Semua Bab Terjebak Gairah (Calon) Mantan Suamiku : Bab 21 - Bab 30

42 Bab

21. Bertemu

Kini, Kirana sudah rapih mengenakan dress berwarna biru selutut dipadupadankan dengan make-up nya yang natural. Wanita itu sedang ada janji dengan seseorang di sebuah cafe yang tak jauh dari desanya. Tak butuh waktu lama untuk sampai ke sana, dan ia langsung memperhatikan seluruh penjuru cafe untuk menemukan temannya tersebut."Rana!" Teriak seseorang yang ada di meja pojok dekat jendela. Tentu saja Kirana langsung menoleh dan segera menghampiri orang tersebut. "Ah, maaf aku telat. Apa kau sudah menunggu lama, Barra?""Tidak, aku juga belum lama sampai. Silakan duduk dulu. Kita bahas masalahnya setelah makan, bagaimana menurutmu? Kebetulan sekali, sebentar lagi jam makan siang," ucap Barra dengan ragu dan terasa canggung."Hmm, oke." Kirana hanya mengangguk sebagai tanda persetujuan. Wanita itu melihat ada yang berbeda dengan pria yang ada di hadapannya."Apa ada masalah?" Tanya Kirana penasaran. Ia heran ketika Barra yang biasanya tersenyum hangat, kini hanya diam dan membuat suasa
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-03
Baca selengkapnya

22. Terciduk

Ardan menoleh ke arah sumber suara dan langsung membulatkan matanya dengan sempurna, tatkala melihat seseorang yang masih berdiri di ambang pintu.Zara!Ardan bertanya-tanya mengenai keberadaan Zara yang ada di hadapannya. Bagaimana bisa wanita itu bisa tahu tempat ini? Begitulah kira-kira isi pikiran Ardan. Akan tetapi, Ardan langsung menetralkan suasana yang tiba-tiba menegang, agar Zara tidak ketakutan."Zara, ada apa kau ke sini? Bagaimana bisa kau tau tempat ini?" Tanya Ardan penasaran. Pria itu merasa sedikit cemas, takut Kirana datang dan melihat apa yang sedang terjadi.'Apa yang sedang aku pikirkan? Bukankah Kirana sudah tau mengenai hubungan kami? Jadi untuk apa aku merasa cemas. Ah, ini pasti gara-gara aku menumpang dan merasa bersalah saja,' batin Ardan yang kembali meyakinkan dirinya yang mulai aneh."Daripada menyambut ku, kau malah penasaran dengan keberadaan ku di sini? Apa yang kau lakukan hingga tak pernah menghubungiku lagi? Aku ke sini dengan susah payah untuk mene
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-08
Baca selengkapnya

23. Ada yang aneh

"Jangan macam-macam! Bukankah sudah kubilang agar kau pergi dari sini bersama wanitamu?! Pergilah, aku juga tidak akan mempermasalahkannya," ucap Kirana terbata. Ia merasa gugup dan resah gelisah, ketika berhadapan dengan Ardan.Pria itu tersenyum lembut, tapi justru membuat ketakutan itu sendiri bagi Kirana. Tangan besar nan kokoh itu membelai lembut pipinya, seolah tak terusik dengan kalimat yang ia layangkan."Rupanya istriku sedang cemburu. Kau tidak perlu khawatir, aku tidak akan pergi ke manapun. Kau pasti sedang menguji ku, kan? Kau ingin aku tetap berada di sisimu kan? Kau mengatakan hal itu hanya untuk mencari perhatian dariku. Kirana, jangan menguji kesabaran ku, karena aku tidak bisa menahannya.""Eh, apa yang kau lakukan? Cepat turunkan aku!" Teriak Kirana sambil meronta dalam gendongan Ardan. Pria itu tiba-tiba saja membopongnya menuju kamar.Tak hanya itu, setelah mengunci pintu kamar, Ardan malah menarik Kirana ke dalam kamar mandi."Karena kau sudah keluar rumah tanpa
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-11
Baca selengkapnya

24. Meminta kepastian

Ardan terhuyung ke belakang, tubuhnya terasa aneh. Apakah ia sakit? Ardan bingung karena selama ini ia jarang sakit, dan meskipun ia jatuh sakit, ia tidak akan merasa aneh seperti ini.Dengan buru-buru, Ardan menyiapkan makan malamnya dan juga Kirana. Mungkin ia kelelahan dan juga kurang makan.Sesampainya di dalam kamar, Ardan langsung meletakkan nampan berisi makanan dan kemudian membangunkan Kirana dari tidurnya."Kirana, makanlah. Aku sudah membawakannya ke sini. Ayo kita makan bersama," ucap Ardan sambil membantu Kirana untuk duduk.Kirana menguap dan meregangkan tubuhnya lantaran merasa pegal setelah tidur cukup lama. Namun, pandangannya langsung tertuju pada wajah suaminya yang terlihat aneh. Ardan terlihat pucat."Apa kau sakit?" Tanya Kirana penasaran. Sebenarnya ia merasa hal ini adalah karma untuk Ardan yang seorang maniak seks."Tidak, mungkin aku hanya kurang istirahat saja. Makan dan lanjut istirahat lagi. Apa kau mau mandi dulu?" Ardan bertanya dengan santai, tak sepert
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-13
Baca selengkapnya

Hukuman

Kirana pulang dalam keadaan lelah, wajahnya lesu dan terlihat gusar. Namun, pada saat yang sama, ia mendapati Ardan tengah duduk di ruang tengah dengan tatapannya yang dingin."A—ardan, apa yang sedang kau lakukan?" Kirana bertanya dengan gugup. Entah kenapa, ia merasa bahwa Ardan kembali menjadi pria dingin tanpa belas kasih."Aku hanya sedang menunggu istriku yang pergi entah kemana, disaat aku sedang sakit."Ardan menatap Kirana tajam, tatapannya menusuk seperti es. Udara di ruangan itu tiba-tiba terasa dingin, menusuk tulang. Kirana merasakan bulu kuduknya berdiri. Suasana yang selama dua hari terakhir terasa hangat dan penuh perhatian, kini sirna tanpa jejak. Hanya ada keheningan mencekam, diselingi detak jantung Kirana yang berdebar kencang."Aku sudah tahu semuanya," ucap Ardan, suaranya berat dan datar, tanpa sedikitpun emosi. Ia berdiri, mendekati Kirana dengan langkah pasti. Kirana terpaku di tempat, tak mampu berkutik. Ia tahu, Ardan sudah mengetahui pertemuannya den
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-15
Baca selengkapnya

26. Tak berujung

Lagi dan lagi, Kirana berakhir di atas ranjang dengan suaminya. Ia merasa putus asa, merasa tak ada harapan untuk bisa terlepas dari jeratan pria bak binatang buas itu.Keesokan harinya, Kirana bangun dengan rasa lelah yang luar biasa. Tubuhnya terasa pegal, dan kepalanya masih sedikit pusing. Ingatan akan kejadian semalam masih terasa jelas; sentuhan Ardan yang kasar, ciumannya yang penuh nafsu, dan ancaman-ancamannya yang membuat bulu kuduknya masih berdiri. Ia merasa hancur, terperangkap dalam hubungan yang penuh kekerasan dan posesif. Harapan untuk bercerai dan memulai hidup baru terasa semakin jauh.Ia melirik ke samping. Ardan masih tertidur pulas. Wajahnya terlihat tenang, tak ada bekas amarah semalam. Kirana merasa jijik, tapi juga ada sedikit rasa takut untuk membangunkannya. Ia takut akan kemarahannya, takut akan sentuhannya yang kasar. Dengan hati yang berat, Kirana bangun dari ranjang.Setelah mandi dan berpakaian, Kirana masuk ke dapur. Ia mendengar langkah kaki Ardan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-20
Baca selengkapnya

27. Menghilang

Jam dinding menunjukkan pukul tiga dini hari. Kegelapan masih menyelimuti kamar, hanya cahaya samar dari lampu jalan yang menerobos celah tirai. Kirana terbangun, tubuhnya terasa kaku dan pegal. Bau parfum Ardan masih tercium samar di seprai, mengingatkannya pada kejadian malam tadi; sentuhan kasar, desisan napas, dan ancaman-ancaman yang menusuk jiwanya. Ia melirik ke samping, Ardan tidur nyenyak, wajahnya tenang tanpa jejak amarah. Kirana diam-diam menggeser tubuhnya menjauh, hatinya berdebar-debar seperti burung yang terperangkap dalam sangkar. Ia merasakan dinginnya lantai marmer melalui kain tipis piyamanya. Dengan perlahan, ia turun dari ranjang, langkahnya tertatih-tatih seperti berjalan di atas bara api. “Tuhan, beri aku kekuatan,” bisiknya lirih, tangannya gemetar saat meraih pakaiannya. “Aku harus pergi dari sini. Aku harus menyelamatkan diriku sendiri.” Ia mengenakan pakaiannya dengan hati-hati, berusaha sebisa mungkin tidak menimbulkan suara. Setiap gerakannya diiringi d
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-24
Baca selengkapnya

28. Berhasil kabur

Napas Kirana memburu saat ia melangkah melewati pintu kedatangan Bandara Internasional John F. Kennedy. Udara dingin New York menyapa kulitnya yang masih bergetar. Ia berhasil. Ia lolos dari cengkeraman Ardan. Tiket one-way ke Amerika Serikat yang dibelinya dengan sisa uangnya adalah tiket menuju kebebasan. Penerbangan panjang itu terasa seperti mimpi buruk yang panjang, kelelahan fisik dan mental yang luar biasa membuatnya tertidur nyenyak di pesawat, hanya terbangun sesekali karena guncangan turbulensi yang membuat jantungnya berdebar kencang. Kini, ia berdiri di tanah Amerika, sebuah tanah yang asing namun ada sedikit harapan baru untuk dirinya. Ia mengeluarkan ponselnya, jari-jarinya gemetar saat menekan nomor Barra. "Halo?" suara Kirana bergetar. "Kirana? Kau sudah sampai?" suara Barra terdengar lega. "Ya… aku di sini," jawab Kirana, napasnya tersengal. "Aku harus cepat pergi dari sini. Aku takut dia akan menemukan aku." "Syukurlah. Tenang, aku sudah di sini," ucap Barra mey
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-26
Baca selengkapnya

29. Terciduk

Saat ini Ardan sudah kembali ke kantor perusahaannya demi menemukan Kirana. Di dalam ruangan mewahnya, Ardan menghempaskan tubuhnya ke kursi kulit, sebuah gelas wiski setengah kosong tergenggam di tangannya.Cahaya lampu remang-remang memantulkan bayangannya di dinding, menciptakan suasana yang menegangkan. "Sialan!" Umpatannya menggema di ruangan sunyi itu. Ia mengaduk wiski dengan kasar, mata tajamnya menatap kosong ke depan. "Semua upaya ku sia-sia? Tidak mungkin!"Ia meraih telepon genggamnya, jari-jarinya menekan angka-angka dengan cepat. "Halo, ini aku. Aku butuh informasi lebih detail tentang Kirana. Aku tidak peduli bagaimana caranya, karena yang aku butuhkan adalah informasi akurat untuk tahu di mana dia berada sekarang juga! Jangan beri aku informasi yang salah, kau tahu konsekuensinya jika main-main denganku kan!" Suaranya dingin dan penuh ancaman, menunjukkan kekuasaannya yang tak terbantahkan. Kemudian, Ia menutup telepon dengan kasar, kemarahannya masih
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-03
Baca selengkapnya

30. Sangkar emas

Kirana mencegah Barra untuk ikut, air matanya membasahi pipi. "Tidak, Barra. Kau sudah berbuat banyak untukku. Aku tidak ingin kau terlibat lebih dalam. Aku akan pergi sendiri. Aku tidak ingin merepotkanmu lagi." Suaranya bergetar, dipenuhi penyesalan dan rasa bersalah. Ia tahu Barra pasti khawatir, tapi ia tak sanggup membebani pria itu lebih jauh. Lebih baik ia menghadapi semuanya sendirian. Dengan langkah gontai, Kirana meninggalkan apartemen itu. Hawa dingin New York menusuk kulitnya, namun tak sebanding dengan dingin yang menusuk hatinya. Setiap langkah terasa berat, setiap bayangan terasa mengancam. Ia terus berlari, tanpa tujuan pasti, hanya mengikuti naluri untuk menghindar. Jam menunjukkan tengah malam, kota New York yang biasanya ramai kini terasa sunyi dan mencekam baginya. Kegelapan seakan menjadi bayangan Ardan yang siap menerkamnya. Di tengah kesunyian malam, di sebuah gang kecil yang remang-remang, Kirana tersandung. Ia jatuh, lututnya terluka, namun ia tak mempedulika
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-05
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status