“Aduh, pangling pisan lihat kamu sekarang, Galuh. Bener, kan, kata Ambu. Kamu bakal jadi orang sukses! Sayang almarhum suami enggak mau dengar—”“Ambu, enggak boleh bicara gitu! Kejadiannya udah lama juga.”“Tapi, Ambu yakin bapakmu bakal nyesel pernah ngerendahin Galuh di depan keluarga.”“Cukup, Ambu, tolong hormati pria yang aku pilih jadi suamiku sekarang!”Seketika, ruangan menjadi hening. Luna, dengan napas tersengal, memandangi satu per satu figur yang menempati meja makan. Dari Rayyi yang duduk di hadapannya, lalu Galuh di samping sang suami, dan berakhir pada Puspa di sebelahnya.Makan malam yang awalnya canggung karena kehadiran mendadak Puspa makin tak mengenakan kala Galuh ikut bergabung. Luna yakin pria itu sengaja menerima ajakan ibunya untuk memperkeruh suasana. Apakah ancaman di kamar hotel tempo hari belum cukup baginya?“Pak Galuh sendiri ada keperluan apa kemari?” Rayyi mengambilalih percakapan. Diam-diam, Luna berterimakasih padanya.“Oh, ya, tadi aku mau menanyaka
Baca selengkapnya