Home / Pendekar / PENDEKAR LEMBAH HANTU / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of PENDEKAR LEMBAH HANTU: Chapter 101 - Chapter 110

114 Chapters

Bab 100 Botok Jamur

"Makan jamur beracun?" Liman mengangguk lalu mulai bercerita. "Wijil suka sekali makan botok jamur. Suatu hari dia mengeluh tidak enak badan karena masuk angin. Dia minta dibuatkan makanan kesukaannya yaitu botok jamur. Lalu aku mencari jamur di hutan, botok itu kucampur dengan jamur beracun." Liman menghela nafas matanya menerawang mengingat peristiwa pembunuhan Nyai Wijil. "Dia memakan botok jamur beracun yang kubuat, setelah makan tiba-tiba dia mengalami sesak nafas yang hebat. Wijil adalah penderita asma, jamur beracun itu memperparah keadaannya,"ujar Liman. Dhesta tertegun melihat sisi lain dari bapaknya. Selama ini dia melihat bapaknya sebagai orang yang pengasih. Bahkan menyembelih ayampun dia tak pernah melakukan sendiri. Tapi sekarang dia mampu membunuh kekasihnya. Dengan suara lirih Dhesta bertanya "Ibu juga sudah mengkhianati Bapak, tapi kenapa Bapak tidak membunuhnya atau membunuhku karena aku anak haram Prabu Jayanegara?" Liman terdiam, dia mengambil secawa
last updateLast Updated : 2025-03-28
Read more

Bab 101 Pengejaran

Hasta terkejut, reaksi Bhre Pajang Sureswari baginya benar-benar di luar nalar. Seharusnya saat mendengar nama Rangga yang disebut sebagai biang kerok kekacauan di Sywagrha, Bhre Pajang akan menyuruhnya menangkap Rangga dalam keadaan mati. Namun Hasta tak berani bertanya lebih lanjut."Baik Gusti Ratu, kami akan mencoba menangkapnya dalam keadaan hidup."*******Siang itu, seorang wanita mendatangi kediaman Pandhita Kanwa. Dari pakaian dan samir yang dikalungkan di lehernya, orang akan tahu bahwa dia seorang abdi dalem. Dengan setengah berlari dia buru-buru memasuki rumah Pandhita Kanwa. Melihat tamunya berlari sambil mencincing jariknya, Nyai Kanwa bertanya heran,"Eeh, Nyai Suli, kenapa kamu lari sampai nyincing jarik. Apa kamu dikejar anjing?"Nyai Suli tidak menjawab, dia langsung masuk rumah lalu menutup pintunya. Nyai Suli langsung duduk di tikar lalu berkata"Aku minta minum, aku haus setelah lari dari istana sampai kemari."Walaupun merasa heran dan kesal melihat temannya hebo
last updateLast Updated : 2025-03-31
Read more

Bab 102

Tiba-tiba dia mendengar suara berkelebat dan teriakan kesakitan. Saat itu dia melihat kedua penyerangnya sudah roboh ke tanah dengan kapak kecil tertancap di jidat mereka. Rangga melihat ke sekelilingnya, terlihat Liman sedang berjalan sempoyongan menghampirinya lalu membantunya berdiri. "Kamu tidak apa-apa Dhesta?" Saat berbicara, Rangga mencium bau tuak yang menyengat dari mulut Liman. Saat itu juga Rangga baru menyadari bahwa Liman sedang mabuk berat dan menyangka dirinya adalah Dhesta. "Tidak saya baik-baik saja. Tapi...tapi saya bukan Dhesta, saya Rangga." Namun Liman tampaknya tak mempedulikan ucapan Rangga, dia hanya terkekeh lalu berkata "Ha ha ha ha ternyata kamu juga mabok sehingga merasa diri kamu adalah Rangga. Ayo kita pulang saja, semalam aku merasa gerah, lalu jalan-jalan cari angin." Liman menarik tangan Rangga namun Rangga menolak "Tidak, saya tidak ingin ke sana, saya mau di sini saja,"ujar Rangga sambil mencari tempat untuk beristirahat di bawah poh
last updateLast Updated : 2025-04-01
Read more

Bab 103

"Siapa namamu Ngger?"tanya bapak-bapak tadi. "Saya Rangga dari Lembah Hantu. Lalu siapa nama Ki Sanak?" Mendengar tempat asal Rangga, wajah bapak itu tampak berubah. "Panggil saja aku Bima dan itu anakku Wening,"bapak itu menunjuk anaknya. Bapak itu mendekati Rangga lebih dekat lalu bertanya lagi "Benar kamu berasal dari Lembah Hantu?" Rangga mengangguk "Ya, apa Ki Sanak tahu tentang Lembah Hantu?" Bima menggeleng "Aku cuma dengar dari berita para pendekar yang datang dari Timur. Di tempat itu dulunya pernah terjadi perebutan Kitab Pusaka Sang Hyang Agni. Semua pendekar yang ada di situ mati dan jiwa mereka ditahan oleh Raja Iblis. Bapakku salah satu pendekar yang mati di sana." "Siapa nama Bapak Ki Sanak?" "Bapakku bernama Jolodhong." Rangga terkejut mendengarnya "Jolodhong? Apa dia memiliki ilmu meringankan tubuh Bayu Sumilir?" Wajah Bima seketika berubah "Darimana kamu tahu? Hanya pendekar-pendekar lama saja yang mengetahui tentang Bapakku,"ujar Bima.
last updateLast Updated : 2025-04-02
Read more

bab 104 Jiwo

Terdengar suara anjing menggonggong di luar. Setelah itu, seorang pemuda masuk ke dalam rumah menyapa Bimo dan isterinya. "Bapak Ibu, hari ini aku membawa kijang hasil berburu." "Aah...Jiwo kamu sudah pulang, hari ini kita ada tamu, dia Rangga murid Eyang Jolodhong,"Bima mengenalkan Rangga pada anaknya. Jiwo mengerutkan keningnya "Eyang Jolodhong? Tidak mungkin usianya masih muda dan Eyang Jolodhong sudah meninggal lama. Jika dia pernah menjadi murid Eyang Jolodhong seharusnya usianya sudah seusia Bapak,"ujar Jiwo sambil memandang Rangga dengan pandangan curiga. Bimo tampak tak enak hati melihat sambutan anak laki-lakinya yang dirasanya kurang ramah. "Dia bisa mengamalkan ilmu Bayu Sumilir ilmu keluarga kita. Tidak ada orang di luar keluarga kita yang mampu mengamalkannya,"Bimo mencoba meyakinkan. Namun Jiwo masih saja menampakan sikap yang tidak bersahabat. Dari tatapan matanya terlihat dia mencurigai Rangga sebagai penipu. "Bapak, ilmu Bayu Sumilir sudah lama ada seja
last updateLast Updated : 2025-04-04
Read more

bab 105 Penangkapan

Semakin jauh dia berjalan, orang-orang yang lewat semakin berkurang. Tak ada lagi kebun atau rumah penduduk. Yang ada hanyalah hutan belantara atau lahan yang penuh semak belukar. ***** Pagi-pagi sekali Rangga sudah bangun lalu bersiap pergi. Dia membereskan bawaannya dan merapikan tikar tempat dia tidur. Dari arah dapur sudah tercium aroma makanan yang menggugah selera. Rangga bergegas ke dapur untuk berpamitan dengan Nyai Bima. Di dapur Nyai Bima terlihat sibuk mengaduk makanan di kuali. Rangga menyapa Nyai Bima, "Nyai, saya mau pamit pergi." Nyai Bima menoleh, melihat Rangga yang datang Nyai Bima berkata "Ngger, makanlah dulu, ini aku membuat bubur ganyong,"Nyai Bima menunjuk ke kuali di depannya. Ini makanannya sudah matang, kamu makan dulu ya." Nyai Bima berdiri dari duduknya lalu mengambil mangkuk gerabah, menyendok jenang ke mangkuk kemudian menyodorkannya pada Rangga. "Ini makanlah, kamu harus makan karena perjalananmu masih jauh." Rangga menyambut mangkok be
last updateLast Updated : 2025-04-07
Read more

Bab 106 Energi Inti Api

Saraswati berdiri di tengah mencegah pertarungan berulang kembali. Pemimpin prajurit mulai marah "Kalau kamu tidak minggir, aku akan membunuhmu!" Namun Saraswati tak gentar menghadapi ancaman orang itu, dia malah menantangnya, "Baiklah kalau kamu masih tetap mau menyerang, bersiaplah menghadapi resikonya! Bukankah Gusti Bhre Pajang meminta kalian membawa Rangga dalam keadaan selamat tanpa luka seujung ramputpun?! Tapi sekarang kalian malah mencoba melukainya!"Saraswati mengambil lencana emas dari setagennya lalu ditunjukan ke hadapan pemimpin prajurit. Sontak wajah pemimpin prajurit berubah, buru-buru dia menyarungkan kembali pedangnya dan memberi hormat. "Maafkan saya Gusti Putri, baiklah kami akan pergi." "Siapa yang menyuruh kalian menyerang Rangga?"tanya Saraswati. "Ndoro Hasta Senopati dari Majapahit itu yang menyuruh kami. Katanya Rangga adalah biang kerok kerusuhan yang terjadi di Sywagrha,"jawab pemimpin prajurit. Saraswati mendengus kesal "Huuh orang Majapa
last updateLast Updated : 2025-04-08
Read more

Bab 107 Gusti Putri Alit

Saraswati menatap Rangga dengan tatapan cemas, namun sejurus kemudian dia teringat sesuatu. Saraswati berdiri di belakang Rangga lalu menempelkan tangannya ke punggung Rangga. Nyai Bima dan suaminya terkejut melihat tindakan Saraswati. "Hei tunggu apa yang kamu lakukan?!"seru Nyai Bima. Nyai Bima berjalan mendekati Saraswati namun suaminya mencegahnya "Jangan...tunggu, gadis itu tidak bermaksud buruk, dia hanya ingin menolongnya." "Tapi Kangmas, kita tidak tahu apa dia melakukannya dengan cara yang benar atau tidak,"tukas Nyai Bima. Bima memperhatikan Rangga, terlihat wajah Rangga yamg semula merah seperti kepiting rebus, kini berangsur normal. "Dia sudah melakukannya dengan baik dan benar. Lihat wajah Rangga, dia sudah mulai berangsur normal,"ujar Bima. Nyai Bima memperhatikan dengan seksama, Rangga sekarang memang terlihat jauh lebih baik. Perempuan itu lega melihat kondisi Bima sudah mulai pulih. Tapi kemudian dia teringat sesuatu. Cepat sekali Rangga pulih, ilmu apa
last updateLast Updated : 2025-04-11
Read more

Bab 108 Pencarian Siwi

"Gusti Putri Alit adalah putri bungsu Bhre Pajang Sureswari. Dia menghabiskan masa kecilnya di goa Selarong di kediaman keluarga bapaknya,"ungkap Rama. Tertegun Hasta mendengar penjelasan Rama, sejurus kemudian raut wajahnya tampak menyesal. "Sial, urusanku dengan Hasta jadi tambah panjang ditambah lagi aku harus berurusan dengan dia. Bhre Pajang sudah mengusirku, besok aku sudah harus pulang ke Trowulan,"ujar Hasta dengan geram. Rama menenangkan Hasta yang kecewa karena diusir dari Pajang "Kangmas Hasta tidak usah kuatir, masalah Hasta biar aku yang mengurusnya. Bhre Pajang boleh saja minta Rangga dibawa dalam keadaan hidup. Tapi aku tidak terima, Rangga dan teman-temannya sudah membunuh saudara-saudara seperguruanku. Mereka harus menerima balasannya!" Seorang abdi tiba-tiba masuk ke ruangan Hasta dengan tergesa-gesa "Ndoro Hasta, Ki Tunggul ingin bertemu dengan anda. Katanya ada berita penting yang harus segera disampaikan." "Suruh dia masuk!"perintah Hasta. Abdi itu
last updateLast Updated : 2025-04-12
Read more

Bab 109 Bhiksuni Santini

Pedagang kue itu menjambak rambut Siwi dengan kasar hingga sanggulnya berantakan. "Kamu mau bayar tidak? Kalau tidak kami akan membawamu ke Dhayksa!" "Maaf saya lapar tapi saya tidak punya uang? Saya...saya tidak bisa bayar,"ucap Siwi lirih. Mata Siwi memandang ke sekelilingnya namun tak seorangpun yang membelanya. Salah seorang penonton berseru memprovokasi orang-orang disekitarnya. "Dia bohong, mana ada maling mau ngaku!" "Kita bawa dia ke Dhayksa!"penjual kue bersiap menyeret Siwi pergi. "Tunggu!" Seorang laki-laki dengan pakaian yang indah dengan banyak perhiasan mendatangi Siwi. Laki-laki itu wajahnya tampan dan kulitnya bersih. Dia memakai selendang sutera berwarna hijau serasi dengan kipas dari bulu merak hijau di tangannya. Di belakangnya seorang abdi laki-laki berbadan gempal dan pendek mengikuti di belakangnya. Laki-laki itu meraih dagu Siwi dan meneliti wajahnya. Sejurus kemudian dia tersenyum, kecantikan Siwi masih memancar walaupun penampilannya kumal da
last updateLast Updated : 2025-04-14
Read more
PREV
1
...
789101112
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status