Home / Romansa / Mendadak Dinikahi Sang CEO / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Mendadak Dinikahi Sang CEO : Chapter 31 - Chapter 40

42 Chapters

"Tony, kembali saja ke kamarmu, wanita ini biar aku yang mengurusnya."

"Ya sudah, bergayalah!" ucap pria itu lagi ketusnya, yang terpaksa diikuti Hanisa karena pikirnya, mau marah juga tidak mungkin karena ini sedang di tempat umum, di mana ada aturannya. Kemudian dengan wajah yang sangat pasrah, wanita itu pun bergaya dengan seadanya, yang saat ini tengah difoto oleh Ducan. Ckreek...ckrek Sampai tak lama kemudian hari pun mulai gelap, hingga wanita yang asyik berfoto tadi akhirnya selesai melakukan apa yang diinginkannya, dan memutuskan untuk pergi dari museum itu. Namun bukannya pergi kembali ke hotel, ternyata pria itu masih saja membawa wanitanya untuk pergi ke suatu tempat, yang ia pikir akan disukai si wanita nantinya. Yang mana kini mereka pun telah berada di Paris, Prancis, di depan Menara Eiffel. "Wow, cantiknya. Aku tidak menyangka kau benar-benar membawaku ke sini," ucap wanita itu terpesona dengan pemandangan Menara Eiffel yang ada di depan matanya. Begitu indah, sampai kedua mata wanita itu membulat besar karena terpesonanya, samp
last updateLast Updated : 2024-07-04
Read more

"Ternyata dia baik juga. "

"Aaakkk...," teriak wanita itu setelah melihat pria yang diajaknya foto semalam, kini berada di sofa kamar milik pria, tempat biasa ia bekerja selama berada di Prancis. "Kau ngapain di sini?" tegas wanita itu sambil memegangi handuknya agar tidak terjatuh. "Apa maksudmu, ini adalah kamarku," ucap pria itu santainya, sedangkan wanita itu hampir setengah mati karena jantungan. "APA!! Jangan berbohong, kau ingin moduskan?" Tidak percaya, Hanisa menuduh yang di depannya. "Aku tidak berbohong. Kalau kau tidak percaya, buktikan saja," ucap Ducan lagi. Kemudian Hanisa pun melihat sekelilingnya. Hampir tak percaya hingga akhirnya wanita itu melihat foto Ducan terpampang nyata di meja pria itu. "Ha, bagaimana bisa, semalam aku...," batin wanita itu mengingat-ingat kejadian semalam saat ia ketiduran. "Ya ampun," batin wanita itu lagi, tak percaya ia bisa seceroboh itu. "Maaf," ucap Hanisa lagi sedikit malu, yang ditatap pria itu dengan pasti. Hingga membuat wanita didepannya merasa tak
last updateLast Updated : 2024-07-04
Read more

Kado Untuk Ducan

"Ya sudah. Mbak, saya mau yang ini saja ya," ucap wanita itu kemudian memberikan kartu kreditnya kepada karyawan mall itu untuk membayar dasi yang dibelinya. Kemudian keduanya pun pergi meninggalkan mall itu menuju SUV hitam yang mereka gunakan ke mall tadi. * "Ting" Suara bel sebuah ruangan berbunyi sehingga yang punya ruangan membuka pintu itu. "Kau?" ucap Duncan setelah pria itu melihat seorang wanita tengah berada di depan pintu kamarnya. "Ada apa? Kenapa tiba-tiba datang ke kamarku?" ucap pria itu lagi dengan ketus kepada Hanisa yang berdiri tampak ragu mengunjungi pria itu. "Emmm," ragu wanita itu mengatakan niat dan tujuannya mendatangi si pria, hingga menggigit bibir bawahnya karena malu. "Emm, ada apa? Apa yang kau butuhkan? Apa kau butuh sesuatu?" tanya pria itu lagi dengan ketusnya menatap wanita itu yang masih tampak ragu. "Ini," ucap wanita itu menyodorkan kotak kecil berwarna biru dengan tutup kotak berwarna hitam, yang membuat wajah pria itu terheran-hera
last updateLast Updated : 2024-07-06
Read more

Penculikan Hanisa.

"Kau?" ucap wanita itu ketika ia melihat seorang pria berdiri di hadapannya tertunduk dengan topi berwarna hitam. "Siapa?" ucap wanita itu lagi ketika ia melihat sesosok pria yang ia pikir Ducan ternyata bukanlah Ducan. Kemudian pria itu pun menegakkan kepalanya sehingga si wanita bisa melihat dengan jelas wajah pria itu. "Sedang mencari siapa ya?" ucapnya lagi yang sedikit agak takut karena tampang pria yang di depannya agak sedikit mencurigakan. "Saya mencari kamu," ucap pria tak dikenal itu dengan nada sedikit berat dan menakutkan yang membuat si wanita agak sedikit takut, namun ia masih berusaha tenang. "Maaf, tapi sepertinya Anda salah orang," ucap wanita itu lagi, karena menurutnya selama ia di Prancis, ia tidak pernah sekalipun berhubungan dengan pria manapun selain dengan Ducan dan sekretaris pria itu. Kemudian karena takut dan merasa orang ini ingin berbuat jahat padanya, wanita itu pun dengan cepat langsung ingin menutup pintunya. Namun gagal karena pria itu dengan cepa
last updateLast Updated : 2024-07-10
Read more

"Bagus, siksa dia dan tanya, siapa sebenarnya orang yang berada di balik semua ini."

"Kau!" Bugh! Pria itu tersulut emosi, kemudian menampar wajah Hanisa hingga pipi wanita itu memerah. Bahkan, karena kerasnya pukulan itu, sapu tangan yang diikatkan ke mulutnya terlepas. "Jangan coba-coba memancing emosiku jika tidak ingin aku memukulmu lebih keras lagi." "Mengerti?" ucapnya lagi, memberikan peringatan. Namun Hanisa masih mengabaikannya, padahal kini sudut bibirnya terluka. Namun, diabaikannya karena rasa sakit yang dialaminya tidak sebanding dengan keinginannya untuk bebas dari sekapan pria itu. "Lepaskan aku! Lepaskan!" teriaknya. "Sebenarnya, kau mau apa dariku?" tanya Hanisa, menuntut penjelasan. "Aku? Mau apa?" ucapnya. "Aku mau kau. Aku mau hidup dan matimu," ucapnya lagi dengan nada yang begitu menyeramkan menurut Hanisa. "Maksudmu?" tanyanya bingung dengan wajah ketakutan sebab pria itu kini menatap dirinya, seakan ingin melakukan sesuatu pada wanita itu. Kemudian, pria itu mengeluarkan benda tajam dari dalam pakaiannya dan mendekat. "Mau apa kau? Ha?"
last updateLast Updated : 2024-07-15
Read more

"Malam ini, aku ingin kau tidur di kamarku."

"A... aku? Aku... aku tidak apa-apa," ucapnya terbata-bata, terlihat canggung melihat Ducan yang tadi jauh di sana kini sudah berada tepat di depannya. "Kau yakin?" ucap Ducan memperhatikan dengan pasti. "Umm," dehemnya, menganggukkan kepalanya untuk meyakinkan Ducan. "Ya sudah, kalau begitu. Ayo," ucap Ducan kemudian mengajak Hanisa menuju lift lantai kamar mereka. Hingga tak lama, kedua orang itu pun kini sampai di lantai kamar mereka. Sampai saat ini, Hanisa masih saja tak berkutik untuk mengeluarkan suaranya karena merasa canggung kepada pria yang dipeluknya, mengingat kejadian saat di gedung tadi. Ia kemudian hanya bisa keluar, menuju kamarnya tanpa sepatah kata pun. "Hanisa," seru Ducan lagi hingga membuat Hanisa tersentak dari pikirannya. "Iya," jawabnya sambil menoleh pada Ducan yang membuatnya harus mendongak karena perbedaan tinggi badan mereka, yang masih berada tepat di depan pintu lift itu. "Malam ini, aku ingin kau tidur di kamarku," serunya yang membuat Hanisa t
last updateLast Updated : 2024-08-04
Read more

"Bagus lah kalau begitu, sayang."

"Mau ke kamar mandi," jawabnya berbicara dengan mulut yang tidak terlalu lebar, yang diangguki Ducan, percaya.Ducan kemudian memperhatikan Hanisa berjalan sampai memasuki kamar mandi, tampak perhatikannya.Hingga sampai di depan pintu kamar mandi, Hanisa pun dengan cepat menutup pintunya.Dan..."Aaaa...," teriak Hanisa, menutup mulutnya agar tidak terlalu sakit dan terdengar oleh Ducan. Dia melompat-lompat kecil tak percaya, kalau tadi ia baru saja membayangkan hal yang tidak-tidak bersama Ducan, yang hampir saja ketahuan karena kecerobohannya."Bodoh! Bodoh kau, Hanisa. Kenapa kau bisa-bisanya membayangkan hal-hal yang seperti itu bersama dia? Kenapa?" gerutunya kesal."Apa tadi dia tahu kalau aku sedang memikirkannya?" serunya menatap diri dalam cermin. "Hufff... ini benar-benar membuatku gila. Apa yang harus kukatakan padanya? Dan... apa yang dia pikirkan tentangku saat ini?""Apa dia tahu? Tidak. Aku rasa dia tidak akan tahu apa yang aku pikirkan tadi," ucapnya meyakinkan diri,
last updateLast Updated : 2024-08-14
Read more

Kematian Sang Ibu

"Bagaimana dengan ini?" ucap Ducan, menyuruh anak buahnya untuk membawa seseorang ke hadapan mereka."Apa kau masih mementingkan bosmu itu?" Ducan menunjuk pada wanita yang agaknya berusia 25 tahun, yang tak lain adalah istri pria itu."Dasar bajingan kau, Ducan!" umpatnya meludah, dengan bibir yang masih berdarah. Namun, hal itu bukanlah masalah bagi Ducan. Ia malah tersenyum licik dengan penuh kemenangan; orang yang selama ini berusaha membunuhnya telah kalah telak dan tak bisa melarikan diri lagi.Tapi itu bukan berarti ia akan terjamin keselamatannya. Selama musuh dari musuh ke musuhnya masih hidup dan mengganggu ketenangan keluarganya, ia akan tetap waspada dan tidak buta diri akan hal ini."Sekarang katakan, siapa orang yang menyuruhmu?" ucap Ducan dengan nada sedikit tidak sabar, melihat orang di depannya tampak ragu-ragu untuk menjawab."Cepat katakan, atau..." ancamnya sambil menyodorkan pistol ke kepala wanita yang sedang pingsan akibat bius yang Ducan berikan."Iya. Baik, b
last updateLast Updated : 2024-08-15
Read more

Teror Kepada Hanisa.

"Ada apa, Tuan? Apakah Anda percaya akan ucapan orang sialan itu?" ucap Tony setelah melihat reaksi wajah Ducan yang berbeda. "Tidak, bukan itu, Tony. Aku hanya merasa bahwa apa yang orang itu katakan tidak sepenuhnya benar, tapi juga tidak sepenuhnya salah." "Maksud Tuan?" tanya Tony penasaran setelah mendengar ucapan tuannya yang penuh teka-teki. "Aku hanya merasa kalau orang ini ada kaitannya dengan kejadian di masa lalu, tapi aku tidak tahu apa itu. Awalnya, aku kira orang ini hanyalah orang biasa yang disuruh untuk menerorku saja." "Tapi setelah ia mengucapkan beberapa kata yang membuatku tak percaya, sekarang aku yakin dia bukanlah orang biasa." "Selama ini kita sudah salah menilainya," ucap Ducan lagi. "Iya, Tuan, Anda benar. Selama ini kita salah mengenalnya. Awalnya, saya juga mengira begitu, tapi setelah mendengar semua ucapannya, sekarang saya juga yakin." "Ini, Tuan, coba lihat ini. Beberapa hari ini saya telah menyelidiki tentang Hendri ini," ucap Tony lagi s
last updateLast Updated : 2024-08-23
Read more

Alisa Mila

"Ducan," peluk Hanisa sebelum pria itu bisa membenarkan posisinya, menangis di pelukan Ducan sambil tersedu-sedu. "Tolong jangan pergi. Aku takut. Ini pertama kalinya ada yang mengirimkan sesuatu seperti itu padaku. Aku takut," tangisnya yang tak henti. Ducan yang melihat itu seketika merasakan ada sesuatu yang terkoyak di dalam dirinya. Entah mengapa, tetapi yang pasti, di dalam lubuk hati Ducan yang paling dalam, ada suara keras dalam hatinya yang tak bisa ia ungkapkan, bahwa ia sama sekali tidak ingin melihat sesuatu terjadi pada Hanisa, meskipun itu hanyalah hal kecil. Ducan hanya bisa terdiam membiarkan Hanisa memeluk erat dirinya. Ia tidak bisa berkata-kata melihat kondisi Hanisa yang sangat terpukul karena teror itu, dan hanya bisa pasrah. Kemudian, ia mengelus lembut puncak kepala Hanisa. "Aku tidak akan pergi, tenanglah. Aku di sini bersamamu. Jangan khawatir," ucap Ducan menenangkan Hanisa. Hanisa sedang tidak berpikir apa-apa. Ia hanya terus berdiam di dalam pelukan Du
last updateLast Updated : 2024-08-24
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status