Semua Bab Saat Aku Tak Lagi Jadi TKW: Bab 11 - Bab 20

24 Bab

11

Sumi mendesah pelan ketika akhirnya Budi tidak langsung membawanya ke rumah, tetapi malah ke warung makan. Dan mau tak mau Sumi pun duduk daripada harus ribut dulu. Malu kan kalau jadi tontonan orang-orang?"Ayo Mbak pesen," kata Budi ketika Sumi hanya diam memandangi makanan-makanan itu."Kalau aku yang pesenkan, satu warung nanti tak borong semua, lho," lanjut pria itu sambil memarkan senyum yang memang selalu jadi andalannya.Karena takut Budi akan benar-benar melaksanakan apa yang dikatakannya, Sumi langsung memesan. "Nasi pecel satu, Mbak. Disiram kuah semur, nggih.""Minumnya nopo, Mbak?" tanya penjaga warung itu dengan ramah."Es teh manis mawon."Pandangan mata penjaga warung itu pun langsung berpindah pada Budi yang menyalakan rokoknya. "Mas makannya apa?""Lontong tahu, Mbak. Sama es jeruk," kata Budi santai sambil mengisap dalam-dalam rokok yang tidak pernah absen ketika dia sedang makan.Begitu makanan disajikan, Sumi terlihat sangat menikmati nasi pecel yang dipincuk deng
Baca selengkapnya

12

Sumi tersenyum bahagia ketika membaca pesan dari Risma. Rupanya anak itu sedikit mau membuka hati untuk ibunya. "Risma mau makan di mall." Itulah isi pesannya. Singkat, padat, dan jelas.Tanpa pikir panjang Sumi langsung menyiyakan dan meminta Risma untuk bersiap-siap untuk makan malam. "Ibuk tunggu di depan rumah ya, Nduk," balas Sumi sambil cengar-cengir sendirian. Padahal hanya makan bersama anak sendiri, tapi girangnya bukan main seperti akan kencan dengan kekasih. Setelah sepuluh menit Sumi menunggu di depan rumah, Sumi melihat Risma keluar dari dalam. Anak remaja itu mengenakan baju gamis dan juga jilbab yang berwarna senada. Sumi berdecak kagum akan kecantikan putrinya. Dia yakin kalau sudah dewasa nanti, Risma akan menjadi rebutan para pemuda. Ah, Sumi jadi membayangkan dia jadi nenek dan menimang cucu dari anak-anaknya."Mau makan apa, Nduk?" tanya Sumi begitu mereka turun dari mobil yang dicarter Sumi. Dia tak ingin anaknya kelelahan naik ojek, itu sebabnya dia menyewa
Baca selengkapnya

13

Waktu baru menunjukkan pukul empat, tapi Sumi sudah terbangun. Dengan sangat hati-hati dia bangkit dari kasur agar tidak membangunkan Risma. Sebelum pergi dari kamar itu, Sumi membetulkan selimut yang menutupi tubuh cungkring Risma. "Maafkan Ibuk, Nduk. Ibuk sudah jahat padamu karena ketidak tahuan Ibuk," gumam Sumi sambil menghapus air matanya.Setelah itu Sumi mengambil ayam goreng semalam lalu mengendap-endap keluar dari rumahnya sendiri seperti maling dan pulang ke rumah emaknya. Begitu dia selesai mengganti baju dan menaruh tasnya di kamar, Sumi langsung menuju dapur untuk menanak nasi. Dia juga membuka kulkas dan mencari sesuatu yang barangkali dimasak untuk sarapan. Tak lupa juga Sumi mencari kotak makan di dalam lemari yang isinya semrawut bukan main. Dia ingat sekali dulu pernah membeli banyak tupperware. Begitu ketemu, Sumi langsung mencuci tupperware itu dan menyiapkannya untuk membawakan bekal pada Risma. "Ngapain ke sini lagi, Mbak?" tanya Santi di ruang tamu yang sed
Baca selengkapnya

14

"Ngapain sih Mbak ke sini lagi?" tanya Santi kesal ketika melihat kakaknya muncul lagi di rumah yang dianggap rumahnya. Ditambah lagi Sumi bawa-bawa sapu begitu. Bikin gondok saja! Masuk rumah orang sudah seenak jidat, tanpa permisi pula!"Bersihin kamar Risma," jawab Sumi tak kalah judesnya. "Pergi keluar sana kalau gak mau kena debu yang bikin asmamu kumat!" katanya lagi tak kalah gondok dengan Santi. Ini kan rumahnya, jadi Sumi bebas masuk sesuka hatinya.Santi yang sedang mengajak main anaknya langsung meremas balon milik Khalisa hingga meletus. Dia ingin sekali mengusir Sumi dari rumah itu, tapi dia tak berdaya. Dan kalau ngadu sama suaminya, Patno pasti hanya akan menyuruhnya sabar. Huh, bikin kesal saja!Begitu Sumi selesai mengemas barang-barang Risma, dia langsung meminta tolong pada tetangganya untuk mengangkat kasur dan juga mencabut ambalan yang ada di tembok. Begitu selesai, dia langsung membersihkan kamar itu dan langsung menelepon Pak Joyo untuk mengantar barang-barangn
Baca selengkapnya

15

Sumi langsung berdiri ketika sebuah mobil berhenti di halaman rumahnya. Dia tahu persis mobil siapa itu, tetapi dia tidak tahu bahwa anaknya ada di dalam mobil milik Budi Hartono. Begitu Budi Hartono turun dari mobil dengan wajah cemas tanpa menyapa Sumi terlebih dahulu, Sumi menjadi bingung. Namun, saat Budi membuka pintu lain mobil dan menggendong seorang anak perempuan, barulah Sumi mengerti apa yang terjadi. Rupanya lelaki itu mengantar anaknya."Risma!" Sumi memanggil anaknya dengan cemas. "Kamu jatuh di mana, Nduk?" tanyanya cemas. "Di sana, Mbak," sahut Budi meski tahu pertanyaan itu bukan untuknya. "Ini mau ditaruh mana, Mbak?"Sumi yang panik pun tidak bisa berpikir jernih. Dia melihat ke arah anaknya bergantian sambil melihat teras."Aku taruh sini ya, Mbak," kata Budi berinisiatif menaruh Risma di teras. "Mbak Sum punya obat merah?""Ah! Kamu tunggu di sini dulu, Bud. Aku ke toko sebentar."Buru-buru Sumi pergi ke toko yang tak jauh dari rumahnya. Toko itu tepat berada di
Baca selengkapnya

16

Seperti biasa, Budi selalu bangun sebelum pagi dan meninggalkan rumah sebelum pukul delapan pagi, tetapi hari ini sedikit berbeda. Dia ingin keluar rumah lebih awal agar bisa bertemu dengan Sumi.Kemarin sebelum pulang, Sumi bilang pada Risma akan mengantarkannya ke sekolah pakai sepeda. Kalau pagi ini diabisa melihat pujaan hatinya, kerjanya pasti juga akan lebih semangat.Dia tahu apa yang hendak dilakukan ini konyol karena status Sumi yang masih memiliki suami, tapi apa salahnya? Di mata Budi, sepertinya pernikahan mereka tidak akur dan lagi mereka tak lagi tinggal serumah. Lagipula, Cinta itu kan tidak dosa. Dan misalnya pun dosa, Budi rela menjadi orang berdosa asal bisa mencintai Sumi.Semalaman dia berpikir dan bertekad akan menunggu Sumi sampai wanita itu bercerai. Dia tak peduli jika ada yang menganggapnya sebagai pebinor alias perebut bini orang. Karena yang terpenting baginya adalah dia bisa membantu Sumi.***"Ini uang sakumu, Nduk," kata Sumi sambil menyodorkan uang lima
Baca selengkapnya

17

"Kenapa sih kamu deket-deket sama lelaki itu, Sum?" tanya Patno jengkel karena tadi dia melihat istrinya jalan bersama pria lain sampai depan rumah. Dan yang paling menjengkelkan lagi, Patno melihat mereka sangat akrab dan ngobrol sambil senyum-senyum. Sumi yang sedang membersihkan kamar Risma pun mau tak menyahut agar suaminya itu tak lagi mengganggu dan mengawasinya seperti seorang sipir yang mengawasi seorang tahanan ketika sedang bekerja. Selain merasa tak nyaman, Sumi juga merasa risih karena Patno terus melihatnya. "Kebetulan aja tadi ketemu," jawab Sumi ketus."Gak malu dilihatin tetangga?"Hah? Malu? Pikir Sumi tak kalah kesalnya karena Patno berbicara seolah-olah bahwa Sumi adalah istri yang berlumur dosa karena jalan berduaan dengan Budi Hartono. "Buat apa malu? Kalau ada yang perlu malu itu harusnya bukan aku," sahut Sumi sambil mengambil keranjang kotor berisi pakaian Risma begitu dia selesai mengelap lantai dengan kain basah. "Sudahlah, Mas. Tidak perlu lagi ngurusi u
Baca selengkapnya

18

"Ya, Allah ...." Sumi kaget ketika melihat keadaan Budi yang terkapar di ranjang rumah sakit dengan wajah yang ditotol obat merah dan mata yang bengkak. Herannya, lelaki itu justru tersenyum saat tahu siapa yang datang menjenguknya."Gimana keadaanmu, Bud?" tanya Sumi dengan perasaan ngeri. Dia tak pernah berpikir bahwa suaminya akan berbuat demikian. Cemburukah dia? Kalau iya, sungguh egoisnya seorang lelaki. Patno sendiri memiliki dua istri, tapi dia tak suka jika istrinya bersama lelaki lain."Maafkan aku, Bud. Gara-gara aku kamu jadi begini," ucap Sumi penuh sesal. Seandainya saja tadi pagi dia tidak berhenti saat mobil Budi mogok di jalan, barangkali Patno tak akan marah dan merasa cemburu. "Jangan begitu, Mbak. Bukan salahmu." Budi berusaha menghibur Sumi meskipun itu percuma saja."Tetap saja aku yang salah. Gimanapun juga Mas Patno masih suamiku dan sekarang dia sedang dipenjara dan kamu jadi begini gara-gara aku."
Baca selengkapnya

19

"Habis nangis, Nduk?" tanya Sumi terus terang ketika menjemput Risma sekolah. Anak gadis yang sedang membonceng ibunya itu langsung mengeratkan pegangan tangannya di perut Sumi lalu menyandarkan kepalanya di punggung Sumi yang hangat karena tersengat matahari."Aku malu dihina temen sekolah, Buk. Katanya Risma punya bapak penjahat dan calon napi."Ya, Allah. Hanya kata-kata itu yang keluar dari bibir Sumi karena dia benar-benar tidak tahu harus bicara bagaimana. "Risma jengkel karena sering jadi bahan bully temen-temen, Buk. Sering dikatain punya dua ibu dan sekarang dikatain anak penjahat. Risma gak mau sekolah lagi, Bu," kata Risma lagi dengan jengkel sambil sesekali menghapus air matanya. "Maafin Ibuk ya, Nduk," balas Sumi yang tidak pernah tahu bahwa selama ini anaknya menjadi bahan ejekan teman-teman sekolahnya. Sekarang dia mengerti, itukah sebabnya tempo hari Risma menanyakan soal perceraian? Karena dia tak mau di
Baca selengkapnya

20

"Jadi pulang hari ini, Res?" tanya teman sekamar Restu ketika melihat gadis itu sedang mengemasi barang-barangnya ke dalam tas. Semalam ibunya meminta Restu untuk pulang karena ada hal penting yang ingin dibicarakan. Sebetulnya Restu sudah tahu apa yang hendak dibicarakan ibunya karena Risma sudah memberitahu kejadian apa yang sedang mengguncang keluarganya, tetapi Restu memang sengaja tidak ingin banyak bicara pada Sumi. Bagi Restu, apa pun masalah yang terjadi di rumahnya, bagi gadis itu tetap saja hubungan antara dirinya dan Sumi sulit diperbaiki. "Jadi, Zi. Males, sih. Tapi mau gimana lagi?" Restu menjawab sambil memeriksa dompetnya dan memastikan bahwa uang, SIM, dan surat motor sudah ada di sana. "Kenapa sih lo gitu banget sama nyokap, Res? Gimana pun juga kan itu nyokap lo. Waktu dulu ke sini itu, lo usir pula. Kagak takut dicap anak durhaka?" tanya Zia penasaran sambil ngemil bakwan goreng yang tadi dia beli di
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status