Home / Rumah Tangga / Gara-gara Selembar 50 Ribu / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Gara-gara Selembar 50 Ribu: Chapter 61 - Chapter 70

130 Chapters

Bab 61

"Bos! Kita pulang dulu, ya." mereka menghabiskan kopinya sebelum berpanitan."Makasih kopinya, Bu." Nisa mengangguk."Ngapain sih buru - buru? Kan belum diusir." celetuk Iman. Ia sendiri langsung berjalan ke lampak kecil. "Si Bos ini!" Juned manyun. "Bercanda." Nisa tertawa. Juned menggaruk kepalanya lalu menundukkan kepalanya pada Nisa. Firman ikut menundukkan kepalanya. "Pamit, Bu." Nisa mengangguk. Iman berdiri di lampak kecil. Sepertinya tidak ada yang aneh. Tapi hatinya mulai tidak tenang. 'Suami si Mbak pasti pakai dukun buat majuin empang mereka. Kalau enggak, ngapain anak buahnya disuruh makan kembang? Lalu..' Iman mulai merasa gelisah. 'Bagaimana kalau mereka..' Iman mendesah. Ia memperhatikan setiap sudut, setiap sisi di lampak kecil itu. "Ngapain, Pah?!" teriak Nisa. "Nggak papa." Iman kembali ke tempat mereka tadi duduk. "Buat buka masak apa, Mah?""Ih, nggak puasa juga ngapain nanya - nanya.""Emang kalau nggak puasa nggak boleh ikut buka?""Nggak boleh." Nisa
last updateLast Updated : 2024-05-03
Read more

Bab 62

Bulan ramadhan ini begitu penuh keberkahan buat Nisa karena ia tetap dapat menyisihkan uang warungnya untuk membeli baju lebaran dan sedikit tunjangan hari raya untuk semua anak buahnya. "Nggak usah di beliin baju, Mah. Mereka puasa juga kagak." cetus Iman."Biarin aja, Pah. Mamah 'kan udah niat ngasih mereka. Kan cuma setahun sekali."Iman merasa sayang. "Mendingan buat beli bensin Kita ke Bandung." katanya julid. Netra Nisa membesar. Iman selalu seperti itu. "Pah! Itu udah rezeki mereka. Jangan suka ditahan tahan." Iman hangs dapat mengangkat bahunya. Hari ini seminggu menjelang lebaran. Si Mbak ijin untuk pulang kampung."Kapan pulangnya?""Besok sore, Bu.""Besok pagi masih bisa kerja?""Bisa, Bu.""Oke." Nisa mengangguk.Paginya si Mbak datang lebih siang dari biasanya. Tapi seperti biasa, Nisa tidak ingin ambil pusing. "Ini." Nisa memberikan bungkusan berisi baju lebaran untuk si Mbak. Si Mbak langsung membukanya. Netranya berbinar. Nisa memang tahu kesukaannya baik dari wa
last updateLast Updated : 2024-05-04
Read more

Bab 63

"Kok aneh. Mereka yang bilang mereka kerja di sana. Masa' udah berhenti lagi, sih?""Tapi mereka beneran nggak ada, Mah. Kata si Mbak mereka cuma seminggu kerja di situ." Nisa semakin terkejut. Bukan karena kata - kata si Mbak yang menyatakan Juned dan Firman hanya seminggu bekerja di sana, tapi.."Si Mbak ada?""Ada. 'Kan Dia yang ngelayanin warungnya." Nisa terhenyak. Ternyata si Mbak belum pulang kampung. Atau tidak? Kenapa Dia harus berbohong? Nisa semakin tidak habis pikir dengan cerita Deni selanjutnya."Anaknya si Mbak yang udah nikah Mamah tau, 'kan?" Nisa mengangguk. "Fikri?" "Masa Dia pakai jaket seperti punya A Nino itu, Mah. Yang Mamah waktu itu tanyain." Nisa mulai dapat menduga tapi ia tidak ingin asal menuduh. "Mungkin Dia juga punya, Nang. Jaket begitu 'kan banyak." Deni menganggukkan kepalanya. "Iya, mungkin." tapi masih ada yang mengganjal di dadanya. "Si Masnya belagu banget, Mah. Si Mbaknya mah baik banget." cerita Deni lagi. Memang begitulah sifat manusia.
last updateLast Updated : 2024-05-05
Read more

Bab 64

"Kalian kok jadi ngomelin Aku, sih?" Iman balik melotot. Piringnya yang sudah kosong ia letakkan di meja. Ia langsung menyalakan rokok, menyalakan lalu menghisapnya dengan nikmat. "Bos sama istri jangan begitu, dong." Cepot seperti tidak peduli akan pelototan Iman. Catur, Anda dan Yasa mengangguk. Mereka memang merasakan sikap Iman yang sedikit keterlaluan pada Nisa. "Cuma ke Bandung, Bos! Bukan ke Bali!"Cuma pulang ke Bandung saja seperti sesuatu yang sangat berat dikerjakan. Padahal tidak harus menyeberangi pulau juga. Catur ingin menambah ketupat dan ayamnya tapi ia takut dinyinyiri Iman lagi. Ia mendekati meja dan duduk di sampingnya. 'Biar gampang.' hatinya tertawa. "Masa' Bos keberatan beli bensinnya, sih?""Udah jangan kebanyakan ngomong!" Iman cemberut. Ia tidak ingin melayani ucapan anak - anak buahnya itu. 'Anak - anak kemarin sore emang tau apa?' gerutu hatinya. Ia berjalan keluar dan duduk di dekat papan. 'Ini kesempatan.' Catur segera menambah ketupat dan opornya.
last updateLast Updated : 2024-05-06
Read more

Bab 65

Nisa sungguh kesal. Iman selalu ingin bersikap seenaknya dalam segala hal. Masa' mereka harus berdebat dulu hanya gara - gara asbak?"Kenapa sih, kalau buang abu itu di dalam asbak? Capek, ya?"Bukan capenya, ribetnya. Kalau langsung begini 'kan enak." Iman yang duduk di samping jendela mengetukkan abunya keluar. "Begini juga enak." Nisa menyorongkan asbak itu di depan Iman. Iman hanya menjebikkan bibirnya. Itu karena Ia yang tidak perduli akan pentingnya kebersihan bagi mama Wida. Tidak ambil pusing akan pentingnya asbak untuk perokok seperti dirinya. "Aawh!" Iman menjerit tertahan. Ia mengusap lengannya yang menjadi sasaran kekesalan Nisa. Gigi Nisa beradu karena menahan kesal. "Kok Mamah nyubit Papah, sih?" bibir Iman mengerucut. "Gemes! Mau lagi?" Iman cepat - cepat menggeleng. Ia tidak ingin membuat masalah di rumah mertuanya.'Awas Kamu nanti kalau sudah di rumah." ancamnya dalam hati. Begitulah Iman, ia menurut bukan karena mengerti, tapi takut mendapat teguran dari mer
last updateLast Updated : 2024-05-07
Read more

Bab 66

Seperti yang Nisa perkirakan, Yanah dan suaminya menanyakan oleh - oleh dari mereka. Yanah melihat saat Iman, Nino dan Doni menurunkan barang dari mobil. Selain koper - koper, banyak sekali bungkusan panganan khas oleh - oleh dari Bandung yang menerbitkan air liurnya. Ia juga melihat kotak bolen pisang dari merek terkenal. "Doni! Bagi Uwak oleh - olehnya, dong!" teriaknya saat Doni keluar untuk mengambil sapu atas permintaan Wiwi. Meski Deni ada di rumah, rumah yang ditinggalkan seperti rumah kosong. Begitu kotor dan berdebu. "Sebentar, Wak. Lagi di rapihin dulu sama Mamah.""Mau misah - misahin dulu, ya? Yang enak - enak buat Kalian!" nyinyir Ijay. Doni mengusap dahinya. Kebiasaannya kalau Dia berusaha menahan kesal."Donii!" teriakan Wiwi yang menganggap Doni begitu lama."Nggak gitu, Wak." Doni bergegas ke dalam rumah untuk memberikan sapu pada kakak iparnya itu. Padahal sang Mamah sedang membagi oleh - oleh itu sama rata. Agar semua saudara Papahnya kebagian. Iman mendenga
last updateLast Updated : 2024-05-08
Read more

Bab 67

Bibir Raihan lalu mengerucut. Doni pada awalnya memang tidak mengijinkannya meminjam sepedanya. Tapi lama kelamaan ia akan memberikan sepedanya untuk ia bawa bermain. Mereka akan bergantian bermain sepeda.Doni pulang mengikuti Mamahnya. Mukanya ditekuk. Bukan kali ini ia mendapat dampratan dari Uwaknya itu. Dan itu sangat mengganggu moodnya saat bermain. "Lagian ngapain sih, orang itu selalu duduk di sana? Mengganggu banget!" sungutnya kesal. Doni secara tidak sadar tumbuh sebagai pribadi yang suka mengumpat seperti Ijay. Ia juga mempunyai stok bahasa yang tidak dimiliki anak - anak seusianya. "Orang itu? Siapa?" tanya Nisa heran. "Itu! Kakak Mamah yang tercinta!" Nisa speechless. Sejak kapan ia mempunyai kakak? Begitulah, Doni dan Ijay tidak saling menyukai satu sama lain. Doni pulang setelah mengantarkan semua oleh - oleh seperti yang diperintahkan Mamahnya dan kembali ke kamarnya. Ia ingin rebahan. "Don, bantuin Mbak dulu, dong." pinta Wiwi. Doni keluar lagi dari kamarnya.
last updateLast Updated : 2024-05-09
Read more

Bab 68

'Malam ini aja? Bisa jadi kebiasaan!' gerutu hati Anda. Para pemancing itu tidak boleh diberi kesempatan. Mereka memang gila memancing. Hoby mengalahkan kebutuhan utama."Bu Nisa gimana, sih? Dia mau tidur mah tidur aja! Yang kerja 'kan ada!""Padahal kalau di sini sampai season 3, Kita nggak usah kemana - mana.""Iya! Payah banget!" Anda, Catur dan Yasa hanya diam tanpa dapat membela. Tapi mereka memang tidak sanggup bila harus ke season 3.'Maaf, Bu.' ucap hati mereka masing - masing. Dengan cara ini mereka tidak mendapat omelan dari Bos mereka, Iman. Dan Nisa rela mendapat kecaman dari para pemancing.Setelah ucapan salam terkirim si Mbak akhirnya benar - benar datang."Maaf, Bu. Saya mau pamit." katanya to the point. Meskipun kesal, Nisa merasa lega. "Di tempat Saya nggak ada yang jagain warungnya." Katanya lagi melihat Nisa hanya diam menatapnya. "Ya. Baik - baik di sana." ujar Nisa tanpa ingin menahannya. Si Mbak terperangah. Nisa bersikap tidak perduli atas pengunduran dir
last updateLast Updated : 2024-05-10
Read more

Bab 69

"Yasa berhenti kerja kayaknya. Udah beberapan hari Dia nggak masuk. Nggak ngasih kabar juga.""Catur dan Anda kerja berdua aja, Mereka sanggup, Pah?""Itulah." tentu saja mereka keteteran. Seringkali Iman harus turun tangan untuk me membantu mereka. "Nggak ada orang lagi ya, Bos?" komentar para pemancing. "Emang kenapa kalau Saya ikut bantuin?" sergah Iman kesal. Para pemancing ini selalu ada saja yang dikomentarin."Bos lelet!" kurang ajar banget memang. Iman menjebik. "Kan emang bukan passionnya!" "Terus passionnya apa?" netra - netra bertanya menatap Iman. "Passionnya jadi Bos, lah! Beginian mah nggak level!" Adududududuh..!"Cepot suruh jadi Cady aja, Mah." Iman meminta pada Nisa. "Biar Ina bisa masuk warung." kata Iman lagi. Sepertinya itu bagus, tapi apa Cepot mau?Dan tanggapan Cepot adalah:"Nggak mau, Bu. Saya nggak mau jadi Cady.""Kenapa? Penghasilan Cady lebih besar, lho.""Biarin. Saya senang di warung, bu.""Tapi Cady lagi butuh orang, Sep.""Ibu ngusir Saya dari w
last updateLast Updated : 2024-05-11
Read more

Bab 70

"Okelah kalau begitu." Nisa tersenyum. Ina memilih sendiri tugas yang tepat untuknya."Tapi Kamu beneran nggak capek, Na?""Nggak lah, Nis. Biasanya Aku jauh lebih capek dari ini.""Tapi hasilnya juga jauh lebih banyak." Nisa mengusap bahu Ina. "Bagaimana reaksi Tanto kalau Kamu kerja di sini? Malam, lagi.""Aku nggak perduli, Nisa. Aku bilang Aku cari uang cuma buat jajan anak - anakku. Sekarang kalau Dia masih malu nganggep Aku istrinya, masih ngerasa jadi Bapak, Dia harus usaha." pikiran Nisa traveling. Sebenarnya dirinya juga bernasib sama andai tidak ada pemancingan ini. "Aku bilang, Aku dan anak - anak nggak makan kalau Dia nggak mau nyari uang."Nisa menghela nafas."Kamu pasti masih punya simpanan, ya?" Ina mengangguk. Tapi Tanto tidak tahu ia punya simpanan itu karena Ina selalu mengatakan tidak punya uang untuk mereka makan sehari - hari."Nisa yang kasih." itu kalauTanto bertanya bila ada lauk di meja makan mereka. Kalau simpanan itu sudah habis, ia tidak tahu lagi baga
last updateLast Updated : 2024-05-12
Read more
PREV
1
...
56789
...
13
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status