Jakarta, lima tahun kemudian.“Saya pikir yang seperti ini lebih baik, Pak.”“Coba ku lihat.” Mas Ravi mengambil dokumen dari rekannya, menelitinya. “Oh oke, aku setuju."“Baiklah kalau Pak Ravi setuju.” Laki-laki itu mengambil kembali dokumennya. “Saya permisi ya, Pak.”“Lho kok buru-buru? Istri saya sedang masak.”Laki-laki itu tertawa kecil. “Haduh sebelumnya terima kasih banyak, Pak. Tadi saya sudah janji mau makan bareng sama istri di rumah. Nanti kalau saya sudah kenyang kasihan dia menunggu.”“Aku mengerti.”Sepeninggal lelaki itu, aku melanjutkan langkahku mengantarkan minuman jahe pada suamiku. “Ini, Pa. Segera diminum ya. Nanti keburu dingin gak enak.”Dia mengambil alih gelas dari tanganku, lalu menyesapnya pelan. “Gak ada yang gak enak kalau disentuh kamu. Karena sudah ditambah bubuk cinta.”“Gombal!” selorohku mencubit perutnya, membuat ia meringis pelan. “Sudah tua masih suka gombal.”“Lho lho... Usia itu hanyalah angka. Soal stamina masih okelah. Kamu gak boleh meraguk
Terakhir Diperbarui : 2024-02-29 Baca selengkapnya