Mataku melebar mendengar ucapannya. “Kau bercanda, kan?” tanyaku, tidak percaya. “Untuk apa aku bercanda? Kita bisa melakukannya sekarang di hadapan tukang kebun jika kau mau,” jawabnya dengan ekspresi yang sangat meyakinkan.Secara refleks aku menampar pipinya. Tidak terlalu keras, tapi, bunyinya cukup nyaring. “Jangan gila, Buby!”aku sedikit menambah intonasi suaraku. Rasyid hanya diam sambil terus menatapku dengan senyumannya. Aneh memang, dia bahkan tidak menggubris tamparan kecil yang aku berikan tadi.Namun, di tatap seintens itu olehnya, membuat aku malu sendiri. “Sudah ah, Buby. Jangan menatapku seperti itu terus,” kataku dengan suara sedikit mendayu. Pipiku terasa panas. Entahlah, mungkin wajahku sudah berubah seperti tomat.Tiba-tiba saja Rasyid terkekeh. “Kamu itu lucu sekali, kamu sendiri yang mengatakan hal itu pada Zulfah, tapi, saat aku benar-benar memintanya, kau malah menyebut aku gila,” katanya. Aku langsung berdecak sebal. “Jika di hadapan Zulfah itu berbeda, Bu
Last Updated : 2024-07-27 Read more