Home / Rumah Tangga / Wanita Untuk Sang Penguasa / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Wanita Untuk Sang Penguasa: Chapter 41 - Chapter 50

53 Chapters

41. Kehidupan Baru

Chelsea melangkah tergesa menuju ruang rawat VVIP dimana Regan dirawat, namun ia kesulitan untuk bertemu dengan putranya itu, karena ruangannya dipenuhi oleh dokter dan petugas medis yang sedang memeriksa kesehatannya. Renata datang dan menarik tangan ibunya dan mengajak ibunya untuk duduk di kursi di depan kamar rawat. "Regan belum bisa ditemui sekarang, karena dokter sedang memeriksany secara intensif," bisik putrinya itu kepada Chelsea. Akhirnya kedua wanita itu pun memutuskan untuk keluar dari ruangan. "Apa dia bisa berbicara?? Apa yang dia katakan ketika sadar??" Chelsea bertanya dengan tidak sabar. Renata menatap ibunya itu sejenak. "Saat Regan sadar, ada aku dan Patricia ysng sedang berada di dalam ruangan," sahut Renata membuka cerita. "Regan tiba-tiba menggerakkan kedua tangannya ke atas seperti sedang menggapai sesuatu entah apa. Aku pun langsung memanggil dokter saat itu juga. Namun sebelum dokter datang, Regan ternyata telah membuka mata." "Lalu??" tukas Chelsea tak
last updateLast Updated : 2024-09-17
Read more

42. Halo, Arabella

Regan sudah sadar? Tubuh Bella membeku sejenak setelah mendengar berita yang disampaikan oleh George. Regan, orang yang setiap malam sebelum ia tidur selalu menjadi salah satu nama yang turut terucap dalam doanya... telah sadar dari koma? Jika saja saat ini Bella sedang berdiri alih-alih duduk di sofa, mungkin ia tidak akan sanggup untuk menopang tubuhnya yang mendadak lunglai tak bertenaga. Ia bahagia. Sungguh. Untuk saat ini tak ada yang paling ia inginkan selain kesembuhan yang sempurna untuk lelaki itu. Meskipun akan selalu ada perih yang terasa menusuk jiwa Bella, karena dirinya yang ingin sekali dapat mendampingi Regan di masa-masa penyembuhan seperti apa yang dulu lelaki itu lakukan padanya, saat Bella berusaha untuk berlatih berjalan. "Jadi apa keputusanmu, Bella? Apa kamu mau bertemu dengan Regan? Ataukah melupakannya saja, dan melanjutkan kehidupan barumu di sini?" Ulang George lagi. Bella menelan ludahnya sebelum menjawab. Ia memang baru saja menata hidupnya di Singa
last updateLast Updated : 2024-09-18
Read more

43. Apa Kabarmu?

**FLASHBACK DUA HARI SEBELUMNYA** "George, kurasa... aku... aku tidak akan kembali kepada Regan," tukas Bella seraya mengepalkan kedua tangannya untuk menguatkan diri. "Begitukah?" Lelaki paruh baya itu mengangguk-angguk pelan untuk sesaat. "Boleh kutahu apa alasannya?" "Terlalu banyak alasannya, hingga aku tak tahu lagi harus dari mana untuk menjelaskannya." Secarik senyum sedih menghiasi bibir merah muda alami tanpa perona itu. Bella merasa cukup tahu diri dengan keadaannya. Bukan cuma Regan masih terikat pernikahan dengan Patricia, dan Chelsea yang sangat membencinya, kini bertambah satu lagi penghalang antara cinta mereka. Ada seseorang yang menginginkan kematian Bella, dan pada akhirnya hal itu malah berakibat fatal untuk Regan yang terbaring koma, gara-gara ingin melindungi dirinya. Bella tidak akan pernah membuat Regan berada dalam bahaya lagi. Ia harus menjauh dari pria itu, meskipun hatinya seolah menjerit ingin bertemu. "Bagaimana jika aku memberikan informasi yang m
last updateLast Updated : 2024-09-19
Read more

44. Sebuah Kata Maaf Yang Terlambat

"Halo juga, George." Chelsea kini saling berdiri berhadapan dan beradu pandang dengan lelaki yang pernah ia cintai dengan sepenuh hati. Bahkan dulu harga dirinya pun rela ia singkirkan, demi untuk mendapatkan cinta dari seorang George Bradwell, meskipun ternyata cinta itu tak jua datang untuknya. "Syukurlah kamu terlihat sehat," ucap George tersenyum, seraya mengamati wanita di depannya lamat-lamat. Wanita itu pun menghela napas pelan. Bertemu dengan lelaki yang dulu menjadi suaminya benar-benar sebuah kejutan yang tidak ingin ia dapatkan hari ini. Atau hari-hari lain juga, jujur saja. "After all these years, apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Chelsea sembari mengerutkan kening. "Aku mendengar kabar kalau Regan kecelakaan. Aku hanya ingin mengetahui bagaimana keadaan putraku," sahut George santai. "Sekaligus juga menemui Renata untuk melepas rindu." Wanita bersurai pirang berpotongan bob itu pun memicingkan netra biru safirnya. "Kau sudah berjanji untuk tidak akan perna
last updateLast Updated : 2024-09-19
Read more

45. Pembalasan Yang Pantas

Awan mendung dengan semilir angin dingin yang berhembus menerbangkan dedaunan kering di atas rumput. Titik-titik air pun mulai meluruh turun dari atas langit, menjanjikan curahnya yang akan jauh lebih deras. Dua sosok itu masih berada di sana, di depan sebuah makam berbatu granit putih. Rambut dan pakaian mereka mulai lembab dibasahi rintik hujan, namun tak ada satu pun dari mereka yang bergeming. Sang lelaki masih berdiri di sisi sang wanita yang sedang duduk berlutut di atas rumput, manik biru safirnya yang basah tak lepas memandang sayu pada nisan putih itu. "Apa yang harus kulakukan sekarang, George?" Rintih Chelsea pilu. Hujaman rasa bersalah yang begitu masif membuat sekujur tubuhnya lemas. "Semua ini salahku. Salahku!! Aku berdosa kepada Chloe!!" Chelsea kembali meraung keras sambil menjambak rambutnya frustasi. "Bangunlah, Chloe! Aku mohon, hiduplah!! Kau... kau berhak mendapatkan kebahagiaan, Kak..." jeritannya melengking penuh kesedihan yang mendalam. Air mata yang ber
last updateLast Updated : 2024-09-20
Read more

46. Rahasia Yang Terkuak

"Jadi dia masih hidup??!" Patricia terkesiap saat mendengar suara ayahnya yang terdengar gusar pada seseorang di sambungan telepon. Dengan perlahan dan tanpa suara, ia pun menjalankan kursi rodanya semakin mendekati pintu ruang kerja Maxwell Harrison agar bisa mendengarkan dengan lebih jelas. BRAAKK!!! Hampir saja Patricia berteriak karena terkejut saat Maxwell menggebrak mejanya dengan keras. Untungnya wanita itu cepat-cepat menutup mulut dengan kedua tangan untuk meredam suara yang keluar. "Aku tidak mau tahu! Laksanakan tugasmu atau lehermu yang akan menggantikan nyawanya!!" Bentak Maxwell sembari menutup sambungan telepon dengan geram. "Daddy?" Lelaki yang juga ayahanda Patricia itu pun sontak menoleh ke arah sumber suara yang memanggil namanya. "Patrice? Kamu sudah datang?" Maxwell berdiri dari kursinya dan berjalan menuju pintu dimana Patricia masih terdiam di atas kursi rodanya. "Kenapa kamu tidak bilang kalau hari ini keluar dari rumah sakit? Daddy bisa menjemputmu."
last updateLast Updated : 2024-09-22
Read more

47. Dia Tak Pantas Untuk Ditangisi

"Apa??" Renata membelalakan maniknya menatap Regan dengan sorot tak percaya. "K-kau sudah... tahu??" Regan mengulurkan tangannya untuk menggenggam erat jemari adik kembarnya itu. Kedua manik indah biru safir itu pun saling bertemu namun dengan makna yang berbeda. "Ya, Renata. Sebenarnya aku sudah mengetahuinya sejak 16 tahun yang lalu..." guman Regan sembari tersenyum sedih. "Dan kurasa ini saatnya kamu juga mengetahui apa yang terjadi, Ren..." **FLASHBACK 16 TAHUN YANG LALU** Remaja lelaki itu melangkah masuk menuju pintu gerbang rumahnya dengan gontai karena sekujur tubuhnya terasa lelah. Tugas-tugas sekolah dan banyaknya ekstrakuler yang ia ikuti terkadang memang membuat tenaganya terkuras habis, namun dibalik itu semua, sesungguhnya ia menyukai kesibukan. "Aah, pundakku pegal sekali!" Keluhnya sembari memukul-mukul pelan pundak kiri dengan kepalan tangan kanannya. Semalaman ia menginap di rumah salah seorang temannya untuk mengerjakan sebuah project sains untuk klub fisika
last updateLast Updated : 2024-09-23
Read more

48. Karena Dia Sudah Kembali

Renata menatap Regan dengan tatapan yang tak terbaca. Seluruh cerita yang disampaikan saudara kembarnya dengan tenang dan runut itu membuat sesuatu di dalam dirinya patah. Jadi selama belasan tahun ini Regan telah memendam kebencian dan kesedihannya sendiri? "Kenapa kamu tidak menceritakannya kepadaku?" Tanya Renata tak mengerti. "Karena aku tidak mau membuatmu ikut terluka, Ren," sahut Regan sambil tersenyum tipis, namun kilas kepedihan terpatri di garis bibirnya. "Lagipula kamu itu tipe yang nekat, aku khawatir kalau kamu tiba-tiba kabur dari rumah untuk mencari ibu biologis kita," cetus Regan sambil terkekeh pelan. Renata tidak ikut tertawa, meskipun apa yang diucapkan Regan adalah benar adanya. Memang hanya Regan yang benar-benar mengetahui dirinya, namun untuk kali ini Renata tidak menyukai keputusan Regan yang sepihak itu. Renata memejamkan kedua matanya sejenak, sebelum akhirnya ia membuka mata dan menggenggam jemari kakak kembarnya dengan kedua tangannya. "Regan, bagaima
last updateLast Updated : 2024-09-24
Read more

49. The Proposal

"Another shot, please!" Seru Renata kepada bartender sembari mengacungkan gelasnya yang telah kosong. "Apa Anda yakin, Nona?" Tanya bartender itu setelah mengamati Renata yang mulai terlihat mabuk. Renata memandangi name tag di dada sang bartender. "Devin," ia membaca tulisan yang tertera di sana. "Tentu saja aku yakin, Devin. Jangan khawatir. Tolong berikan aku minuman lagi." Bartender itu pun kembali menuangkan cairan keemasan yang menguarkan aroma alkohol yang pekat ke dalam gelas Renata, membuat senyum cantik terpulas di bibir itu. "Terima kasih, Devin. Oh iya," Renata mengeluarkan dompet dari tasnya, lalu menarik sebuah black card dan menaruhnya di atas meja di hadapan sang bartender. "Ini, bawa saja kartuku," cetusnya santai sembari mengangkat gelasnya yang telah terisi dengan gestur bersulang. "Jaga-jaga saja kalau-kalau aku sudah tak sadar saat pulang nanti." "Oke," sahut Devin dengan mata bersinar-sinar dan cepat-cepat menyelipkan kartu hitam itu di saku dadanya. "Akan
last updateLast Updated : 2024-09-25
Read more

50. The Couple

"Arabella Kanaya, maukah kamu menjadi istriku?" Pertanyaan yang diucapkan dengan lantunan nada yang lembut namun suara yang maskulin itu membuat jantung Bella tak henti berdebar. Wajah Regan terlihat semakin tampan di bawah bias cahaya lilin yang berpendar hangat menyinari kulitnya, serta lampu-lampu aneka warna dari gedung di sekitar mereka. Apakah Bella sedang bermimpi? Apakah ini nyata? Karena ini semua terlalu indah, hingga Bella khawatir bahwa ini hanyalah ilusinya semata. Namun semua keragu-raguan Bella yang insecure itu segera terbantahkan, saat Regan meraih jemari lentiknya untuk dikecup satu persatu dengan lembut. "Apakah pertanyaanku begitu sulit untuk dijawab?" Tanyanya dengan raut sendu. Serta merta Bella pun menggelengkan kepalanya. "Bukan begitu, Regan. Aku hanya... benar-benar tidak menyangka. Dan aku mengira yang kudengar barusan adalah khayalanku saja," ucapnya berterus terang. Kali ini Regan mengecup telapak tangan dan bagian pergelangan tangan Bella dimana ur
last updateLast Updated : 2024-09-26
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status