Semua Bab Istri yang Teraniaya, Kini Menjadi Kaya: Bab 41 - Bab 50

57 Bab

Seebelumnya

“Puas dengan apa yang aku lakukan?” Daren mempertegas pertanyaan Hayati. Senyum bengis muncul di wajahnya. Ingatan Daren melayang pada kejadian di sebuah hotel mewah yang tidak jauh dari lokasi restaurant. Saat itu Daren meminta Hayati untuk ikut dengannya dan menjalankan rencananya untuk membalas dendam pada Isabelle.Beberapa jam sebelum pertemuan itu, di sebuah kamar hotel mewah, Hayati berdiri di depan jendela besar yang menghadap ke kota. Lampu-lampu kota yang berkelap-kelip seakan mencerminkan kekacauan di dalam hatinya. Dia masih tidak percaya bahwa dia berada di sini, terjebak dalam permainan balas dendam yang direncanakan oleh Daren. Tangannya gemetar saat memegang secangkir kopi yang kini sudah dingin.Daren, yang duduk di sofa dengan sikap santai, menatap Hayati dengan mata tajam. Dia menikmati ketidaknyamanan yang tergambar jelas di wajah Hayati. "Kau tahu, Hayati, ini bukan hanya tentang balas dendamku pada Isabelle. Ini juga tentang kau yang mengambil hakmu," ucapnya den
Baca selengkapnya

Awal Dari Sebuah Akhir

Hayati mengangguk pelan, matanya penuh dengan keletihan yang tak bisa disembunyikan. "Aku tidak butuh uang itu, Daren. Aku hanya ingin ini semua segera berakhir. Aku... aku kecewa denganmu. Aku pikir selama ini kau baik padaku karena kau tulus. Ternyata aku salah. Sekarang aku percaya bahwa semua pria yang memiliki uang akan melakukan hal-hal di luar nalar."Daren menatapnya dengan tajam, seolah mencoba menilai keseriusan kata-kata Hayati. Ada sedikit semburat luka di dalam hatinya. Hayati benar, dia memang menggunakan Hayati sebagai pion penghancur bagi Isabelle dan Laksmana. Ada rasa bersalah yang perlahan merayapi hati Daren. Namun, dia tidak bisa mundur lagi. Dia sudah sejauh ini untuk menuntaskan dendam yang bertahun membelenggunya.Daren menata hati untuk membuang semua perasaan manusiawi yang dia takutkan. Bagi Daren, dia bukan lagi pria dengan rasa. Dia hanyalah Daren yang sedang terbakar dendam karena Isabelle dan Laksmana. Setelah beberapa saat, dia menghela napas panjang, k
Baca selengkapnya

Keputusan Masa Lalu

Andi menarik napas, lalu menatap Hayati dengan tatapan serius. “Apakah kau memiliki perasaan terhadap Daren?”Raut wajah Hayati memperlihatkan kebingungan. Pertanyaan Andi seolah memperjelas apa yang dia sendiri ragu untuk memastikan. “Kenapa kau bertanya seperti itu? Hubunganku dan Daren hanyalah murni hubungan profesional pekerjaan. Aku membantunya untuk membalas dendam pada Isabelle karena dia mengancamku.”“Jadi jawabanmu adalah?” Andi seolah mengabaikan penjelasan panjang Hayati.“Aku... aku tidak memiliki perasaan apa pun pada Daren,” jawab Hayati pada akhirnya.Andi mengangguk tegas tanda mengerti. “Baiklah. Soal perasaan itu urusan kalian. Daren menitipkan pesan, jika kau menginginkan harta kakekmu, kau bisa mengambilnya kapan pun kau mau. Daren tidak akan memberikannya pada orang lain.”Pernyataan Andi membuat Hayati tak urung merenung. Hayati merasa hatinya bergejolak mendengar pernyataan Andi tentang harta kakeknya. Dia sudah mengabaikan masalah itu setelah terjebak dalam i
Baca selengkapnya

Cerita Cinta

Anggara terdiam sejenak, menatap Hayati dengan ekspresi bingung. “Kenapa tiba-tiba menanyakan soal kakek dan ibu?” tanyanya sambil duduk di samping Hayati. Anggara bukan tipe orang yang sering membicarakan masa lalu. Baginya, yang terpenting adalah masa kini dan masa depan. Namun, ia tahu bahwa Hayati tidak akan menanyakan hal ini tanpa alasan.Hayati menunduk, memainkan ujung bajunyanya dengan gelisah. Dia tidak yakin apakah haru menceritakan semuanya pada Anggara. Hayati ragu jika Anggara tahu tentang itu. “Aku hanya ingin tahu... Apakah kau pernah mendengar sesuatu tentang masa lalu ibu? Mungkin sesuatu yang tidak pernah kita bicarakan sebelumnya?”Anggara menarik napas dalam, tampak berpikir sejenak sebelum menjawab. “Aku tidak terlalu ingat banyak tentang kakek. Aku masih kecil saat itu, dan seingatku, ibu jarang sekali membicarakan keluarganya. Tapi aku tahu bahwa ibu sangat menyayangi kakek. Mereka memiliki hubungan yang cukup dekat, walau tidak banyak cerita yang ibu bagi tent
Baca selengkapnya

Kecelakaan Vinara

Hayati terdiam, merasa jantungnya berdebar lebih kencang. Pertanyaan Anggara mengenai Daren membuatnya tersentak, seolah-olah kakaknya bisa membaca pikirannya. Dia tidak tahu harus mulai dari mana, tetapi dia tahu bahwa dia tidak bisa lagi menyembunyikan perasaannya.“Daren... dia lebih dari sekadar seseorang yang menyimpan harta kakek,” ucap Hayati pelan, hampir berbisik. “Aku tidak tahu bagaimana menjelaskan ini, Kak. Perasaanku padanya campur aduk. Ada saat-saat di mana aku merasa dia adalah orang yang bisa aku percayai, seseorang yang bisa aku andalkan. Tapi ada juga saat-saat di mana aku merasa terjebak, seperti dia memiliki kendali atas hidupku hanya karena dia tahu terlalu banyak tentang masa lalu kita.”Anggara mengangguk, mendengarkan dengan sabar. “Apa kau mencintainya, Hayati?”Pertanyaan itu menghantam Hayati seperti petir. Dia menatap ke arah jendela, menatap jauh ke luar, seolah mencari jawaban dari langit yang luas. “Aku tidak tahu, Kak,” jawabnya jujur. “Ada sesuatu da
Baca selengkapnya

Demi Vinara

“Dokter! Pasien mengalami kejang lanjutan!” Seorang suster keluar dari ruang gawat darurat.“Kita akan bicara lagi nanti. Ada pasien yang harus saya tangani. Segera saya akan segera kembali untuk menjelaskan kondisi vinara pada Anda.Setelah beberapa jam menunggu dengan cemas, akhirnya dokter yang sama memanggil Hayati dan Anggara ke ruangannya. Wajahnya serius, menunjukkan bahwa kabar yang akan disampaikan bukanlah hal yang mudah."Bu Hayati, Pak Anggara, silakan duduk," ujarnya lembut, tetapi dengan nada yang jelas menunjukkan beratnya situasi.Hayati menelan ludah, mencoba menenangkan dirinya sebelum duduk di kursi di depan meja dokter. Anggara duduk di sebelahnya, tatapannya penuh perhatian pada sang dokter.Dokter itu menghela napas sebelum berbicara. "Saya harus memberitahu Anda bahwa selain reaksi alergi yang parah, kami menemukan bahwa Vinara menderita penyakit langka yang disebut aplasia sumsum tulang. Ini adalah kondisi di mana sumsum tulang belakangnya tidak mampu memproduk
Baca selengkapnya

Menemui Mantan Suami

“Apakah itu mengubah keadaan bahwa Dimas mungkin tidak akan pernah bersedia menolong buah hatinya sendiri.” Hayati bergumam namun cukup keras untuk bisa di dengar Anggara.Anggara tanpa sadar mengepalkan tangannya dan mencengkeram kemudi di depannya. “Setidaknya mereka akan berpikir beberapa kali untuk menyerangmu. Aku tidak akan pernah membiarkan itu!”Hayati menatap keluar jendela mobil, melihat pemandangan kota yang perlahan berubah menjadi bayangan samar di bawah sinar lampu jalan. Pikiran dan perasaannya bercampur aduk. Bagaimana mungkin dia bisa menghadapi Dimas lagi setelah semua yang terjadi? Tapi, demi Vinara, dia tidak punya pilihan lain.“Tidak, Kak,” jawab Hayati akhirnya, suaranya pelan namun tegas. “Aku harus melakukannya sendiri. Ini tentang Vinara, dan aku yang harus menghadapi Dimas. Ini juga adalah masalahku, bukan masalahmu.”Anggara mengangguk, meskipun sedikit keberatan. “Aku mengerti, Hayati. Tapi ketahuilah, aku ada di belakangmu, apa pun yang terjadi.”Hayati t
Baca selengkapnya

Permintaan yang Berlebihan

Hayati menatap Dimas, mencoba menebak apa yang ada di balik senyum sinis itu. Jantungnya terasa semakin berat seiring dengan kata-kata yang mungkin akan keluar dari mulut Dimas.“Berapa harga yang kau minta?” tanyanya, suaranya nyaris bergetar, meskipun dia berusaha keras untuk tetap tenang.Dimas melangkah mendekat, suaranya pelan namun tajam seperti pisau yang siap mengiris hati Hayati. “Aku ingin semua harta gono-gini kita kembali padaku. Tidak hanya itu, aku juga ingin setengah saham perusahaanmu.”Hayati terperangah. Perusahaan Pattiserie, Cake, dan Bakery yang dia dirikan dengan susah payah setelah perceraian mereka adalah sumber kehidupannya, Arya dan Vinara. Perusahaan itu adalah kebanggaannya, bukti bahwa dia bisa bangkit dan berdiri sendiri tanpa Dimas.“Setengah saham?” ulang Hayati, memastikan bahwa dia tidak salah dengar.Dimas mengangguk, matanya tetap menatap tajam ke arah Hayati. “Ya. Setengah saham. Lagipula, perusahaan itu tidak akan ada tanpa pengorbanan yang kita b
Baca selengkapnya

Bertemu Kembali

Hayati berdiri di depan cermin, memandangi bayangannya yang tampak lebih tua dan lelah. Kerutan di dahi dan lingkaran hitam di bawah matanya menjadi bukti nyata dari malam-malam tanpa tidur dan kecemasan yang tak pernah henti. Hari ini adalah hari besar bagi Vinara, hari di mana putrinya akan menjalani operasi tulang belakang yang sangat berisiko. Ini adalah satu-satunya harapan bagi Vinara untuk kembali hidup normal, dan Hayati tahu bahwa dia harus kuat untuk menghadapi hari ini.Dengan langkah berat, Hayati akhirnya tiba di rumah sakit. Setiap langkah menuju kamar operasi terasa seperti beban yang semakin menekan. Di depan pintu kamar operasi, matanya langsung tertumbuk pada sosok-sosok yang sudah sangat dikenalnya—keluarga Dimas. Mereka berdiri di sana dengan ekspresi yang membuat perut Hayati terasa mual. Bukan rasa khawatir atau cemas yang terlihat di wajah mereka, melainkan kebencian dan ejekan yang teramat jelas.Ibu Dimas, seorang wanita paruh baya dengan sorot mata yang selal
Baca selengkapnya

Persiapan Operasi

Hayati meraih pena dengan tangan gemetar, menatap kertas persetujuan operasi di depannya. “Saya sudah tahu,” jawabnya pelan, suaranya terdengar lemah meski berusaha tegar.Dokter itu, seorang pria paruh baya dengan raut wajah serius namun penuh empati, mengangguk pelan. “Saya harus jujur, Bu Hayati. Operasi ini memang membawa risiko yang sangat besar. Salah satu risikonya adalah kelumpuhan permanen jika ada komplikasi. Namun, kami juga percaya bahwa dengan keberhasilan operasi ini, peluang Vinara untuk bisa berjalan kembali sangat tinggi. Kami sudah melakukan segala persiapan dengan matang.”Hayati mengangguk, meski hatinya diliputi ketakutan. “Tapi jika tidak dioperasi…?”“Jika tidak dioperasi, kondisi Vinara akan semakin memburuk. Kesempatannya untuk sembuh secara alami sangat kecil, dan kemungkinan besar dia akan kehilangan kemampuan untuk berjalan selamanya,” jawab dokter itu, tatapannya lurus dan penuh pengertian.Kata-kata dokter tersebut menghantam Hayati seperti palu. Harapan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status