Home / Romansa / OUCH IT'S YOU / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of OUCH IT'S YOU: Chapter 21 - Chapter 30

40 Chapters

[ 21 ]

Melihat Gugi di depan mata, aku nggak punya pilihan lain selain ngehadepin dia. Tapi, Mas Rumi mendahuluiku. Dia melarangku berdiri. Menyuruhku tetap duduk di kursi. Sedang Gugi menatapnya serius. “Masih berani lu nyari Nata? Kurang ungu pipi lu kemarin?” Ucap Mas Rumi mendekati Gugi. “Ru, gue nyari Nata. Bukan lu.” “Nggak gue izinin. Lu kalau mau bikin stres cewek, cari yang lain. Jangan temen gue!” Aku yang nggak tahan mendengar keributan mereka di tengah teman kerjaku yang lain, mencoba melerai. “Kamu duduk,” titahku menunjuk Mas Rumi, “kamu, pulang!” lalu menunjuk Gugi. “Iya, sama kamu. Ayo.” Ucapnya menarik pergelangan tanganku. Usahanya dihentikan Mas Rumi yang langsung melepaskan genggaman Gugi dengan menepaknya keras. Dan berhasil. “Udah gue bilang, gue nggak ngasih izin! Lu yang ikut gue sekarang!” Selanjutnya, mereka berdua meninggalkan ruangan. Entah kemana. Entah bahas apa..[ Rumi’s POV ] “Percaya omongan gue, lu nggak bakal mau lihat gue naik pitam G
last updateLast Updated : 2024-03-17
Read more

[ 22 ]

Mas Rumi balik ke ruangan dengan muka yang tegang dan menekuk. Sudah kubilang padahal, ngadepin Gugi tuh kita butuh exercise dulu sebelumnya. Butuh pemanasan dulu. Biar otot-otot nggak tegang. Tekanan darah aman. Nggak bisa langsung ngehadepin dia tanpa persiapan. Nggak bisa. Aku bahkan nggak berani nanya-nanya saat dia ngelewatin aku sama Mbak Nana yang sebenernya penasaran banget-buuuanget. Bukan karena takut atau segan. Tapi karena aku paham betul tenaga pria itu barusan terkuras habis-habisan. Jadi kubiarkan dia bernafas dulu. Menenangkan diri. Apapaun yang terjadi di luar, apapun yang dia bicarain dengan Gugi, kuharap semua terselesaikan dengan baik. Tanpa merusak pertemanan mereka berdua. Aku bener-bener nggak enak hati mengetahui karena kebodohanku, dua orang harus musuhan. Apa lagi dua saudara. Nggak banget. Dosaku dah banyak, ogah nambah. Hari ini, dihadapkan dengan Gugi - Ben – lalu Gugi lagi, kayaknya aku bener-bener sudah sampai di tahap pengen resign terus pindah rumah
last updateLast Updated : 2024-03-21
Read more

[ 23 ]

Sudah dua minggu aku ninggalkan Jakarta dengan semua dramanya. Dramaku. Kepalaku terasa lebih ringan, tekanan darahku juga normal. Tegang-tegang di tengkuk karena khawatir sama hal-hal yang bisa dilakuin Gugi atau Ben secara tiba-tiba juga nggak berasa. Ngertikan sekarang kenapa I love my job?Oke, lanjut.Kalau kalian penasaran apa dua manusia itu mencoba menghubungiku atau nggak, jawabannya tentu saja ‘ya’. Mereka nyoba. Berhasil? No. Kupastiin nggak ada satupun staff kantorku yang memberi info apapun ke siapapun, seperti biasa, tapi kali ini lebih ketat. Ben beberapa kali terlihat di kantorku, sedang Gugi sibuk mondar mandir di depan unit apartemenku. Bahkan Mbak Nova, tetangga di unit sebelah beberapa kali nelepon. Ngelapor katanya ada orang mabok ngegedor-gedor pintuku teriak -NATAAAAAAAA- katanya. Aku cuma bisa meresponnya dengan tawa ringan, memberitahunya bahwa itu salah satu temanku jadi dia ngga perlu khawatir. Yang khawatir adalah aku. Me. My self. Setelah laporan itu, ak
last updateLast Updated : 2024-03-31
Read more

[ 24 ]

Nyatanya, yang dikatakan Mas Rumi seperti angin segar di kupingku. Sejuk, sampai kesadaranku kembali. Aku diusahan oleh seseorang yang udah punya tunangan? Kenyataan manis yang kupikir nggak diinginkan wanita manapun.Seketika bayangan Gugi tersedu-sedu di depan pintuku menjadi bayangan yang menyeramkan. Fakta bahwa pemandangan itu membangkitkan kembali satu rasa di hatiku yang sudah mati-matian kukubur, membuatku takut. Takut aku terlalu lemah, lalu kalah, lalu membiarkan perasaan mengendalikan pilihanku, lalu merusak sesuatu yang sudah utuh, lalu apa? Bukannya kita semua sepakat, merusak kebahagiaan perempuan lain dengan sengaja adalah suatu ketidakperluan?Tapi seperti yang biasa kehidupan lakukan pada kita semua, apapun keputusan yang kita pilih akan sesuatu, kepala kita bakal ditimpukin semua logika-logika setan untuk menggoyahkan.Kali ini contohnya adalah, kenapa harus ngejauhin Gugi? Bukannya Gugi yang memilih untuk ngedeketin aku lebih dulu? Bukannya kalau Gugi bertingkah sepe
last updateLast Updated : 2024-04-15
Read more

[ 25 ]

[ BEN’S POV ]Dua minggu. Dua minggu aku bolak balik kantor Nata. Dua minggu aku ngebujuk orang-orang yang menurutku tahu Nata dimana. Dua minggu aku gagal. Sampai aku nggak sengaja dengar orang ngobrol soal tim yang berangkat ke Singapura, saat sedang makan siang di gedung kantor itu.Dua minggu ini, entah sudah berapa kali aku makan di gedung tempat Nata bekerja. Aku mulai kenal dengan ibu-ibu penjaga stall gado-gadonya. Bu Ningsih namanya. Asli Surabaya, suaminya bekerja sebagai satpam di gedung itu, dan anak mereka ada lima. Tiga tinggal dengan nenek mereka di Surabaya, sedang yang dua lagi di Jakarta. Ikut dengannya.“Kasian deh anak-anak yang lagi ngeproyek di Singapur. Deadline-nya bentar, tapi katanya cuaca lagi jelek banget.”“Iya gue baca tuh di grup semalem. Mana jauh banget. Kek di Indonesia nggak ada lokasi aja.”“Ya gimana. Kliennya yang minta.”“Harusnya kalau karena cuaca, tenggatnya bisa dimolorin tuh.”“Nggak mau katanya.”“Amit-amit dapat klien kaya gitu.”“Sama.”En
last updateLast Updated : 2024-05-19
Read more

[ 26 ]

Aku membenarkan posisi dudukku. Melemparkan pandangan kemanapun selain ke mata Ben.“Ben, kamu sadar nggak sih lagi ngomongin siapa? Sepupu kamu loh itu. Yang mana kamu tahu persis dia punya tunangan. Sejak jauh sebelum dia kenal aku. Kalaupun ada yang Gugi menangin, it’s her. Not me.” Aku meneguk hampir setengah gelas kopi yang lumayan pahit itu. Lebih pahit lagi karena sambil ngebahas Gugi, bersama Ben. “Aku tahu Gugi masih gangguin kamu, dan dia berhasil bikin kamu makin susah buat berhenti mikirin dia,” tebaknya benar. Benar banget.“Ben, aku jelasin ya. Apapun hubungan yang pernah terjalin antara aku sama dia, itu nggak lebih dari komunikasi yang super nyaman sampai kebawa perasaan. Kita nggak punya status apapun. Komunikasi pun dia yang putusin karena sadar kalau itu bisa ngerusak hubungan dia sama tunangannya. Sampai situ Ben ngerti?” Dia mengangguk. Menatapku fokus. “Nah sekarang, kalau pun masih ada komunikasi terjalin antara aku sama tunangan orang itu, aku pribadi nyebut
last updateLast Updated : 2024-12-09
Read more

[ 27 ]

Mendengar kalimat Ben barusan, walaupun sempat terkesiap, aku reflek menepak bahu kirinya yang dia balas dengan kekehan. Ngelunjak ni anak. Setelah makan malam, dia mengantarku kembali ke hotel. Aku nggak nanya dia bakal balik kapan atau mau tidur dimana. Belajar untuk nggak terlalu mau tahu banyak, semoga bisa ngurangin resiko dikecewain lagi pas udah nyaman-nyamannya. Mari berdoa. “Dari mana aja kamu?” Mas Rumi yang entah udah sejak kapan berada di kamarku, menodong dengan pertanyaan orang tuanya. “Ngopi. Makan.” “Sama siapa?” “Orang?” “Oh ayolah Nat!” “Ya lagian ngapain nanya sih kalau kamu udah tahu jawabannya apa?” “Kok dia bisa nyampe sini?” “Pesawat Mas.” Ucapku seadanya, yang kemudian kena jewer. Jadi aku nggak punya pilihan selain ceritain semuanya. Eh nggak deh. Secukupnya. Mereka mendengarku dengan ekspresif. Mas Ru dan Mbak Nana. Bingung juga kok rasanya masalah pribadiku sekarang udah jadi konsumsi tim gini. “Gue sih tim Ben ya di kasus ini.” Seru wanita yang n
last updateLast Updated : 2024-12-09
Read more

[ 28 ]

“Ngapain sih Ben?” Bisikku pada Ben yang lagi-lagi nyengir. Dia doyan nyengir kalau ngerasa menang.“Nggak ngapa-ngapain. Pengen duduk sama kamu aja,” jawabnya padat sambil menyandarkan punggungnya di kursi. Lalu menatapku.“Eh, berisik lu berdua!” Tegur Mas Ru dari samping tanpa mau repot ngebuka mata. Nggak tahu dia beneran tidur apa nggak dari tadi. “Hai Ru.” Sapa Ben mencondongkan tubuhnya untuk mengintip pria darah tinggi di kiriku. “Hai Ben. Bisa duduk tenang nggak lu tanpa gombalin temen gue?” tanya Mas Ru masih sambil merem.“Nggak bisa. Tapi gue coba ya,” tawaku hampir meledak mendengar jawaban Ben yang kurang ajar.“Oke. Thank you ya,” ucap Rumi pasrah. “You’re welcome, man.” Responnya sambil mengangguk paham, lalu menatapku. “Tuh denger Nat. Gombalnya nanti ya. Sabar,” sambungnya sambil mengelus ubun-ubunku. Emang cuma Ben kayaknya sejauh ini yang bisa buat aku kehabisan kata-kata, saat pria lain doyan banget mancing dan ladenin semua debat-debat juga nyolot-nyolotku.
last updateLast Updated : 2024-12-09
Read more

[ 29 ]

Aku melihat keluarga itu reunian. Saling peluk. Aku dan Ben mundur selangkah memberi ruang untuk mereka.“Hay Ben. Loh Mbak Nata? Kok kalian bareng? Kenal?” Tanya wanita yang sedang rangkulan dengan Tante Sarah tadi. Mamanya Gugi ternyata.“Hey Tar. Loh kamu kenal Nata?”“Kenal dong. Pernah ketemu. Yakan Mbak?”Aku cuma tersenyum sambil mengangkat tangan kananku. Menyapa gadis mungil di sisi Gugi itu.“Hey, man.” Ben menyapa sepupunya itu tanpa maju sedikitpun.“Ben,” sambut Gugi menatap Ben, lalu menatapku, sebelum menatap pinggangku yang tengah dirangkul erat oleh Ben.Aku merasa seketika udara di sekitar kami nggak ada oksigennya. Karbondioksida semua.“Yaudah kalau gitu kita berdua pamit duluan ya Tant, Om. Aku harus nganter Jenata dulu soalnya.”“Loh naik apa? Nggak mau bareng aja? Cukup kok mobil Gugi. Cukupkan nak?” Gugi nggak bersuara. Hanya mengangguk.“Ben ada nyimpen mobil kok Tant di parkiran. Aman.”“Oh gitu. Yaudah kamu hati-hati nyetirnya. Jangan sampai anak orang kenapa
last updateLast Updated : 2024-12-09
Read more

[ 30 ]

Kubaca chat Gugi yang berbaris-baris itu. Dengan tatapan nanar, mengingat gambaran di bandara tadi. Bagaimana dia dan gadis itu genggaman ketika datang, bagaimana hubungan mamanya dan tunangannya begitu dekat, dan pernikahan mereka yang sebentar lagi. Tanganku tremor dikit.Kututup pesan Gugi lalu mengabari orang tuaku. Setelahnya, kuhela nafasku sekali lagi. Yang panjang. Mengeluarkan semua kesal juga pening yang muncul. Aku mengambil obat sakit kepala yang selalu standby di atas kulkas. Kuminum satu, berharap itu menolong.Tapi hpku kembali bergetar. Panggilan masuk. Nama Gugi di sana.Aku sempat berdebat dengan kepalaku sendiri. Perihal harus apa tidak perlu telepon itu kuangkat. Tapi ini Gugi. Manusia yang ngototnya selalu berlebihan. Kuputuskan untuk mengangkat teleponnya. Kenapa harus takut lagian? Nggak ada yang perlu aku takutin dari ngobrol sama pria itu.“Ya?” Angkatku dengan suara yang lemas. Bukan dibuat-buat ya. Emang lagi lemes.“Bukain pintu Nat,” titahnya. Ternya dia s
last updateLast Updated : 2024-12-09
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status