Semua Bab Maaf, Aku Memilih Mundur: Bab 41 - Bab 48
48 Bab
Bab 41
“Ini Mas, ada titipan surat.”Bu RT tiba-tiba muncul di halaman rumah Yogi. Tepat beberapa saat setelah laki-laki itu masuk ke pelataran rumahnya. “Lho, Bu RT. Kok-”“Saya tadi sengaja nunggu Mas Yogi lewat. Pas liat, saya langsung buru-buru nyusul kemari,” sergah Bu RT dengan cepat. Nafas wanita yang sudah tak lagi muda itu tampak ngos-ngosan. Sebab buru-buru menyusul Yogi yang baru saja pulang kerja. “Mas Yogi.”Tiba-tiba suara dari ibu ketua kepengurusan tetangga itu kembali terdengar. Wanita yang umurnya sudah hampir sama dengan sang ibu, Jubaedah, tampak ragu untuk melanjutkan kalimatnya. Hingga suara Yogi terdengar menimpali, “Ada apa, Bu? Ada yang bisa saya bantu?”“Em ….”“Gak apa Bu, jangan sungkan. Kalo bisa saya bantu pasti saya bantu kok!” ucap Yogi kemudian, sebab wanita di depannya masih tampak ragu. “Apa Mas Yogi gak sayang kalo harus melepas istri sebaik Devi?” Akhirnya, sebuah kalimat tanya meluncur be
Baca selengkapnya
Bab 42
“Jangan aneh-aneh Mbak!” Yogi tak menanggapi ucapan sang kakak dan lebih memilih untuk berlalu masuk ke dalam rumah. Ceklek! Ceklek! Yogi memutar anak kunci pada pintu utama rumahnya. Semenjak dua minggu kepergian Devi dari rumah itu. Kini Yogi mulai benar-benar merasakan perbedaan saat ada Devi dan saat ini… “Biasanya kamu yang bukain pintu dan nyambut aku, tapi sekarang-” Mata Yogi menyisir ke arah ruang tamu yang biasanya rapi, bersih dan wangi. Sebab Devi seringkali memasang pengharum ruangan di setiap sudut rumah. Tapi kini, jangankan pengharum ruangan. Hanya debu dan sarang laba-laba yang bersarang di sana. “Mbak sama Ibu gak beres-beres rumah lagi?” Kini Yogi memutar badan dan menghadap kakak perempuannya yang tengah berdiri di ambang pintu. “Tadi Mbak pergi arisan,” jawab Yessi singkat. Tangannya terlipat di dada. Sedangkan wajahnya melihat sang adik dengan tatapan malas. Hembusan nafas Yogi terdengar pelan. Seharian lelah bekerja, namun kini masih dihada
Baca selengkapnya
Bab 43
“Heh! Malah bengong kaya sapi ompong!” sentak Jubaedah yang tiba-tiba sudah ada di ambang pintu rumah Yogi. “Lho, Lisa udah sampe?” tanya Jubaedah, saat melihat wanita cantik yang tengah duduk berdua bersama Yessi. “Sampe kapan, Lis?” “Baru beberapa menit kok, Tan,” jawab Lisa sopan kemudian menyalami tangan Jubaedah dengan santun. “Duh, senengnya kalo punya mantu kayak gini,” ujar Jubaedah dengan nada sedikit keras. Kemudian ia kembali melanjutkan, “Udah cantik, baik, santun sama orang tua.” “Ah, Ibu bisa aja,” tukas Lisa menimpali ucapan Jubaedah dengan tersipu. Sedangkan Jubaedah dan Yessi justru saling melirik seolah tengah berbicara melalui tatapan mata. Tiga wanita beda generasi itu kemudian duduk berbincang bertiga. Banyak hal yang mereka bicarakan, dari mulai masa lalu Yogi dan Lisa hingga kehidupan Lisa sekarang. Hal itu sukses membuat Jubaedah terkesan pada wanita itu.
Baca selengkapnya
Bab 44
“Apa tak bisa dibicarakan lagi?” Yogi langsung menyerbu Devi dengan pertanyaan yang ia sendiri sudah tahu jawabannya. “Kamu udah tau jawabannya, Mas. Jadi cukup, jangan menanyakan hal yang sama berulang kali,” jawab Devi dingin. “Ah, iya. Bagaimana kabar Ibu dan Mbak Yessi?” Devi yang sudah ingin melangkah tiba-tiba berhenti dan kembali menoleh ke arah calon mantan suaminya. “Mereka-” “Kami baik! Kenapa?” Tiba-tiba suara Yessi terdengar dari arah lain, menjawab pertanyaan Devi yang diajukan pada Yogi. Devi tersenyum miring, ia sudah menduga jika dua wanita itu akan selalu membayangi Yogi, dimanapun laki-laki itu berada. “Apa kabar Bu, Mbak? Aku pikir, kalian gak akan dateng.” Tanpa basa basi, Devi melontarkan apa yang ada dalam pikirannya, namun dengan cara yang berbeda. Tentu saja hal itu membuat Yessi dan Jubaedah seketik
Baca selengkapnya
Bab 46
“Saudara Devi, apa Anda sudah yakin dengan keputusan ini?” Suara laki-laki yang kini tengah duduk dengan posisi lebih tinggi dari semua orang. Membuatnya menjadi pusat perhatian banyak pasang mata di ruangan tersebut. Suaranya terdengar lantang dan menggema di ruang yang didominasi dengan warna putih dan hijau tersebut. “Saya yakin, Yang Mulia!” jawab Devi tegas. “Baiklah kalau begitu. Dengan ini sidang kita mulai!” Ketuk palu Hakim terdengar hingga tiga kali. Tanda jika sidang perceraian Devi dan Yogi dimulai. Devi merasakan jantungnya berdebar-debar. Dia hanya berusaha untuk menahan diri. Agar jangan sampai terlihat lemah di hadapan keluarga mertuanya. ‘Yaa Tuhan, kuatkan hamba. Jika ini jalan takdirMu, maka berikan keikhlasan dan kekuatan tak bertepi pada hambaMu ini.’ Sementara di hadapannya, sang mantan suami, Yogi, duduk dengan wajahnya yang datar dan dingin. Dia duduk di samping pengacaranya, s
Baca selengkapnya
Bab 47
“Tunggu! Katakan terlebih dahulu, apa maksud Anda?!”Yogi mencekal kuat lengan Arya yang akan berlalu menyusul langkah Devi. Arya menghentikan langkah dan langsung menoleh pada lengannya yang masih dalam cekalan Yogi. “Ngapain sih kamu deket-deket dia, Gi!” Namun tiba-tiba datang Jubaedah dan langsung menepis dengan kuat tangan Yogi yang masih menarik jas milik Arya. “Dia itu kubu lawan! Ngapain kamu malah-”“Ibu mending diem, deh! Aku ada urusan penting sama dia!” sentak Yogi yang merasa jika kedatangan sang ibu hanya menambah masalah dan menghambat waktu. Jubaedah sontak berjingkat kaget. Sebab ia bahkan tak tahu apa masalahnya, hingga Yogi malah sampai menaikkan nada suaranya. ‘Sial! Ada apa lagi ini?’“Katakan padaku, apa maksud dari ucapanmu tadi?” tanya Yogi pada Arya, tanpa mengindahkan sang ibu yang masih diam dan tertegun. Sekilas, Arya melirik ke arah Jubaedah. Namun masih dengan ekspresi datar, t
Baca selengkapnya
Bab 45
“Cukup Devi!” Arya menarik kedua lengan Devi yang sudah ingin kembali melangkah maju, menghadapi keluarga sang suami. “Ini tak akan ada habisnya kalo kamu ladenin mereka. Akan lebih baik kalo kita masuk dan menunggu di dalam,” ujar Arya kemudian. Devi memejamkan matanya sekilas kemudian kembali menatap laki-laki yang sudah menjadi suaminya selama 11 tahun. “Mas!” sentak Devi dengan tatapan lekat pada sang suami. “Aku pikir, kamu adalah sosok yang paling mengerti aku, selain kedua orang tuaku. Tapi nyatanya, pikiran ku itu salah. Bahkan sangat salah!” “Tak usah banyak bicara kamu Devi. Kamu udah menyakiti anakku. Setelah dia membiayai hidupmu selama bertahun-tahun, bukannya terima kasih malah-” “Heh! Omong kosong!” desis Devi menyela ucapan ibu mertuanya. Tanpa memperdulikan ucapan Devi, Jubaedah kembali melanjutkan kalimatnya, “Dasar wanita gi-la! Tak tau terima kasih!” bentak Jubaedah yang masih terus mengelus pundak anak laki-lakinya. “Cih! Apa Anda bilang tadi?
Baca selengkapnya
Bab 48
“Mari kita perbaiki semuanya, Dev.”“Untuk apa? Semua sudah selesai!” tegas Devi tanpa Ragu. “Bukan demi kita, tapi demi anak-anak. Mereka masih membutuhkan sosok seorang ayah.” Yogi terus mencoba membuat Devi mengerti dengan maksud dan tujuannya. Devi mendengus kasar. Panasnya cuaca hari ini, semakin bertambah panas akibat dari kedatangan sang mantan suami. “Semua sudah terlambat, Mas!”“Kau lihat mereka, Mas. Bukan aku sombong, tapi pada kenyataannya bahkan kedatanganmu saja tak diharapkan oleh mereka,” imbuh Devi kemudian. “Dasar wanita gatel! Berani-beraninya kamu kegatelan sama suamiku!”Tiba-tiba sebuah suara keras terdengar dari arah jalan depan rumah Devi. Membuat Devi dan sosok laki-laki yang kini ada di hadapannya menoleh ke arah sumber suara. “Kalo ngomong bisa dijaga nggak?!” tanya Devi dengan nada kasar. Tatapan mata ibu dua anak itu menusuk tajam pada sosok asing yang kini sudah berdiri dan me
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status