Home / Pernikahan / Nazar Poligami / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Nazar Poligami : Chapter 11 - Chapter 20

31 Chapters

Kehilangan Supplier

Semua aset yang mereka miliki adalah milik Bu Fatimah. Ia mendapatkannya dari warisan orang tuanya yang telah meninggal. Dirinya merupakan anak bungsu dari lima bersaudara yang semuanya sukses.Bu Fatimah menelepon kakak pertama yang dituakan keluarga. Ia tak ingin bertindak gegabah dan membuatnya celaka sendiri."Bang, insyaallah besok aku ke rumah ya, ada yang mesti aku bicarakan," ucap Bu Fatimah setelah telepon terhubung.'iya, kebetulan besok Abang libur, Dek. Mainlah ke sini, sudah lama tak berjumpa,' jawab Bang Furqon dari seberang telepon.Bang Furqon tidak banyak bertanya apa yang terjadi dengan adiknya. Hanya saja firasatnya mengatakan memang ada yang tidak beres. Mereka berbincang-bincang selayaknya kakak adik. Baru setelah itu, panggilan telepon diakhiri. "Alhamdulillah, agak sedikit lega setelah ngobrol dengan Bang Furqon. Padahal aku belum menceritakan masalahnya," gumam Bu Fatimah lirih. Beruntung, dirinya memiliki kakak yang bijak dan dapat diandalkan. Meskipun kedu
Read more

Konsultasi

Tak lama kemudian, mobil terparkir di halaman rumah mewah bertingkat dua. Rumah itu miliknya dan istri mudanya. Rumah itu dibeli beberapa waktu lalu. Tentu saja menggunakan uangnya sepenuhnya. Tapi, dibalik nama langsung dengan nama Bu Melvi. Pak Burhan masuk ke dalam rumah dengan menahan nyeri di pipi dan matanya. Kedua bagian wajah itu lebam parah sampai membiru. Nyerinya jangan ditanya, rasanya sampai ke semua syaraf tubuh. "Mas, Mas kenapa?!" tanya Bu Melvi panik, saat melihat suaminya. Ia langsung menghampiri dan melihat wajah sang suami lebih jelas. "Dipukulin, sama anak buah si Rahmat sialan!" gerutu Pak Burhan yang masih kesal dengan kejadian tadi. "Makanya jangan cari masalah. Pegawai Pak Rahmat kan banyak. Pasti kamu yang mulai duluan cari masalah! Udahlah wajah pas-pasan malah kena puku," omel Bu Melvi kesal. Meskipun begitu, ia bahkan tidak beranjak sama sekali untuk mengambilkan obat atau apa. Membuat hati Pak Burhan semakin panas dan terbakar. "Kamu bukannya obati
Read more

Tinggal di Rumah Mama Tiri

Fitri membereskan bajunya. Sebenarnya ia malas untuk melakukannya. Tapi, ini semua demi misinya untuk menyelamatkan sang ibu. "Fit, Ibu masuk ya," ucap Bu Fatimah saat memasuki kamar putri bungsunya. "Silahkan aja, Bu. Kayak sama siapa aja," jawab Fitri yang masih sibuk memilah barang yang sekiranya diperlukan. Bu Fatimah menatap anaknya dengan lekat. Sebenarnya ia khawatir melepaskan Fitri ke kandang singa. "Fit, yakin berani? Ibu khawatir tar kamu berantem lagi sama ayah terus kenapa-napa," ungkap Bu Fatimah mengutarakan kekhawatirannya. "Berani, Bu. Aku bakal jadi anak baik di sana, tenang aja." Fitri menyunggingkan senyum terbaiknya. Tak ingin membuat ibunya cemas. "Hati-hati ya, jangan lupa salat dan minta perlindungan sama Allah," ujar Bu Fatimah yang masih setengah hati untuk melepasnya. Setelah semua siap, Fitri pun pamit. Ia harus segera menjalankan misi penting. Ia akan pergi dengan menggunakan ojek seperti biasa. Fitri turun dari motor Mang Karmin. Toko ayahnya seda
Read more

Sakit Tak Biasa

"Astaghfirullah, ini kenapa sakit kepalanya tak seperti biasa ya, pusing sekali," ucap Bu Fatimah sambil meringis pelan. Satu tangannya memegang kepala yang terasa begitu berat. 'Kenapa dengan Ibu? Apa jangan-jangan ... ulah orang usil,' gumam Qintan dalam hati. Entah kenapa tiba-tiba ia berpikiran seperti itu. Qintan terus memijit pelipis Bu Fatimah. Lirih suara dzikir terdengar dari mulut ibu mertuanya itu. Kemudian, ia tak sadarkan diri."Astaghfirullah, Mas!" teriak Qintan dengan begitu panik. Ia memanggil Farid yang sedang istirahat di kamar. Suaminya kelelahan karena tadi siang datang barang ke toko yang dijaganya."Ada apa, Dek?!" tanya Farid panik dan segera berlari ke sofa ruang tengah."I ... Ibu, Mas. Pingsan!""Tak biasanya Ibu sampai pingsan jika sakit," gumam Farid heran. Ia kemudian mengangkat tubuh ibunya untuk dibaringkan di kamar. Qintan berusaha membantu di bagian kaki. Qintan menghirupkan minyak kayu putih ke hidung ibu mertuanya agar segera sadar. "Mas, g
Read more

Mata-mata

Mendengar keributan semakin keras, Pak Burhan bangun dan langsung menuju ke dapur. Ia mendapati istrinya yang terduduk di lantai sedang memaki Fitri."Ada apa, sih?! Pagi-pagi sudah berisik aja!" bentak Pak Burhan sembari melirik ke anak dan istrinya bergantian."Itu Yah, Bunda jatuh kepleset lantai yang baru dipel. Tapi, malah nyalahin aku. Padahal niatku baik, supaya lantainya bersih," jawab Fitri santai. Bu Melvi cemberut mendengar penjelasan Fitri. Tapi, malas menimpali karena ia sedang ada urusan."Mas, bantuin dong! Terserah dia mau ngomong apa." Bu Melvi mengulurkan tangannya."Berdiri aja sendiri," jawab Pak Burhan yang masih kesal pada istrinya tadi malam.Ia langsung melenggang santai ke kamar mandi. Meskipun terdengar istrinya menggerutu karena ulahnya. "Bapak sama anak sama aja. Sama-sama nyebelin," gerutu Bu Melvi sembari bangun sendiri. Fitri menahan tawa, melihat Bu Melvi dicuekin ayahnya. "Sukurin!" ucapnya pelan.Bu Melvi tidak mendengarnya. Ia masuk ke kamar untu
Read more

Perasaan Aneh

Fitri baru saja selesai kelas di kampus. Lelah terasa saat otak dipaksa berpikir, sedang hati melayang ke masalah di rumah yang tak kunjung selesai."Fit, bengong aja daritadi, ada apa?" tanya Meri, teman sekaligus sahabat sekelasnya."Enggak apa-apa, lagi banyak masalah aja," jawab Fitri lesu."Cerita ajalah, ke kosanku yuk!" ajak Meri dengan ramah. Kosannya memang dekat dengan kampus. Ada di belakang kampus dan bisa lewat jalan gang. "Ayo, tapi sebentar aja, ya." Fitri menyambut baik ajakan itu. Ia merasa butuh juga bercerita pada sahabatnya. Berat rasanya memikul semua sendiri. Mereka berjalan ke gerbang belakang kampus. Kemudian menyusuri gang kecil. Di sepanjang gang kos-kosan para mahasiswa berjamur subur di sini.Meri membuka kamar kosnya. Hanya berukuran 3×3 meter. Di dalamnya cuma terdapat lemari, kasur lantai, juga meja belajar. Selebihnya hanya dekorasi dinding, agar penghuninya betah disini."Jadi, kenapa aku lihat kamu tuh bengong ... aja dari kemaren. Ada masalah l
Read more

Masuk Rumah Sakit

Hari sudah semakin sore, Bang Karmin bermaksud untuk pulang dari pangkalan. Teman-temannya telah pulang sejak tadi. "Duh, Neng Fitri kemana sih? Apa besok aja ya bilangnya." Bang Karmin kemudian menyalakan mesin motor. Tiba-tiba ada sebuah suara memanggilnya. Suara yang sudah familiar sejak dulu. "Maaf ya, Bang. Aku ada matkul tambahan tadi," ujar Fitri yang sadar sudah menghambat tulang ojek itu untuk pulang. "Gak apa-apa, Neng. Lagian belum malam juga," ucap Bang Karmin saat menoleh ke asal suara yang memanggilnya."Oh ya, Bang. Gimana tadi hasil penyelidikannya?" tanya Fitri penasaran.Bang Karmin mematikan kembali motornya. Ia duduk di motor dengan menghadap Fitri yang duduk di kursi panjang pangkalan."Jadi, tadi saya kan ngikutin Bu Melvi tuh dari salon, dia pergi restoran. Cuma pas saya mau ikut masuk dicegat sama satpamnya soalnya restorannya mewah, Neng. Tahu sendiri dandanan saya kayak gini. Tuh satpam tahu saya gak bakal sanggup beli makanan di sana," cerita Bang Karmin
Read more

Debat

18Setibanya di rumah sakit, Qintan dan Farid langsung menuju ke ruangan rawat. Masih ada Fitri yang setia menemani ibunya di sana."Kamu bawa apa, Qin? Padahal gak usah segala dibawa. Besok juga Ibu pulang," tanya Bu Fatimah dengan suara parau. "Ini cuma baju ganti sama makanan, Bu. Kasihan Fitri sama Mas Farid belum makan," jawab Qintan sembari menyiapkan makanan di meja. Setelah makanan disiapkan, mereka pun makan bersama. Bu Fatimah hanya menatap sembari tersenyum samar. Ada kebahagiaan tersendiri di hatinya melihat anak dan menantunya akur. "Kak, ada yang mau aku bicarakan," ajak Fitri sembari berdiri. Farid mengangguk dan berdiri. "Ibu istirahat ya, aku mau keluar dulu sebentar," pinta Fitri sebelum keluar ruangan. Bu Fatimah mengangguk pelan. Wajahnya masih pucat pasi. Ia masih sangat lemas, meskipun ingin tahu. Fitri, Farid, dan Qintan keluar ruangan untuk memberi waktu istirahat. Mereka berdiri di pinggir koridor lantai dua. Terhampar pemandangan halaman rumah sakit di
Read more

Pak Burhan Menjenguk

Pak Burhan segera menghubungi anaknya untuk tahu kabar istri pertamanya itu. Fitri tidak menjawab, namun Farid langsung menjawab. Ia pun langsung menuju ke rumah sakit. Motornya membelah jalanan untuk sampai ke sana. Bagaimanapun juga, ada rasa khawatir di hatinya untuk Bu Fatimah. "Mana Ibu kalian?" tanya Pak Farid sembari nyelonong masuk ke dalam ruangan rawat. Fitri menatap sinis ayahnya yang datang. Padahal ia sengaja tadi tidak ingin memberitahu keberadaan ibunya. "Mau apa ayah ke sini? Cuma mau bikin Ibu tambah sakit?" tanya Fitri sengit. "Ayah mau nengok Ibu. Mana ada niatan jelek seperti itu," jawab Pak Burhan tanpa rasa bersalah. Ia mendekat ke arah bed hospital yang ditempati istrinya. Bu Fatimah terbaring lemah di sana. Namun, ia menatap suaminya dengan lembut. Senyumnya pun mengembang walau tipis. "Makasih ya, Mas," ucap Bu Fatimah lirih. "Sama-sama, Dek. Kamu sakit apa? Kok, sampai dirawat sih?" Pak Burhan bertanya sembari duduk di kursi yang ada di dekat sana."C
Read more

Tv Disita

Pak Burhan terpaksa menghadapi penagih hutang itu sendiri. Walaupun ia tahu akan dimarahi habis-habisan. "Bang, mau ngopi dulu?" tanya Pak Burhan sok ramah. "Gak usah basa-basi. Mana cicilan hutangmu?" Bang Beri menadahkan tangannya. "Em ... gini, Bang. Toko lagi sepi, aku juga lagi ada masalah sama supplier jadi belum ada uangnya. Kasih waktu lagi ya, Bang." Pak Burhan berusaha memberikan alasan yang masuk akal. "Gak ada! Aku gak mau makan alasan, butuhnya duit, ngerti?!" Bang Beri naik pitam. Tak habis pikir dengan Pak Burhan yang bahkan enggan mencicil hutang padanya. "Ya ... mau gimana lagi, Bang." Pak Burhan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bang Berri melihat ke arah kedua bodyguard-nya yang berbadan besar. "Masuk, ambil barang berharga di dalam!" titahnya. "Siap, Bang!" Dua lelaki berbadan kekar itu langsung masuk dan menyingkirkan Pak Burhan dengan mudah. Pak Burhan hanya bisa pasrah. Toh, melawan pun tidak akan mungkin. Wajahnya saja masih sakit karena dipukuli an
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status