Semua Bab Bukan Pengawal Biasa: Bab 1 - Bab 10

18 Bab

“Tuan Presiden!”

“Tuan Presiden!” Suara Art setengah memekik, menunjukkan keterkejutan. Sesosok wajah menguasai penglihatannya saat ini.  Jared Filmore, pria nomor satu di negara itu datang dengan kawalan ketat, berjejer para pria tinggi dengan jas hitam senada di belakangnya. Siapa yang percaya ini? Tidak ada, bahkan dirinya sendiri. Art si pelukis tidak terkenal kedatangan tamu agung yang dielukan seluruh penjuru negeri karena kepemimpinan yang bagai oase di tengah gurun---katanya.Pengetahuan Art hanya sebatas pria itu adalah seorang presiden. A I U E O-nya, dia merasa tidak tertarik untuk tahu."Apakah Anda Tuan Artlan?" tanya Jared.Dengan sedikit gugup Art menjawab, “Benar, Tuan. Saya Artlan,” akunya. Sebisa mungkin menata diri agar tidak terlihat konyol. “Tapi mereka memotongnya menjadi Art,” dia menambahkan.Jawaban itu menarik senyuman tipis di bibir Jared, mengangguk ringan sedikit merasa lucu. Entah siapa 'mereka' yang dimaksud oleh pemuda berambut gondrong itu. "Umm, Tuan Artlan ....”"A
Baca selengkapnya

Rumah Presiden Diserang

Sudah memakan setidaknya empat jam dari awal dia memulai, kuas bercat digoreskan dengan sangat hati-hati. Art benar-benar tidak ingin mengecewakan Tuan Presiden, lukisan Krystal harus semirip mungkin dengan aslinya. Tidak masalah seberapa lama dia akan menghabiskan waktu.Tanpa bersuara, langkah kaki Paman Delbert makin mendekat. Tatapan tidak beralih dari lukisan yang sedang dikerjakan Art. "Kau benar-benar luar biasa, Nak,” pujinya."Uhh, Paman. Sejak kapan kau di sana?" tanya Art, sekilas menoleh ke belakang di mana Delbert berdiri."Baru saja," jawab Delbert, pandangannya tetap pada lukisan. "Kau hanya baru menyelesaikan bagian wajah dan rambutnya, tapi aku sudah sekagum ini."Disikapi Art dengan senyuman. "Ini bahkan belum kusempurnakan, Paman."Delbert menggeleng, tak bisa berkata-kata.Tidak terdengar obrolan lagi setelahnya, suasana disergap keheningan dan Delbert resmi jadi penonton.Tiga jam sudah berlalu. Bagian tubuh Krystal dan gaun birunya sudah sempurna dalam lukisan.W
Baca selengkapnya

Pelukis Itu

Keadaan sudah sangat berantakan saat Jared Filmore tiba di rumah. Keterkejutannya mencapai level tertinggi.Saat mendapat kabar dari istrinya--Erica Filmore, Jared mencemaskan keluarga dan orang-orangnya akan habis karena serangan mendadak itu, tapi yang didapati justru kebalikannya. Semua dalam keadaan baik, kecuali satu pengawal dan seorang pelayan wanita. Mereka mati dengan beberapa tusukan, sisanya mendapat luka-luka yang masih bisa diselamatkan oleh medis.Para penyerang telah ditangkap dan ditangani oleh para anak buah Jared dari kesatuan pengamanan yang dia bentuk secara rahasia, sebut saja Phantom.Saat ini di ruang kerja pribadinya."Mereka dari Crescent Moon."Jared Filmore melengak pada wajah pria yang berdiri di seberang mejanya. "Crescent Moon?" ulangnya sembari mengernyit tipis, berpikir mungkin salah mendengar."Benar, Tuan Presiden." Pria itu--Demian Goon, menganggukkan kepalanya. "Tindakan penyerangan itu dipicu oleh masalah jatuhan hukuman mati atas Christianson, wak
Baca selengkapnya

Para Perusak

"Sepagi ini kau mau kemana?" Art baru meraih kesadarannya setelah terlelap hampir enam jam di atas sofa apartemen Hanna.Saat ini Hanna sudah nampak rapi dengan setelan seperti biasa. Harum parfum dari tubuhnya menyeruak ke sekitaran."Aku akan bekerja. Sarapan sudah kusiapkan di meja," jawab Hanna. Dia mengambil posisi duduk di tepi sofa yang direbahi Art. Wajah pria itu dibelainya seraya tersenyum manis. "Banyak pertanyaan yang ingin kuajukan padamu tentang apa yang kau lakukan semalam, tapi ...." Ditengoknya jam di pergelangan tangan, lalu kembali menatap Art. "... Waktuku akan tersita karena itu."Art mendengus, "Padahal aku menantikannya. Kau selalu seperti itu. Aku jadi kekurangan perhatian."Dan Hanna selalu tersenyum menyikapi sikap manja Art yang tak tahu malu, seperti semua itu adalah makanan kesukaannya. Sepasang telapak tangan dia rangkumkan ke wajah pria yang selalu membuatnya tak pernah berhenti untuk mencinta. "Setelah kita menikah, semua waktuku milikmu," katanya, lalu
Baca selengkapnya

Goblin

"Aww! Sakit, Sialan!" Art menarik diri dari tangan yang tengah mengobati pelipisnya dengan kapas dan alkohol."Hhh." Pria itu mencebik. "Kukira spesies macam dirimu anti rasa sakit."Art memanggilnya Daichi, pria 37 tahun asal Jepang yang hampir tiga tahun ini menjadi partner kerjanya."Kau kira aku batu?!" hardik Art."Kau hantu." Daichi membalas dengan nada rendah. Sehelai plester dibalutkannya ke pelipis Art yang sedikit terluka saat bertarung melawan anak-anak buah Erica di gallery lukis.Saat ini Art berada di kediaman Daichi.Sebuah rumah tinggal yang berada di dalam gedung tua terbengkalai belasan tahun di sudut kota. Entahlah, tidak ada yang bisa menjelaskan kenapa dia memilih tinggal di sana di saat orang lain termakan rumor tentang hantu-hantu penunggu gedung tersebut.Daichi memang sekonyol itu.Kotak P3K ditaruh Daichi kembali ke tempatnya di dalam sebuah nakas rendah yang ada di belakang Art."Banyak surel yang masuk," celetuk pria sipit itu tiba-tiba. Salah satu dari sek
Baca selengkapnya

Jangan Bermain-main Denganku!

Hari-hari berlalu.Art semakin meradang, orang-orang sialan itu tak pernah berhenti mengganggu dan ingin membunuhnya. Selain tempat Daichi, dia tidak punya lagi tempat yang aman untuk dirinya. Rumah di jauh sana akan tak baik jika ikut dia libatkan.Tapi Daichi terlalu membosankan diajak bicara dan rumahnya bahkan berbau lumut. Art tak terlalu nyaman di sana. Jadi saat ini, setelah mendapat hasil dari penyelidikannya sebagai Goblin dibantu Daichi melalui keahlian komputernya, Art memutuskan ...."Kau terlalu tenang untuk kategori manusia yang ingin melenyapkan manusia lainnya."Majalah di tangan Erica Filmore terlempar jatuh. Bangun dari tempatnya dengan tampang seperti orang tersengat listrik."K-kau ... ba-bagaimana bisa masuk ke sini?"Bagaimana dia tak akan terkejut, seorang pemuda asing tahu-tahu sudah berdiri di belakangnya tanpa terdengar kapan dia masuk, yang jelas jendela kamarnya terbuka dengan gordeng berkibar tertiup angin.Art, tentu saja dia, bibirnya tersenyum remeh. "A
Baca selengkapnya

Kematian Kekasih

"Katakan kau tak mendengar apa pun, Nona?" Pria itu bertanya yang kedua kali. Satu telapak tangannya mencengkram dagu seorang wanita yang terduduk paksa di atas lantai."Ti-tidak, Tuan. A-aku sungguh tak mendengar apa pun. To... long, lepaskan aku." Wanita itu mengiba. Tubuhnya gemetar menahan takut.Pria lainnya nampak sudah berumur, duduk bersilang kaki di hadapannya, menyeringai tipis. Dari tampang dan sikap yang ditunjukkan, dia pasti atasan dari semua pria yang ada di sana. "Tapi ekspresi wajahmu mengatakan sebaliknya ... Nona Milton." Nama itu dia ketahui dari id card yang tergantung di leher wanita naas itu.Hanna Milton, wanita itu melengak pada si pria tua. Kembali kepala digelengkan dengan susah payah karena pria sangar tadi masih mencengkram dagunya dengan sangat kuat.Ya, Hanna Milton, kekasih dan wanita yang akan dinikahi Art Januari mendatang--rencananya, dan itu terhitung kurang lebih satu bulan lebih sepuluh hari dari sekarang.Dan saat ini Hanna tengah mendapat kesuli
Baca selengkapnya

Langkah pertama

"Si-siapa kau?!"Pria dengan piyama biru itu beringsut hingga ke kepala ranjang. Matanya menatap takut pada sosok tinggi dengan masker hitam dan hoodie menutupi kepala di hadapannya. Dia pasti sudah melawan jika saja sosok itu tak menodongkan pistol ke arah wajahnya."Jika aku katakan aku adalah malaikat mautmu, apa kau akan percaya?"Tubuh pria di atas ranjang mulai gemetar. "Ma-maksudmu ...?"Bukan jawaban dengan kata.JLEBB!"Arrrrgghh!"Meskipun pistol yang ditodongkan, tapi yang digunakan justru sebuah pisau. Dan benda itu baru saja menancap di kaki si pria berpiyama biru."Kau harus mengakui kejahatanmu."*****Art sudah membekuk setidaknya tiga orang yang terlibat dengan pembunuhan kekasihnya. Ketiganya disekap di sebuah gudang yang tak jelas di mana letak keberadaannya. Mereka mengakui telah membantu pelenyapan Hanna Milton, bahkan dua dari ketiga orang itu adalah orang yang membuang jasad Hanna ke arus sungai."Siapa yang menyuruh kalian melakukan ini?" Art bertanya, dan itu
Baca selengkapnya

Phantom

Sofa berbentuk L di dalam apartemen Hanna, diduduki mereka--Art, Demian Goon, dan dua lain yang sepertinya hanya datang untuk menemani kepala kesatuan mereka.Obrolan baru hanya sampai tahap sapa menyapa.Art nampak masih mengamati gelagat orang-orang di hadapannya. Tetap dalam mode waspada."Jadi apa tujuan kalian menemuiku sampai ke sini?" tanya Art.Lumayan juga pergerakan orang-orang itu sampai mengorek hingga ke ranah pribadi Art yang mendiami apartemen kekasihnya. Entah jalur apa yang mereka gunakan untuk mencari.Selama ini Art memang bersembunyi dari Jared Filmore dan orang-orangnya terhubung aksi ikut campur dalam urusan pemberontakan, walaupun dia jadi pembela untuk pihak presiden.Kepribadian yang tak suka digemborkan, itu alasannya.Tak disangka dia berhasil ditemukan semudah ini. Ternyata kemampuan bersembunyinya masih terbilang lemah--sebagai Art si pelukis, bukan sebagai Goblin yang gaib di mata masyarakat luas, itu dalam konteks berbeda.Mendapat sambutan tak begitu lu
Baca selengkapnya

Krystal Filmore

Bandara internasional Kota Arvis.Sehelai kertas bertuliskan nama Krystal diangkat tinggi oleh Art. Satu per satu wajah yang muncul tak lepas dari pandangan. Tapi lagi-lagi mereka bukan yang dia tunggu.Mungkinkah Jared Filmore mulai pikun tentang tanggal dan memberinya waktu yang salah menjemput Krystal?Pikiran Art mulai kacau disengat kesal.Dia terus mengumpat kasar dengan suara rendah. Ingin menyerah dan akan berbalik pergi, orang yang ditunggu tak jua muncul."Bau lumut rumah Daichi lebih enak dari pada tempat sialan ini."Kekesalannya muncul dari beberapa hari lalu. Tidak ada yang dia kerjakan lagi setelah lukisan nona muda selesai disempurnakan. Hanya merebah dan menunggu kepulangan Krystal. Markas besar Phantom baginya juga bukan tempat yang menyenangkan. Melihat mereka berlatih bela diri dan menembak, atau menghabiskan waktu di ruang olahraga dengan para pegawai wanita yang genit-genit. Itu membosankan bagi seorang Art yang selalu bekerja di luar nalar."Ah, baiklah."Perset
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12
DMCA.com Protection Status