Home / Urban / Di Dalam Tubuh Menantu Pecundang / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Di Dalam Tubuh Menantu Pecundang: Chapter 21 - Chapter 30

40 Chapters

Diam dan Dengarkan!

“Waktumu tinggal dua hari lagi.” Aksa yang sudah berada di atas motornya menoleh, mencari sumber suara. Bambang berdiri di ambang pintu, bukan hendak mengantar menantunya tetapi untuk mengingatkan Aksa kalau sisa waktunya untuk mengganti enam miliar puang Salim tinggal dua hari lagi. “Ada baiknya kamu menyerah. Toh kamu gak akan bisa dapat uang sebanyak itu.” Bambang memberikan saran sambil menyeringai, mengejek menantunya. “Masih ada dua hari, kan? Saya akan usahakan yang terbaik yang penting Dara bisa lepas dari Salim.”Suara Aksa digantikan suara motor matik yang baru saja ia nyalakan. Aksa meninggalkan Bambang begitu saja berharap Alan sudah mendapatkan calon pembeli apartemennya. “Aksa, kemari!” Sonya memanggil Aksa dari ambang pintu ruang kerjanya. Ia langsung masuk tidak menunggu Aksa menjawab. Aksa mendongak. Ia mendorong kursinya menjauh dari meja lalu berdiri dan berjalan masuk ke ruang kerja Sonya. “Tutup pintunya!” Aksa menurut, ia mendorong pintu agar tertutup den
Read more

Aku Menjadi Pahlawannya

“Kenapa pecundang itu ada disini?” Salim Dirga mendelik melihat Aksa berdiri di belakang Sonya. Ia meletakkan garpu dan pisaunya dengan kasar, tiba-tiba saja Salim kehilangan nafsu makan. Sonya menoleh ke belakang melihat Aksa. “Ini profesional, Lim. Dia orangku.” Sonya menarik salah satu kursi kosong sedang Aksa memperhatikan setiap orang yang ada di ruangan itu. Ada empat orang pria yang hadir. Aksa mengenal semua, dua orang anggota parlemen termasuk Salim sedang dua lagi dari kementerian.Aksa mencoba mengingat bisnis antara Maha Group dengan salah satu dari mereka. Setiap proposal bisnis yang masuk ke Maha Group harus melewati mejanya terlebih dahulu. Dimaslah satu-satunya orang yang bisa memutuskan akan melakukan Maha Group akan melakukan kerja sama bisnis. Lamunan Aksa buyar saat Sonya memerintahkannya untuk duduk di kursi kosong yang ada di sebelah. Semua mata menatap Aksa dengan sinis terutama Salim. Serentak tangan mereka semua berhenti memotong steak dan hanya fokus pa
Read more

Agnes Mulai Curiga

“Woi! Melamun aja. Bikin kopi!” Seorang senior Aksa memerintahkannya untuk membuat kopi. Walau Heru dan teman-temannya sudah menjadi staf lapangan, ia masih datang ke lantai divisi marketing untuk mengambil brosur. Seperti pagi ini, saat Aksa sedang mencoba mengingat dimana ia pernah melihat wajah ibu Aksa, namun suara Heru membuat lamunannya berantakan. Pria itu berteriak dari tempatnya berdiri, memerintahkan Aksa untuk membuatkan kopi hitam. Tidak ingin membuat masalah, Aksa menuruti permintaan Heru, lagipula ia juga ingin minum kopi. “Denger-denger ada yang jadi anak buah kesayangannya nona Sonya, nih!” sindir Heru ketika Aksa mengantarkan kopi pesanannya.“Enak, dong, ya? Per short time, lu dibayar berapa?” sindir Heru lagi sambil terkekeh. “Ngasih layanan plus plus, sih! Pantes jadi anak kesayangan.” Teman Heru yang lain ikut menimpali. Mereka berdua menertawakan Aksa sambil mengejek Aksa. “Jangan sembarangan bicara!” tegur Aksa dengan tegas. Ia menatap Heru dan kawannya
Read more

Dilempar Seperti Sampah

“Kamu terlambat!” pekik Bambang. Mata pria itu melotot dengan tangannya di pinggang. Dara menatap Aksa yang baru saja datang dengan mata berkaca-kaca. Isakan samar terdengar sampai ke telinga Aksa yang tiba dengan membawa tas hitam besar. Pria itu melirik jam besar yang ada di sudut ruangan. Yup, Aksa terlambat 15 menit! Aksa mengambil amplop dan mengeluarkan isinya. Ia membaca dengan seksama surat pernyataan cerai yang dibuat oleh Bambang. “Ayah yang akan urus perceraian kalian. Jadi gak usah banyak asal buat menunda perceraian ini.” Bambang memegang tangan Dara.Aksa tidak terima. Ia meremas kertas itu dan melemparnya ke lantai. Ia tidak mau kehilangan Dara. “Saya tidak akan menceraikan Dara! Apapun yang terjadi kami tidak akan bercerai!” Aksa meninggikan suaranya. Kali ini ia tidak akan tinggal diam. “Lagipula saya sudah bawa uangnya.” Aksa meletakkan tas yang ia bawa di atas meja. Membuka resletingnya agar Bambang dan Salim bisa melihat gepokan uang seratus ribu yang ia bawa
Read more

Mengundurkan Diri

“Bagaimanapun caranya, kamu harus bisa menghalangi mereka memasukkan gugatan cerai.” Aksa memberi perintah dengan wajah dingin tanpa ekspresi. Asap kopi yang tadi Alan sajikan sudah menguap hilang, tanda kopi itu itu sudah dingin. Ruang makan kembali hening.Kopi di gelas Alan sudah kosong ketika Aksa mendorong kursinya lalu berdiri. “Kamu boleh pulang, Al. Lakukan yang aku minta dengan baik.” Aksa meninggalkan Alan, naik ke lantai dua menuju ke kamar pribadinya. Semalaman Aksa hanya berbaring di ranjang dan tidak bisa tidur. Ia memikirkan banyak sekali hal yang terjadi.Pagi-pagi sekali, Aksa sudah bangun dan membuat kopi. Ia duduk di ruang makan dengan segelas kopi dan agenda milik Aksa. Memandangi foto Aksa saat wisuda bersama dengan kedua orang tuanya. Pikirannya melayang kepada dua orang. Aksa dan ibunya. Ia masih memikirkan kenapa ia yang harus masuk ke tubuh Aksa dan wajah ibu Aksa yang tidak asing untuknya. Setelah memikirkan beberapa hal, Aksa memutuskan ia harus mene
Read more

Posisi Kami Lebih Tinggi

“Jangan seenaknya sendiri!” Sonya berteriak kepada Aksa yang berdiri di depannya. Sejak tadi Sonya menunggu kedatangan Aksa dengan gusar. Berjalan mondar mandir di ruang kerjanya sambil terus mencoba menghubungi Aksa. Setelah 30 menit menunggu, akhirnya pegawai barunya itu tiba juga. Ia membuka pintu, menggerakan jari telunjuk meminta Aksa masuk ke ruangannya. Baru saja Aksa menutup pintu, pria itu sudah harus menerima amarah Sonya. “Jangan pikir karena kamu kenal dengan Dimas, aku tidak berani memecatmu. Dimas tidak pernah menolak permintaanku.”Sonya menatap Aksa tajam. Ia berdiri dengan tanggan di pinggang menunjukkan superioritasnya. “Maaf, Bu. Tadi saya terjebak macet.” Aksa menjawab sambil menundukkan wajah menyesal. “Aku tidak mau tahu! Kalau aku minta kamu datang, aku tidak ada peduli ada gempa atau angin topan, kamu harus datang. Paham?” Aksa mengangguk pasrah, tidak ingin membuat Sonya seakin murka. Ia tetap menunduk dan membiarkan Sonya merasa menang. Sesuai dugaan,
Read more

Gagalkan Proyek Dimas

Jangan pikir aku tidak tahu apa yang terjadi, Lan!” Nyonya Agnes menoleh tipis, melirik Alan yang duduk tidak jauh dari Aksa. Mata wanita itu menyipit, menatap sinis Alan. Ia kembali beralih fokus pada Aksa. Wajah pria itu sama dinginnya dengan Alan. Tanpa ekspresi. Tidak ada senyum dan guratan gugup. “Memangnya apa yang saya lakukan, Nyonya? Saya hanya bekerja dengan baik.” Alan menjawab datar. Nyonya Agnes mendengus mendengar jawaban Alan. Tentu saja ia tidak percaya begitu saja. “Dan kamu? Pria miskin sepertimu, apa yang Alan janjikan untukmu, hah? Jangan macam-macam dengan keluarga Mahardika.” Sudut bibir Aksa terangkat mendengar ancaman Agnes yang adalah ibu tiri Dimas. “Aku sudah sangat mengenal permainan Mahardika, Tan. Aku tidak takut sama sekali.” Aksa menjawab dengan santai. Ia kembali fokus kepada beberapa lembar kertas yang ada di sisi kosong di sebelahnya. Agnes terhenyak mendengar panggilan Aksa untuknya. Ia menatap Aksa penuh selidik, mencoba mengingat dimana ia
Read more

Bang Alan, Akhirnya Kita Bisa Ketemu

“500 juta! Aku akan membayarmu 500 juta jika kamu mau memberikan semua informasi. Bagaimana?”Aksa menahan nafasnya agar emosinya tidak ikut meledak. Ia menatap Sonya dalam. Ia masih tidak percaya wanita yang ada di depannya ini ternyata musuh dalam selimut. Dada Aksa bergemuruh, ingin sekali membentak Sonya seperti yang ia lakukan jika menemukan karyawan Maha yang melakukan kesalahan. Wajah Aksa berubah memerah. Untungnya Sonya salah menilai rona merah di wajah Aksa. Ia pikir lelaki itu gugup karena berdekatan dengannya. “Apa ibu gak takut? Bagaimana kalau saya membocorkan niatan ibu ini ke pak Alan?”Sonya menyeringai. Ia menegakkan tubuh, membusungkan dadanya sangat percaya diri. “Apa kamu pikir mereka akan percaya kepadamu, hem? Kamu hanya pegawai rendahan, sedang aku sudah memberikan banyak jasa untuk perusahaan ini. Pilihanmu hanya satu Aksa, masuk ke dalam permainanku.”Lima belas menit berada di ruang rapat, lebih dari cukup untuk Aksa bisa mengetahui wajah Sonya yang sebe
Read more

Hubunganmu Dengan Dara

“Sudah lama sekali kita gak ketemu, Ra. Setelah kamu memilih Aksa, aku gak nyangka kamu masih mau ketemu sama aku. ”Aksa menajamkan telinga mendengarkan percakapan Alan dan Dara di dalam ruang pantry. Keningnya berkerut mendengarkan percakapan tidak biasa kedua orang itu. Ia tahu Alan dan Aksa dulunya satu kampus tetapi ia tidak menyangka kalau Alan mengenal Dara. Mata awas Aksa memperhatikan sekitar. Ia menjaga tangannya agar tidak membuat pintu bergerak dan membuat Alan juga Dara mengetahui keberadaannya. Aksa tidak sabar mendengar jawaban Dara. Ia menyeka keringat di keningnya. Jantung Aksa berdebar kencang takut jika ia harus menghadapi kenyataan pahit antara Alan dan Dara. “Mas, ini soal mas Aksa.” Aksa menahan nafas mendengar namanya disebut. Ia merapatkan tubuhnya ke pintu, bersiap mendengarkan. Kantong celana Aksa bergetar. Tangannya memegangi ponsel, takut getarannya terdengar sampai ke dalam. Dengan terpaksa Aksa mengambil ponsel, ingin mematikan benda pipih itu kar
Read more

Kesalahan Ditanggung Maha Group

“Waktu kuliah saya menyukai Dara, Tuan Muda.”Pengakuan Alan membuat Aksa semakin geram. Kepalanya terasa semakin panas dan darahnya mendidih. “Dia wanita bersuami, Al!” Aksa menendang bagian belakang kursi Alan dengan kencang.0Jok Alan berguncang kuat. Ia hanya bisa pasrah menerima amukan sang tuan muda. Setelah mengamuk di halaman belakang hotel dan memukuli Alan, Aksa dan Alan kini bicara dengan tenang di dalam mobil Alan. “Dan, kenapa tidak kamu ceritakan dari awal kalau kamu mengenal istrinya Aksa? Hah?” pekik Aksa lagi yang masih kesal. “Itu hanya masa lalu, Tuan muda. Saya rasa itu bukan informasi penting untuk tuan muda.” Alan menjelaskan. Aksa kembali menendang jok Alan. Pria itu mengumpat memaki Alan. Sedang Alan hanya bisa diam menerima amukan Aksa. Pria yang sedang gelap mata itu membuang nafas kasar.“Apa yang Dara katakan kepadamu, Al? Apa kalian masih saling suka?” Aksa membaringkan kepalanya yang berputar karena terlalu banyak minum pada sandaran.Mendongak ke a
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status