Kaidar menelan ludah, jantungnya berdetak kencang, bukan karena takut, melainkan kegelisahan yang menggerogoti. Dia mengerjap, mencoba menenangkan detak nadinya, sementara bayangan masa lalu berkelebat, wajah ayahnya yang terluka oleh serangan mendadak di desa terpencil mereka. Rasa dendam dan kebanggaan bersatu di dadanya.Tanpa sepatah kata, Kaidar menarik napas panjang. Ruang di sekitarnya seketika hening, lalu aura kelam berdenyut dari pori-pori kulitnya, seperti darah naga surgawi yang dibekukan dalam kantung es. Cahaya ungu pekat membentuk samar-samar siluet sayap di punggungnya, menimbulkan desir angin tipis sebelum ledakan energi.“Kukira kau bisa menahan tinju peledakku,” bisik Kaidar, suaranya serak, membawa kegigihan. “Tapi aku tak akan menahannya lagi.”Nathan mengangkat alisnya, mendesah ringan. Dia memutar pergelangan tangannya, formasi sihir menari di udara, merangkai rintangan bercahaya putih. Penghalang itu menyala, bagai tembok langit yang dipahat dari kilat.Dalam s
Последнее обновление : 2025-04-22 Читайте больше