Home / Romansa / Cahaya di Ujung Jalan / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Cahaya di Ujung Jalan: Chapter 31 - Chapter 40

49 Chapters

Romansa di Setiap Detik

Hari itu, mereka memutuskan untuk menghabiskan waktu hanya berdua. Tanpa gangguan pekerjaan, tanpa interupsi dari dunia luar, hanya Sarah dan Fajar, menikmati setiap momen kebersamaan.Setelah sarapan selesai, Fajar menarik tangan Sarah, membawanya ke ruang tamu. Ia melempar dirinya ke sofa dan menarik Sarah untuk duduk di sampingnya."Sekarang giliran aku yang nanya," ucap Fajar sambil memutar tubuh Sarah hingga menghadap ke arahnya."Nanya apa?" Sarah mengangkat alis, mencoba menebak apa yang akan dikatakan suaminya."Kenapa kamu cantik banget hari ini? Apa aku terlalu jatuh cinta sampai ngelihat kamu kayak bidadari setiap hari?" Fajar mengedipkan mata nakal.Sarah menutup wajah dengan kedua tangannya, malu dengan gombalan itu. "Mas, kamu ini nggak bosen, ya, ngegombalin aku terus?"Fajar menarik kedua tangan Sarah dari wajahnya, menatap istrinya dengan serius namun lembut. "Kalau tiap hari aku bilang cinta, apa itu juga bikin kamu bosan?"Sarah terdiam, wajahnya memerah. Ia menundu
last updateLast Updated : 2024-11-27
Read more

Malam Panjang

Di rumah sakit, Fajar melangkah cepat menuju ruang ICU. Suasana di sana dipenuhi ketegangan. Beberapa perawat bergegas keluar-masuk ruangan dengan wajah serius."Dokter Fajar, terima kasih sudah datang," kata seorang dokter senior, sambil menyerahkan laporan kondisi pasien.Fajar membaca sekilas, alisnya mengernyit. "Kondisi jantungnya melemah drastis. Ada komplikasi paru-paru juga? Apa sudah dilakukan intubasi?""Sudah, Dok, tapi responsnya minim," jawab seorang perawat.Fajar segera mengganti pakaian dengan scrub steril dan masuk ke ruang ICU. Seorang pasien paruh baya tampak terbaring lemah, alat-alat medis memenuhi sekeliling tubuhnya. Dengan fokus penuh, Fajar memimpin tim untuk mencoba menstabilkan kondisi pasien.Malam itu terasa panjang. Jam demi jam berlalu dengan berbagai upaya yang tak henti dilakukan. Hingga akhirnya, saat mendekati subuh, pasien menunjukkan sedikit tanda stabilitas."Pasien sekarang berada di zona aman, tapi kita tetap harus waspada," ujar Fajar kepada ti
last updateLast Updated : 2024-11-28
Read more

Menjaga Janji di Tengah Ujian

Fajar menatap pesan di ponselnya dengan ekspresi tenang, meski pikirannya bekerja keras mencari cara untuk meredakan situasi. Ia menoleh ke arah Sarah yang tampak gelisah, menggenggam ponselnya dengan erat seolah itu adalah perisai yang melindunginya.Fajar menghela napas panjang, mendekati Sarah dan berlutut di depannya. "Sayang, aku tahu ini nggak mudah buat kamu. Tapi aku mohon, jangan terlalu memikirkan pesan-pesan ini."Sarah menatap Fajar, matanya berkaca-kaca. "Mas, kalau orang ini benar-benar tahu banyak tentang kamu... tentang kita, aku takut. Apa dia bisa menyakiti kita?"Fajar menggenggam tangan Sarah dengan lembut. "Nggak ada yang bisa menyakiti kita selama kita saling percaya. Pesan-pesan ini cuma cara orang pengecut untuk membuat kita ketakutan. Aku nggak akan biarkan itu terjadi."Sarah mengangguk kecil, meski hatinya masih penuh dengan kecemasan. "Tapi kalau dia terus-terusan ganggu kita, Mas? Aku nggak mau hidup kita jadi nggak tenang."Fajar tersenyum tipis, mencoba
last updateLast Updated : 2024-11-28
Read more

Teror

Bab 34: Bayang-Bayang Masa LaluFajar menatap layar ponselnya yang terus bergetar. Nama pengirim tak teridentifikasi, tapi ia bisa merasakan aura ancaman yang kian mendekat. Sarah yang melihat raut wajah suaminya langsung bangkit, bergegas mendekatinya."Mas, siapa itu?" tanya Sarah, mencoba membaca situasi.Fajar mengangkat tangannya, meminta Sarah untuk tenang. Dengan napas yang tertahan, ia menggeser tombol hijau dan menerima panggilan video itu.Wajah di layar ponsel langsung membuat Fajar menggertakkan giginya. Seorang wanita dengan senyum penuh kepalsuan dan sorot mata yang dingin muncul di layar. Mira."Lama tak jumpa, Dokter Fajar," kata Mira dengan nada sarkastik. Ia mengenakan pakaian rapi, namun senyumannya menyiratkan niat buruk yang tak tertutupi.Fajar menarik napas panjang, mencoba menjaga nada suaranya tetap tenang. "Apa yang kamu inginkan, Mira?"Mira menghela napas dramatis. "Oh, tenang saja. Aku hanya ingin memastikan kamu tahu bahwa aku selalu ada, memperhatikan da
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

Kehadiran yang Tak Terduga

Pagi itu, sinar matahari menerobos tirai kamar mereka, membawa kehangatan yang biasanya membuat Sarah tersenyum. Namun, hari ini berbeda. Sarah bangkit dari tempat tidur dengan langkah tergesa, langsung menuju kamar mandi. Suara muntah terdengar jelas, membuat Fajar yang tengah bersiap untuk ke rumah sakit segera berlari menghampirinya."Sayang, kamu kenapa?" Fajar mengetuk pintu kamar mandi, suaranya dipenuhi kekhawatiran."Kayaknya masuk angin, Mas," jawab Sarah lemah dari dalam.Fajar menghela napas, mencoba tetap tenang. Namun, saat Sarah keluar dengan wajah pucat, nalurinya sebagai dokter langsung mengambil alih. "Masih mual?"Sarah hanya mengangguk, mencoba berjalan ke tempat tidur. Tapi sebelum ia bisa duduk, tubuhnya oleng dan jatuh ke pelukan Fajar."Sarah!" Fajar memeluknya erat, panik melihat wajah istrinya yang mulai kehilangan warna.Dengan sigap, Fajar mengangkat tubuh Sarah dan membaringkannya di sofa. Ia memeriksa denyut nadinya yang lemah, lalu menggenggam tangan istr
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more

Menjaga Kesehatan dan Cinta

Setelah beberapa hari di rumah sakit, akhirnya Sarah diperbolehkan pulang. Seiring berjalannya waktu Fajar yang sangat perhatian tak pernah lepas dari sisinya, memastikan segala kebutuhan Sarah terpenuhi. Suasana yang tadinya tenang berubah menjadi lebih hangat dengan perhatian Fajar yang selalu berada di dekatnya.Pagi itu, Fajar menyiapkan sarapan ringan untuk Sarah. Ia memasak bubur hangat dan mengatur semuanya dengan penuh perhatian. Sarah yang duduk di meja makan memandang suaminya dengan penuh rasa terima kasih."Mas, kamu benar-benar nggak perlu terlalu khawatir. Aku baik-baik saja," kata Sarah, meski matanya sedikit lelah.Fajar menatapnya dengan lembut. "Sayang, kamu harus berhati-hati. Kamu harus menjaga kesehatanmu, terutama sekarang. Ada dua nyawa yang harus kita jaga."Sarah tersenyum, menyentuh perutnya yang mulai sedikit membuncit. "Aku tahu, Mas. Aku akan hati-hati."Namun, Fajar masih belum merasa tenang. Ia duduk di depan Sarah dan dengan serius memandang matanya. "S
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

Sebuah Pengakuan

Malam telah tiba. Sarah duduk di ruang tamu, menunggu Fajar pulang. Perasaan cemas kembali menghampiri, mengingat pesan terakhir dari suaminya. Ia mencoba menenangkan diri dengan mengelus perutnya yang mulai menunjukkan tanda kehidupan baru di dalamnya.Pintu depan akhirnya terbuka, dan Fajar masuk dengan langkah tenang namun wajahnya terlihat serius. Ia menggantung jas dokternya di gantungan dekat pintu dan langsung menghampiri Sarah."Sayang, kamu kelihatan tegang. Ada apa?" Fajar menatapnya lembut sambil menggenggam tangan istrinya.Sarah menarik napas panjang. "Seharusnya aku yang tanya, Mas. Kamu bilang ada sesuatu yang ingin dibicarakan."Fajar tersenyum kecil, tetapi ada sorot mata yang sulit diterjemahkan. Ia duduk di samping Sarah dan menatapnya dalam-dalam. "Sebelum aku bicara, aku mau tahu dulu, apa kamu sudah benar-benar mempercayai aku?"Pertanyaan itu menusuk hati Sarah. Ia mengangguk perlahan. "Aku percaya, Mas. Tapi aku juga manusia, kadang rasa takut itu muncul."Faja
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Langkah Awal Kejujuran

Sarah terperangah ketika mendengar suara bel pintu. Dengan napas tertahan, ia mengumpulkan keberanian untuk membuka pintu, mengira pengirim pesan misterius itu benar-benar ada di luar rumah. Namun, alih-alih wajah asing yang menakutkan, ia mendapati Fajar berdiri dengan senyuman hangat di bawah sorotan lampu teras."Kenapa, Sayang?" tanya Fajar, melihat wajah Sarah yang pucat dan matanya yang tampak resah. Ia segera meletakkan tas kerjanya di lantai dan menggenggam tangan istrinya dengan cemas.Sarah tak langsung menjawab. Ia hanya berdiri terpaku, mencoba menenangkan detak jantungnya yang masih berpacu cepat. "Kamu… pulang cepat?" katanya terbata-bata, berusaha mengalihkan perhatian Fajar.Fajar mengerutkan kening, matanya meneliti wajah Sarah yang penuh kegelisahan. "Sarah, kamu kenapa? Kamu kelihatan ketakutan."Sarah mencoba tersenyum, meskipun senyuman itu terlihat dipaksakan. "Aku cuma... kaget. Kupikir kamu masih di rumah sakit."Fajar mengangguk pelan, tapi sorot matanya tetap
last updateLast Updated : 2024-12-04
Read more

Masa Lalu

Bab 42: Bayangan Masa LaluFajar menarik napas panjang, seolah mengumpulkan kekuatan untuk menjelaskan semuanya. Ia mengalihkan pandangannya dari Mira, lalu menatap Sarah yang menanti dengan penuh kecemasan."Dina..." suara Fajar terdengar berat, "adalah seorang pasien yang pernah kutangani beberapa tahun lalu."Mira menyela dengan nada mengejek, "Bukan hanya pasien, kan, Fajar? Jangan setengah-setengah!"Sarah menggenggam tangan Fajar lebih erat, mencoba memberi dukungan. "Mas, aku mendengarkan. Katakan semuanya."Fajar menatap Mira dengan tajam sebelum kembali fokus pada Sarah. "Dina adalah pasien kanker yang datang kepadaku saat aku baru mulai praktik. Dia masih muda, penuh harapan, tapi penyakitnya sudah pada tahap akhir. Aku mencoba melakukan yang terbaik untuk membantunya, tapi saat itu, aku merasa gagal."Mata Sarah membulat, tetapi ia tetap mendengarkan."Dina menjadi dekat denganku karena aku adalah dokter utamanya. Hubungan kami murni profesional. Tapi, di mata Dina, aku mun
last updateLast Updated : 2024-12-05
Read more

Rahasia yang Tersembunyi

Sarah menatap suaminya dengan wajah penuh kebingungan. "Mas, siapa dia? Kenapa aku harus masuk ke kamar?" tanyanya dengan suara gemetar.Pria dengan jaket hitam itu menoleh ke arah Sarah, menyeringai dengan ekspresi yang membuat bulu kuduk berdiri. "Sepertinya istri cantikmu belum tahu siapa aku, Dokter Fajar."Fajar menahan napas, lalu dengan gerakan cepat, ia berdiri di antara pria itu dan Sarah. "Aku bilang, masuk ke kamar, Sarah!" suaranya meninggi, sesuatu yang jarang terjadi.Meski bingung dan cemas, Sarah menurut. Ia melangkah mundur, matanya masih terpaku pada pria itu sebelum akhirnya menghilang di balik pintu kamar. Namun, ia tidak langsung mengunci pintu seperti yang diperintahkan Fajar. Sebaliknya, ia mengintip dengan perasaan campur aduk.Fajar menatap pria itu dengan tajam. "Apa yang kamu inginkan?"Pria itu menyandarkan tubuhnya ke dinding, tangannya menyelip di dalam saku jaket. "Hanya ingin berbicara. Tidak lebih.""Aku tidak punya urusan denganmu lagi, Ilham," kata F
last updateLast Updated : 2024-12-08
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status