Home / Pernikahan / FANTASI LIAR IBU PADA SUAMIKU / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of FANTASI LIAR IBU PADA SUAMIKU : Chapter 11 - Chapter 20

29 Chapters

Raihan di Mata Ibu

"Anda bernama, Raihan?" Seorang suster menghentikan pria itu mengelus punggung istrinya."Benar, Sus.""Ibu Anda ingin bertemu.""Ya." Raihan berdiri. Ekor matanya melihat Rasti yang masih duduk membungkuk. Ia masih menata hati, kabar itu membuatnya syok. Lalu, tiba-tiba suster mengatakan kalau ibunya ingin bertemu dengan Raihan, alih-alih menanyakan putrinya sendiri."Ayo." Raihan mengajak Rasti untuk menemui Bu Mayang.Rasti menyeka air mata dan menstabilkan emosi. Ia berjalan di belakang pria itu, berjaga barang kali ibunya memang sedang tidak ingin bertemu dengannya dan ia tidak bisa lagi menuntut pertanyaan apalagi keadilan. Rasti tahu ibunya tengah sakit dan bukan waktunya dihakimi."Syukurlah kamu masih di sini." Tangan Bu Mayang menyambut kedatangan Raihan."Ibu sudah baikan?""Aku baik-baik saja." Ia kembali tersenyum, menggenggam tangan Raihan dengan lembut."Aku dan Rasti membutuhkanmu. Mari kita pulang ke rumah," ucap Bu Mayang.Raihan melirik Rasti, lalu mengangguk. Bu Ma
Read more

Keluarga Foto Ayah

Bu Mayang mengendus parfum putrinya, Rasti sampai mundur karena merasa risih. Ibunya terus menyeruduk, mengendus dengan mata mendelik, beda."Wanita ular! Bisa-bisanya kau merebut suamiku!"Brugh! Rasti terdorong begitu saja ke lantai."Ibu!" teriak Rasti kaget.Napasnya berburu, bola matanya berputar. Ia tampak kebingungan dengan sikapnya sendiri. "Ibu! Ibu!" Rasti memanggil ibunya yang berlari bingung ke dalam kamar.Pintu tertutup kencang, Rasti belum sempat berdiri saat pintu itu terdengar terkunci dari dalam.Rasti bangkit sendiri dan memeriksa tangannya yang terasa sakit. Ada sedikit sobekan di telapak tangan itu, sepertinya terkena ujung meja saat ia terdorong ke lantai."Ibu ...." Jam sudah menunjukkan pukul 11.00 siang dan ibunya masih belum keluar. Ia bahkan belum sarapan. "Rasti sudah siapkan makanan kesukaan ibu." Gadis itu dengan sabar mengetuk pintu. Sayang, tidak ada respon dari dalam. Rasti mengulang hingga tiga kali. Usahanya terlihat sia-sia."Ibu ini sudah sore. Da
Read more

Menemukan Ayah

Rasti menggulir ponsel, melihat group alumni Sekolah Dasarnya dulu sebelum mereka pindah ke tempat ini.Benar, dulu mungkin mereka masih satu kota dengan ayahnya, tapi sekali pun Rasti tidak pernah melihat pria itu menemuinya. Hati gadis itu semakin sakit dan terkuliti. Tangannya bersemangat mencari kontak dari Jihan dan berharap gadis itu tidak mengganti nomor kontaknya. Group itu mati suri, jarang sekali aktif, terutama Jihan. Sudah lama Rasti tidak bertegur sapa, meski hanya lewat chat WA.Rasti menatap foto profil gadis itu yang terlihat glamor. Pakaian mahal yang terlihat kurang bahan, namun begitu cocok ditubuhnya yang terawat. Gadis itu tampak hidup dengan baik dan bahagia.[Jihan.]Setelah susah payah Rasti mengatur hatinya, ia selesai juga mengetik 5 huruf itu dan mengirimkannya.Tidak lama centang 2 terlihat, sayangnya Rasti harus menunggu untuk bisa berubah biru.[Ya. Rasti, sudah lama tidak berkabar. Apa kabar kamu sekarang?]Rasti menelan ludah dan memberi kekuatan pada j
Read more

Masa Lalu yang Terungkap

"Bawa aku keluar," bisik Rasti. Raihan mendekap istrinya lebih dekat dan membawanya keluar.Gadis itu sebenarnya tidak sanggup mendapat tatapan dari banyak pasang mata sekaligus, namun karena Raihan ada di sampingnya, ia sedikit lebih kuat."Kamu harus menegakkan wajahmu, dan lihat itu, Rasti!" bisik Raihan. "Sebelah kanan."Gadis itu mencoba mengangkat wajahnya perlahan, ia sungguh memberanikan diri untuk itu. Matanya menangkap sosok wanita yang menjadi istri dari ayahnya. Ia meninggalkan pelaminan penuh emosi. Mulutnya bahkan terlihat tengah berucap kasar. "Apa yang terjadi?" tanya Rasti.Raihan memperlihatkan pesan singkatnya.[Temui aku, besok. Istriku sangat malu dengan kejadian ini!]Rupanya pria itu menghubungi suami Jihan dan mengirimkan pesan. Menantu dan mertua baru itu cekcok sebentar, sebelum ibu mertuanya pergi dari pelaminan.Rasti menatap pria disampingnya, ia memang tidak tahu banyak tentang pekerjaan pria itu. Raihan hanya mengaku sebagai Manager sebuah perusahaan. G
Read more

Tabrak Lari

Malam sudah larut, suasana toko yang biasanya cukup ramai terdengar sepi, apalagi karena hujan tak kunjung berhenti. Rasti hanya duduk menatap keluar, ia masih menunggu ibunya muncul dari kamar. Kamar tempat mereka beristirahat di toko. Sunyi, tidak ada suara dari sana. Beberapa kali, Rasti mengetuk pintu, ibunya hanya mengeluarkan sedikit suara. Itu sudah cukup untuk ia diam menunggu hingga suasana hati ibunya kembali baik. Meski, mungkin akan sangat sulit."Ayo, pulang!" Bu Mayang tiba-tiba saja sudah berdiri di dekat Rasti. Gadis itu sampai berdiri karena kaget. Ia segera mengambil kunci untuk menutup toko. Ibunya berjalan lebih dulu tanpa kembali berbalik. Cepat-cepat Rasti menguncinya dari luar dan menyusul ibunya yang sudah terlihat cukup jauh."Ibu, tunggu!" Rasti berlari, Bu Mayang tidak mengubris. Ia tetap berjalan sendiri dan meninggalkan Rasti. Gadis itu sampai berlari mengejar.Sebuah lampu sorot terlihat dari kejauhan. Jaraknya semakin cepat mendekat dan menyilaukan. Rast
Read more

Mediasi Perceraian

"Di mana Rasti?""Dia tidak bisa menghadiri sidang. Aku adalah perwakilannya." Hari memperkenalkan diri pada Raihan dan pengacaranya. Pria itu menerima dengan lemah. Ia tidah berpikir, kalau Rasti bahkan tidak ingin bertemu dengannya lagi, padahal ini adalah kesempatan mereka untuk mediasi dan memperbaiki hubungan yang buruk.Raihan benar-benar tidak bergairah, ia hanya diam dan menunggu pengacaranya menyelesaikan urusan sidang perdana mereka. Mediasi gagal, pihak Rasti menolak. Raihan bahkan tidak berkata apa-apa, karena merasa semuanya percuma. Ia hanya mendengarkan pengacaranya saat mengajukan untuk berdamai."Ibu Rasti sudah bulat pada keputusannya untuk bercerai dan mengajukan gugatan, Pak Raihan. Saya harap ini akan segera selesai, karena Ibu Rasti sendiri tidak ingin masalah ini menjadi melebar dan menghabiskan banyak waktu untuk persidangan. Tidak ada yang perlu dipersulit dari proses perceraian ini." Hari melirik pada Raihan saat mengatakan itu, karena saat ini ia berhadapan
Read more

Sosok yang Mengintai

"Bapak sedang mencari seseorang?" "Tidak." Pria itu langsung berbalik, berjalan meninggalkan ruangan yang tengah ia intip. Suster mengendikkan bahu, menggeleng tak paham."Kenapa, Sus?" tanya Rasti. Ia melihat suster yang menjaganya selama 3 hari ini terlihat bingung saat masuk."Tidak apa-apa. Hanya saja saya lihat seorang pria selalu berdiri di balik ruangan ini. Ketika ditanya mau bertemu siapa, selalu jawab tidak dan langsung pergi. Padahal, setiap hari dia terpergok berada di sekitar sini," jelas suster."Seorang pria?" tanya Rasti lagi curiga."Tepatnya seorang bapak-bapak."Bu Mayang langsung berdiri saat mendengar itu. "Ibu mau kemana?" tanya Rasti khawatir."Ke depan sebentar. Tunggulah!" Rasti menyipitkan alis melihat ibunya yang berjalan cepat keluar."Apakah orangnya berkulit putih, hidung mancung dan memiliki gaya rambut dibelah pinggir?""Benar.""Ayah?" Rasti beringsut untuk turun dari ranjang. Ia mengkhawatirkan ibunya, bertemu dengan pria yang telah menyakitinya di
Read more

Mencari Tahu Pelakunya

"Apa yang sedang bapak pikirkan?" Robbi melihat atasannya melamun sembari memainkan balpoin. Menganyunkan kursi kerjanya naik turun. Pria itu yakin atasannya benar-benar tengan melamun hingga tidak menyadari kedatangannya, padahal sudah mengetuk pintu berkali-kali."Pak." Tok! Tok! Robbi mengetuk meja di hadapan Raihan. Ia baru tersadar dan mengerutkan alis karena wajah Robbi mendongak dekat. "Mundur! Apa yang sedang kamu lihat?""Harusnya saya yang bertanya, Pak. Apa yang sedang bapak pikirkan hingga tidak menyadari saya masuk ruangan. Bagaimana kalau tiba-tiba ada penyusup datang, mengambil berkas-berkas berharga, dan---"Raihan keburu menutup mulut asistennya itu. "Orang pertama yang akan aku pecat saat itu terjadi adalah dirimu! Kamu tahu apa gunanya mejamu berada di samping ruanganku?""Eum ...." Robbi berpikir."Ish! Sudahlah! Aku akan menangkap sendiri penyelundupnya daripada menunggumu berpikir." Raihan kembali menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi dan memutarnya."Bapak, m
Read more

Kiriman Paket

Sinar matahari yang tadi begitu terik, perlahan redup. Rasti yang tengah beristirahat di dalam kamar, bangun untuk menutup gorden jendela. Ibunya tampak kelelahan dan masih belum bangun. Selain itu, perutnya terasa lapar. Pasti, tidak ada apa-apa di meja makan, hingga ia harus menyiapkan sendiri."Permisi." Rasti mengintip di balik jendela saat salam seseorang terdengar di luar pintu. Seorang pria berpakaian seragam, tampak seperti kurir. Namun, Rasti merasa tidak pernah memesan apapun."Apakah benar ini rumahnya Mbak Rasti?" tanya pria itu dengan senyum ramah ketika Rasti membukakan pintu."Benar. Saya Rasti.""Ini ada pesanan untuk, Mbak.""Saya tidak memesan apapun, Mas.""Orang lain yang memesan, Mbak. Mbak Rasti tinggal tanda tangan saja sebagai penerima." Gamang, Rasti membubuhkan parafnya di sana, saat kurir menyodorkannya."Terimakasih, Mbak. Selamat menikmati." Kurir itu kembali tersenyum sebelum pergi."Eeeh!" Rasti hendak memanggil. Ia ingin menanyakan siapa yang telah men
Read more

Potret Yang Buram

"Tidak salah lagi. Ini adalah motor dengan plat nomor yang sesuai." Setelah mengamati cukup lama dan menfokuskan matanya, Hendra memotret kendaraan tersebut dari balik pohon samping jalan raya. Langit yang masih gelap membantunya untuk tidak terlihat. Pria itu masih di sana, saat melihat pria berjalan dari arah samping rumah keluarga Jihan. Ia masih menelaah dan berpikir, setahunya tidak ada jalan samping karena rumah besar itu di kelilingi pagar yang cukup tinggi."Aku harus mendapatkan gambar pria itu." Hendra melangkah lebih dekat. Ia berusaha tetap bersembunyi karena merasa aura dari wajah pria itu menyeramkan. Ganas dan bringas."Aih!" Hendra memekik pelan saat ia terperosok karena tertipu rerumputan tebal yang diijaknya. Dikira datar ternyata berlubang. Breum! Pengendara motor itu melaju. Hendra membungkuk agar tidak terlihat. Selepas pria itu pergi, ia keluar dan memperhatikan hasil potretnya yang buram. Selain dari efek cahaya yang masih gelap, jarak yang terlalu jauh, juga k
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status