Home / Romansa / Salah Pilih Jodoh / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Salah Pilih Jodoh: Chapter 31 - Chapter 40

53 Chapters

Ryana Marah Besar!

Sepulang kantor, aku langsung ke rumah, mandi, makan malam, dan tetap tak ada obrolan apapun dengan Ryana. Aku mulai stres. Kuraih handphone, kujelajahi dunia maya, kubaca satu-persatu status teman-temanku di Facebook, kusimak kultwit Mas Farid di Twitter yang sedang membahas tentang perilaku orang-orang liberal yang makin mengancam aqidah umat.Dan tiba-tiba Ryana menghampiriku. Ditatapnya aku dengan ekspresi yang sangat ketus."Jadi seperti ini ya rasanya, punya suami yang super cuek! Sedang ada masalah besar, dia malah santai-santai main HP!Kutatap ia dengan heran, tanda tanya di hatiku makin besar."Emang ada masalah besar apa, Ryana? Sejak kemarin kamu diam saja. Bagaimana mungkin aku tahu apa masalah yang terjadi?"Jadi kalau aku diam saja, kamu tak akan pernah bertanya atau cari tahu? Begitu? Memang susah ya, punya suami yang super cuek!""Sudahlah! Lebih baik kamu jelaskan saja apa masalah besar tersebut."Ryana menarik nafas, terlihat seperti jengkel dan berusaha menahan emo
Read more

Film Dilema Cinta

Suatu hari di perempatan lampu merah, aku mengamen di samping sebuah mobil. Kulihat yang duduk di depan stir adalah seorang pria yang wajahnya sepertinya tidak asing bagiku. Tapi siapa, ya? Aku belum ada gambaran apapun. Tiba-tiba jendela mobil itu terbuka. Sepertinya si pengendara hendak memberikan uang padaku. Saat dia menyodorkan uang itulah, saat tatapa mata kami beradu, seketika saya mengenali pria yang satu ini! "Bang Riki, ya?" Dia menatapku dengan heran. "Betul. Lu siapa?" "Gue Syarif, Bang. Masih ingat? Kita dulu kan tetangga." Seketika pria itu tersenyum cerah, menatapku dengan gembira. "Syarif? Ya ampun! Pangling gue. Penampilan lu berubah banget. Apa kabar?" Aku hendak menjawab, tapi lampu hijau keburu menyala. Tentu Riki harus kembali melajukan mobilnya. "Gue tunggu di depan situ, ya," ujarnya sambil menunjuk tepi jalan di seberang lampu merah. Ada yang mau gue omongin. Aku menurut, berlari menghampirinya yang sudah menepikan mobil. Riki turun dari kendaraannya,
Read more

Selamat Tinggal!

Aku menangis. Aku diusir dari rumah yang telah kutempati sejak diriku masih bayi. Seluruh anggota keluarga menatapku dengan perasaan jijik, seolah aku adalah kotoran kambing yang sangat bau. Ingin kujelaskan bahwa itu bukan film p0rn0. Tapi mereka tak percaya. Mereka hanya melihat hasil akhir, "tertipu" oleh trik kamera, menyaksikan gambar demi gambar yang memperlihatkan pria dan wanita tanpa pakaian dan sedang bercumbu. Aku tak dapat menyalahkan persepsi mereka. Aku hanya bisa mengutuki diri sendiri atas kebodohanku. Kukemasi pakaian, segera kutinggalkan rumah itu, kuucapkan selamat tinggal pada orang-orang yang sebenarnya sangat kusayangi. Aku pergi, melangkahkan kaki, entah harus pergi ke mana. Kudatangi kantor Riki. Kucari dirinya. Begitu ketemu, langsung kukepalkan tangan, kutinju wajahnya, kupukuli tubuhnya. "Kurang ajar! Kenapa lu ingkar janji? Kenapa film itu lu jual?!" "Hei, siapa yang ingkar janji? Mana buktinya?" "Ucapan lu dulu itu! Gue masih ingat!" "Lu gak boleh s
Read more

Rombongan Misterius

Tiba-tiba kurasakan sebuah tangan kokoh menarik tubuhku dengan sangat keras. Aku terjatuh, menindih tubuh seorang lelaki setengah baya yang berbaju koko, berkopiah, berjenggot pendek, dan wajahnya gusar menatapku penuh emosi. "Istighfarlah, Anak Muda! Jangan kamu lakukan perbuatan bodoh itu!" dia berteriak dan mengguncang-guncangkan tubuhku. Air mataku mengalir demikian deras. Aku baru saja kalah bertarung dengan kehidupan yang demikian pedih. Aku adalah layang-layang putus yang terbang tinggi, berkejar-kejaran dengan angin, melayang-layang tanpa tujuan yang pasti. "Kenapa Bapak menolong saya? Saya ingin mati!" "Kamu boleh mati kapan saja. Tapi pastikan dulu bekal kamu sudah cukup. Kamu paham maksudnya?" Aku menggeleng. "Sini ikut saya!" Lalu tanganku digamitnya, dituntunnya berjalan ke sebuah rumah yang cukup besar, berhalaman luas, ada dua mobil terparkir di garasi. Yang satu Alpard, satunya lagi Pajero Sport Dakkar. Sebuah kolam ikan menghiasi pojok kiri taman yang asri oleh
Read more

Dibangunkan Tengah Malam

Maka sisa perjalanan itu pun terasa demikian lama, membuatku merasa tak berdaya, terpaksa pasrah menerima takdir yang tar terduga dan penuh misteri di depan sana. Namun ternyata, waktu yang kami butuhkan untuk melewati jalan tanpa aspal dan berbatu-batu itu hanya sekitar sepuluh menit. Di ujung perjalanan, kedua mobil belok kiri dan menuruni jalan setapak yang sempit, berada di tengah hutan yang sangat sepi. Setelah itu, aku pun takjub saat menyaksikan pemandangan tak terduga di depan mata! Di ujung jalan setapak yang menurun itu, di tengah lembah yang dilindungi oleh bukit kapur di depan dan persawahan di bagian belakang, berdiri sebuah masjid sederhana berwarna hijau, dan sejumlah bangunan di sekitarnya yang belakangan kuketahui bahwa itu komplek pesantren. Di halaman komplek pesantren itu, terparkir banyak sekali mobil. Ada mobil-mobil mewah seperti Pajero, Fortuner, dan Rubicon, juga ada mobil Terios, Mobilio. Avanza, dan masih banyak lagi. Perkiraanku jumlahnya sekitar seratus
Read more

Jalan Hidayah

“Ada apa, Pak?” aku bertanya penuh keheranan kepada panitia yang membangunkanku tadi. Dia tidak menjawabku, namun berteriak kepada semua orang yang ada di ruangan itu, "Ayo, bangun semuanya! Kalian ingin mendapat pertolongan Allah, kan? Kalian ingin terbebas dari masalah hidup, kan? Makanya, yuk bangun semua. Kita shalat malam, muhasabah, bertaubat, dan merengek-rengek kepada Allah, agar DIA menolong kita, agar DIA menyelesaikan masalah-masalah kita!" Duhai, suara terdengar tegas, namun ramah dan mengharukan, sehingga terdengar enak di telinga. Membuatku terharu. Tapi jika tengah malam begini harus shalat di masjid? Duhai! Aku belum pernah punya pengalaman seperti ini. Jangankan shalat tengah malam. Shalat fardlu pun masih sering bolong-bolong. Rasanya amat berat melawan rasa kantuk, tapi panitia menyuruh kami untuk segera mengambil wudhu dan berkumpul di masjid. Ruangan aula harus dikosongkan. Aku masih berusaha keras melawan rasa kantuk yang amat berat. Dengan ogah-ogahan, aku p
Read more

Merindukan Rangga

POV: RYANAMungkin aku terlalu bodoh, tapi kenangan yang teramat pahit di masa lalu itu terus membayang-bayangi hati dan pikiranku. Masih kuingat dengan jelas, betapa marahnya Mama saat melihat rekaman foto m3sum Papa di handphonenya yang tertinggal di rumah. Perang dunia ketiga pun tak terhindarkan. Aku dan kedua adikku menjadi korban keributan yang tak terkendali.Sejak saat itu, aku jadi sangat benci terhadap segala jenis rekaman yang berisi adegan m3sum. Walau bukan film atau gambar p0rn0, walau hanya adegan bermesraan biasa, aku tetap benci dam merasa sangat muak.Sejujurnya, sejak tragedi di rumahku tersebut, rasa benci yang luar biasa terhadap hal-hal yang berbau m3sum atau p0rn0grafi merajai pikiranku, membuatku sama sekali tak bisa bertoleransi terhadap segala sesuatu yang seperti itu.Aku bahkan sempat berkata di dalam hati, 'Jangan sampai nanti aku menikah dengan pemain film p0rn0!'Sungguh sangat tak terduga, kini aku bersuamikan seorang mantan bintang film p0rn0!'Ya Alla
Read more

Suara Hati Rangga

POV: RANGGA Mungkin Ryana tak tahu kalau dirinya jadi primadona di sekretariat GIL pusat. Soalnya dia memang cantik banget, bikin perhatian semua cowok langsung tertuju sama dia. Wajahnya bulat telur, alis matanya sangat lentik, suaranya merdu namun tegas, tubuhnya semampai, ia hampir selalu mengenakan pakaian warna pink atau ungu, atau kombinasi keduanya. Itu membuatnya terlihat makin cantik. Sewaktu aku ngumpul bareng teman-teman sesama pria di markas GIL, salah satu pembicaraan favorit adalah gadis cantik yang tegas, cerdas, dan suka bicara pakai bahasa Inggris itu. "Ryana tuh jatah gue," ujar Edwin, cowok kurus yang hobi bermain musik dan belum berhasil berhenti merokok, padahal dia pengen banget segera bebas dari batang dan asap jahannam itu. Edwin juga agak urakan. Dia masih sering bicara kasar, berburuk sangka pada seseorang. Namun di sisi lain dia juga sangat semangat berjuang di jalan dakwah. Sebuah kontradiksi yang membuatku heran. "Enak aja. Akhwat secantik dia cocoknya
Read more

Mencari yang Terbaik

Pak Ustadz pada pengajian tersebut bercerita tentang tujuan hidup kita di muka bumi ini. "..... Untuk kembali pulang ke kampung akhirat. Karena kampung asli kita memang di surga. Dulu Nabi Adam dan Siti Hawa berasal dari sana, kan? Karena itu, mari siapkan bekal dengan cara banyak beribadah, bersedekah, memberi manfaat bagi banyak orang." Hatiku tersentuh mendengar ceramah itu, yang disampaikan dengan cara yang sangat enak didengar. Aku meneteskan air mata. Ternyata inilah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang selama ini bikin aku gelisah. Kenapa aku harus repot-repot mencari sampai ke Sydney dan Paris? Sejak saat itu, aku mulai rajin shalat, belajar sedekah, mendekatkan diri pada Allah. Dan itulah awal keterlibatanku di Gerakan Islam Lurus. Aku bahagia banget karena bisa ikut berdakwah di sana, terlebih karena teman-teman memberiku kepercayaan untuk mendokumentasikan kegiatan-kegiatan GIL dalam bentuk foto dan video. Aku juga bahagia banget, karena di gerakan dakwah yang luar
Read more

Sebuah Dilema

Dan malam itu, aku pamit dari rumah, menelepon Doni sahabatku, mengajaknya pergi ke masjid At-Tien. "Ngapain Ga, malam-malam gini ke masjid?" "Iseng aja." "Lu pasti lagi stres, ya? Ada masalah?" "Iya, nih." "Masalah apa?" "Ada, deh. Lu mau nemenin gue, gak?" "Pasti, dong. Entar kalo lu sendirian ke situ lalu bunuh diri, kan gue juga yang repot." "Ngaco lo! Siapa juga yang mau bunuh diri?" "Kekeke... siapa tahu?" "Udah ah, cepetan lu ke sini. Gue tunggu, ya." "Oke, Bro!" Aku bahagia karena punya sahabat setia seperti Doni. Dia adalah seorang penghibur yang bikin aku selalu gembira. Canda dan humor segarnya selalu meramaikan suasana. Kami pun berangkat ke At-Tien malam itu. Cuma bawa pakaian seadanya, sajadah, dan perlengkapan mandi. Sesampai di masjid yang letaknya di kompleks Taman Mini Indonesia Indah itu, aku dan Doni ngobrol tentang banyak hal, bercanda dan tertawa-tawa. Tapi aku merasa berat untuk cerita sama dia soal Ryana. "Jadi apa yang bikin lu stres?" Doni menat
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status