku... sepertinya kamu sering memperhatikan aku. Tapi kita tidak saling kenal, kenapa memperhatikan aku?"Sudarman gemetar d
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-21
Baca selengkapnya

Bab 148, Aturanku Adalah Aturan.

Gunadi Kulon mengerutkan alisnya dan berkata, "Ini tidak sesuai dengan aturan."Raka Anggara berkata dengan tegas, "Aturanku adalah aturan... Bukti yang kumiliki sekarang cukup untuk membuat Prawiratama mati sepuluh kali.""Orang-orang, siapkan satu ruangan," perintah Raka Anggara.Raka Anggara memerintahkan untuk membersihkan sebuah ruangan dan segera menunjuk ke arah Prawiratama, "Bawa dia masuk, aku akan menginterogasinya secara pribadi.""Jendral Raka, mendirikan ruang sidang pribadi tidak sesuai dengan hukum besar Kerajaan Suka Bumi, ini adalah kejahatan besar... Anda tidak memiliki wewenang untuk menginterogasi kami sendiri," seorang pejabat berkata dengan gemetar.Raka Anggara segera mengeluarkan pedang kekaisaran."Pedang kekaisaran ada di sini, yang melihat pedang ini seperti melihat Kaisar sendiri!"Semua pejabat ketakutan hingga gemetar, lalu berlutut dan berseru, "Hormat kepada Yang Mulia!"Raka Anggara berkata dingin, "Kaisar memberiku pedang kekaisaran, memberiku kekuasa
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-21
Baca selengkapnya

Bab 149, Ada Pengawas yang Terlibat.

"Di mana kalian memurnikan emas?" tanya Raka Anggara dengan suara rendah."Di bengkel pandai besi Berdikari di selatan kota. Pemiliknya adalah kerabat jauh saya," jawab pria itu.Raka Anggara tersenyum dingin. "Memurnikan emas di bengkel pandai besi, cukup pintar untuk mengelabui orang.""Tuan Prawiratama, ada lagi yang ingin Anda sampaikan?" tanya Raka Anggara.Prawiratama menjawab, "Saya punya buku catatan. Di dalamnya tercatat dengan jelas emas dan perak yang dikirimkan ke Perdana Menteri Kiri selama beberapa tahun ini, serta pejabat Provinsi Kahuripan yang terlibat. Semuanya tercatat di sana."Prawiratama tahu bahwa dirinya sudah tamat. Sekarang, satu-satunya cara agar keluarganya selamat adalah dengan berkata jujur.Raka Anggara bangkit berdiri dan berkata, "Komandan Gunadi, lanjutkan pemeriksaan ini. Pastikan seseorang mengambil buku catatan itu... Aku akan membawa orang untuk menggerebek bengkel pandai besi Berdikari."Gunadi Kulon mengangguk.Saat Prawiratama menjerit kesakita
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-21
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1314151617
...
36
DMCA.com Protection Status