All Chapters of Gadis Penjual Pecel, Sukses jadi Miliarder: Chapter 11 - Chapter 20

43 Chapters

Bab 11

Pak Slamet mulai merasa buntu, karena Kanaya tak kunjung di temukan.Padahal waktu yang sudah di tentukan oleh Juragan Gito, tinggal 3 hari lagi."Aku harus melakukan apa, kira-kira!" gumam nya, mengacak rambutnya kasar."Tunggu dulu, daripada rumah ini, jadi milik juragan Gito begitu saja, sebaiknya aku jual saja, pasti nanti ada sisanya setelah membayar hutang. Dan sisanya, bisa aku gunakan untuk ngontrak rumah yang kecil saja, lalu sisanya lagi, bisa buat senang-senang!!" ucapnya girang, merasa menemukan solusi yang paling tepat."Urusan sama Tuti, biar saja lah, yang penting aku bisa dapat uang" ucapnya lagi, menyeringai licik. "Sebaiknya aku segera ke rumah Juragan Gito, untuk mengambil surat-surat itu, atau aku jual saja sekalian kepada juragan ya??" Slamet tampak bimbang.Jika menjualnya sendiri, Slamet takut akan lama lakunya. Tapi kalau di jual ke Juragan Gito, harganya pasti akan menjadi lebih murah. Dengan langkah mantap, pagi itu Slamet segera menuju rumah megah sang jur
Read more

Bab 12

"Mau berangkat jualan Nay?" tanya bu Yus, saat melihat Kanaya, sudah bersiap, dengan membawa keranjang plastik di kedua tangannya."Iya Bu, saya mau coba jualan di dekat pintu masjid, siapa tahu laku kalau disana" jawab Kanaya tersenyum manis."Ya sudah, hati-hati, semoga dagangan mu laris" jawab bu Yus, dengan raut wajah datar."Aamiin, terimakasih Bu, saya pamit dulu" ucap gadis berparas imut, dan cantik itu, segera mengucap salam dan berangkat.Suasana masjid, di pagi hari seperti ini, ternyata tidak terlalu ramai.Akhirnya Kanaya memutuskan untuk pergi ke dekat pintu gerbang kampus.Disana juga banyak orang yang menjajakan dagangan nya, di sepanjang pinggir jalan raya itu. Setelah menggelar alas plastik yang tadi dia bawa, Kanaya segera menata dagangannya.Gadis berlesung pipi itu, memilih tempat di bawah pohon Mangga, supaya tidak panas.Rambut sebahu nya, ia ikat kuncir kuda,supaya tak mengganggu pekerjaannya. Kemeja panjang hitam, dan celana bahan berwarna coklat muda, ia
Read more

Bab 13

"Jadi ini, rumah yang akan di jual itu?" tanya seorang lelaki berperawakan tinggi besar, tampak sangat rapi, dan masih muda."Benar Mas, jadi gimana? kalau Masnya sanggup bayar dengan harga yang sudah kami tawarkan, hari ini juga rumah ini akan kami kosongi" jawab Cici, dengan di dampingi oleh Slamet pagi itu.Kebetulan rumah memang sedang kosong, karena Bayu masih sekolah, sedangkan Bu Tuti, masih keliling berjualan pecel seperti biasanya. Pria perlente, itu tampak memeriksa seluruh sudut rumah, kemudian melihat pekarangan depan dan belakang, yang cukup luas. Ia kemudian tersenyum puas, melihat itu."Baiklah, saya setuju. Rencananya saya akan membuka sekolah disini, tanahnya cukup luas, dan lokasi juga ada di pinggir jalan" jawab pemuda itu mengangguk senang.Cici dan Slamet tampak sumringah mendengarnya.Setelah pembayaran beres, Slamet segera memberikan surat tanah itu, kepada lelaki yang membeli rumahnya, atau lebih tepatnya, rumah sang istri. "Nanti siang, saya akan segera kos
Read more

Bab 14

Tak mau terus larut dalam kesedihan, akibat kehilangan rumah peninggalan kedua orang tuanya, bu Tuti mengajak Bayu untuk kembali kerumah, mengambil beberapa perabotan, yang masih bisa mereka pakai.Para tetangga yang mengetahui itu, tampak berempati, kepada ibu dua anak itu, yang kini telah menjadi janda.Bu Lely, salah satu tetangga nya, yang mempunyai mobil pickup, meminjamkan mobilnya, untuk mengangkut barang-barang, yang tak seberapa itu, tapi sangat berharga bagi bu Tuti, dan putranya, untuk di angkut ke rumah kontrakan nya.Seperti tempat tidur, kasur, kompor, dan perabotan yang lainnya."Yang sabar Bu Tuti, ini semua adalah ujian. Siapa tahu, setelah ini, bu Tuti akan segera di angkat derajatnya, oleh Allah SWT." ucap para ibu-ibu, yang sore itu, mengerubungi bu Tuti, yang hendak mengambil barang-barangnya."Terimakasih banyak, atas doanya ibu-ibu." jawab perempuan yang masih berusia 40 tahunan itu, tersenyum getir."Walaupun sudah pindah, kalau lagi keliling buat jualan, tetap
Read more

Bab 15

"Memangnya kita mau masak apa sih, Mbok?" tanya Kanaya, sembari mengupas bawang, dan bumbu-bumbu yang lainnya."Mas Aryan itu, paling suka di masakin semur daging, dan sayuran yang di rebus. Termasuk pecel, jadi sebaiknya Mbak Naya bikinin pecel saja nanti, biar Mbok yang masak daging nya." jelas Mbok Sum, yang sudah sangat hafal dengan makanan favorit anak majikannya."Gitu ya, kebetulan bumbu pecel nya masih banyak, yang belum Naya bikin Mbok, tinggal rebus sayuran nya aja." jawab gadis yang kini mengenakan pakaian panjang, dan mengikat rambutnya rapi itu, tersenyum."Cocok itu Nay, anakku paling suka sama pecel. Ibu yakin, dia bakalan suka, dan nagih, sama pecel buatan kamu." timpal bu Yus, yang ikut menyimak pembicaraan antara Kanaya, dan Mbok Sum. Mendengar itu, Kanaya jadi bersemangat, untuk turut menyenangkan anak dari sang pemilik rumah itu. Tepat pukul 9 pagi, semua masakan sudah terhidang di meja makan. Ada semur daging, sayur sop daging, pecel, empal, tahu tempe, sambel t
Read more

Bab 16

"Akhirnya, sudah jualan lagi ya Nay? " sapa Bimo, saat mendapati Kanaya, pagi itu sudah menggelar dagangannya. "Iya Kak Bimo, kemarin sempat demam, tapi alhamdulillah, sekarang sudah tidak lagi" jawab Kanaya tersenyum tipis. "Buatkan lontong pecel nya donk, tiga hari gak makan lontong pecel buatan kamu, rasanya kayak ada yang kurang." gombal Bimo, membuat Kanaya tertawa lirih."Wahhh...akhirnya. Sudah sembuh kamu Mbak??" sapa teman-teman Bimo, yang juga ingin membeli pecel."Alhamdulillah, sudah. Kok tahu, kalau saya habis sakit?" tanya Kanaya heran..."Kata Bimo kamu sakit." jawab Leo, mahasiswa semester 5, sama dengan Bimo.Setelah mereka menghabiskan pecel pesanannya, merekapun kemudian pamit, untuk kembali ke kampus, kecuali Bimo.Pemuda berambut panjang itu, tampak tak beranjak dari duduknya."Hei, ayo Bim! !" seru teman-temannya, mengajak pria itu, cabut."Duluan deh, ntar aku nyusul." jawabnya."Hmm, hati-hati lo Mbak, jangan mudah terpancing dengan rayuan buaya darat satu it
Read more

Bab 17

"Setiap hari kamu jualan seperti ini, apa tidak capek??" tanya Bimo, kepada Kanaya.."Sudah biasa, segala sesuatu itu, kalau kita jalani dengan ikhlas, maka semua akan terasa ringan dan mudah. Lain halnya, kalau kita melakukannya dengan terpaksa. Semuanya akan menjadi berat dan sulit." sindir Kanaya, kepada pemuda di depannya itu. Bimo hanya nyengir, mendengar jawaban dari Kanaya barusan."Pandai sekali kamu, kalau suruh menyindir orang." ucap Bimo, menyeringai."Sudah sana, Kak Bimo balik ke kampus aja, betapa ruginya kalau sampai tertinggal pelajaran nanti.!" usir Kanaya, untuk yang ke sekian kalinya.Akhirnya pemuda berkuncir itu menyerah. Kanaya tak sama dengan gadis-gadis yang selama ini selalu mengelilinginya.Gadis di depannya ini, sungguh berbeda. Di matanya, Kanaya tampak begitu bersahaja, dan bukan tipe perempuan yang mudah di goda.Bimo bangkit dari duduknya. "Baiklah, demi bisa menjadi Imam yang baik, aku akan menuruti perintahmu." ucapnya, kemudian berpamitan, untuk k
Read more

Bab 18

Seharian Kanaya berjalan, dan bertanya, tentang rumah kontrakan, yang mungkin tersedia.Namun sudah se sore ini, dia belum juga menemukan tempat kost, atau rumah kontrakan yang kosong.Gadis itu tampak putus asa, dan kebingungan, harus menginap dimana nanti malam, jika tak kunjung mendapatkan tempat untuk bermalam."Ya Allah... " gumam nya, sedih.Hari semakin gelap, Kanaya kini tengah berada di sebuah masjid, untuk numpang sholat maghrib, sekaligus menunggu waktu isya.Dapat ia baca dengan jelas, peraturan yang berlaku di masjid itu, tertulis "Dilarang tidur, di dalam masjid" .Niatnya ingin menumpang bermalam di masjid itu, ternyata sudah ada larangan yang tertulis.Naya tampak tepekur, merenungi nasibnya yang terlunta-lunta seperti ini.Begitu selesai sholat isya, dan mendengarkan kultum sejenak, masjid sudah mulai sepi, karena para jamaah, sudah banyak yang pulang. Kanaya semakin gelisah. Dilihatnya takmir masjid, mulai bersih-bersih, dan bersiap untuk mengunci pintu masjid."Mba
Read more

Bab 19

Kanaya mulai bangkit dari rasa keterpurukan nya, dia bertekad harus bisa sukses.Dengan di bantu oleh Bimo, kini dia sudah mulai berdagang lagi.Namun ia tak mau memanfaatkan kebaikan Bimo, begitu saja.Sambil berjualan, ia mencari rumah kontrakan lain, untuk ia tinggal. Karena ia tak mau, kejadian seperti di rumah bu Yus, akan terulang kembali. Walaupun sebenarnya, selama dia menempati rumah kontrakan Bimo, pemuda itu tak pernah sekalipun menghampirinya, di rumah kontrakan itu.Akhirnya Kanaya berhasil menemukan rumah kontrakan, yang ditawarkan oleh pasangan suami istri renta, yang hanya tinggal berdua saja.Kanaya di perbolehkan menempati paviliun mereka, yang terletak di sebelah rumahnya.Pasangan itu sebenarnya adalah salah satu pelanggannya, yang hampir setiap hari, membeli lontong pecel buatannya.Karena keasyikan bercerita waktu itu, Bu Maysaroh, yang biasa ia panggil Bu May itu, menawarkan paviliun nya, untuk Kanaya tempati.Pak Tomo, suaminya, yang merupakan seorang pensiuna
Read more

Bab 20

"Kak!!" sapa Kanaya, saat melihat pemuda berkuncir rapi, dengan jas almamater nya itu, duduk di atas motor besarnya, sambil memainkan ponsel. "Eh, Nay..! " Bimo tersenyum lebar, saat melihat gadis pujaan nya, sudah berdiri di hadapannya. "Ini Kak, tolong Kakak kasihkan Ibuku ya." ucap Kanaya, menyodorkan sebuah amplop berwarna putih besar, kepada pemuda itu."Baiklah." Bimo mengambil amplop itu, dan menyimpannya ke dalam tas punggung hitam, miliknya. "Oh ya Nay. Apakah kamu punya ponsel?" tanya Bimo, dengan hati-hati. Kanaya tertawa, mendengar pertanyaan pemuda itu."Siapa yang akan aku hubungi, dengan ponsel itu Kak?" tanya nya, tersenyum getir."Tentu saja aku, calon Imam mu." jawab Bimo, menggoda Kanaya. "Ishh... mau apa hubungin Kakak coba?" tanya Kanaya, mencebik kan bibirnya."Ya, kalau kamu sedang rindu kepadaku lah Nay.. " goda Bimo lagi, tersenyum lebar. "Apaan sih Kak Bimo. Udah ah, aku balik dulu Kak, mau jualan setelah ini." pamitnya, segera membalikkan tubuh."Hei,
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status