Semua Bab Dijebak Om Mafia, Dinikahi CEO Muda : Bab 101 - Bab 110
126 Bab
Pukul Karan Untukku!
“Se-selingkuh? Tidak, Karan. Dengarkan penjelasanku dulu.” Ailyn menggelengkan kepala, masih dengan kedua tangan menggenggam tangan Karan. “Kau masih akan menyangkal saat aku melihat dengan mataku sendiri?” Karan memelototi. Memutih mata itu, menandakan ia sangat marah. “Tenang, Tuan. Kita selesaikan ini dengan baik-baik,” bujuk Jovan. Beberapa karyawan masih memerhatikan dengan tanda tanya. Baru kali ini ada keributan di Athena Corporation sampai ada yang mengamuk. “Kenapa kalian masih di sini? Kembali ke tempat kalian masing-masing. Tidak terjadi apa-apa. Ini hanya salah paham saja,” kata Bima. Sontak semua karyawan mulai meninggalkan tempat itu. Suasana masih tegang saat Bima mendekati Karan yang tak bisa menahan diri. Pria itu hendak memukul, tapi Bima hanya tenang. Senyum merekah malah ditampilkan. Bagi Karan, senyuman itu seolah-olah mengejeknya. “Beraninya kau!” Karan mulai berang. “Kau tidak us
Baca selengkapnya
Telur Gulung
“Telur gulung,” kata Karan, mengeluarkan dompet. Setelah hampir 10 menit menunggu, akhirnya ia berkesempatan juga untuk membeli apa yang Ailyn minta. “Berapa, Tuan?” tanya sang penjual. “200 ribu.” Karan menjawab sambil mengambil uang ratusan dari dompet. Tak disadari sang penjual yang menatap heran. “200 ribu untuk telur gulung? Apa Tuan tidak salah? Mungkin 20 ribu.” Penjual itu masih terpaku, menunggu jawaban. “Tidak, Pak. Ini untuk istriku. Apa ... harganya lebih mahal?” Karan memerhatikan anak-anak di sekitar yang sudah sisa sedikit. Karan berpikir, kira-kira berapa uang saku anak sekolah zaman sekarang sampai membeli telur gulung lebih dari tiga. Kesimpulan itu didapatnya setelah melihat anak laki-laki gemuk memakan telur gulung dengan rakus. “Ini harganya seribuan, Tuan.” Penjual itu memerhatikan seluruh tubuh Karan. Jelas sekali pria di depannya kini orang kaya sampai tak tahu harga telur gulung.
Baca selengkapnya
Mertua VS Menantu
Jovan menyerahkan laptop pada Karan. Pria itu langsung menunjukkan rekaman video dari beberapa kecurangan dan kejahatan Farel di kantor. Semua terekam jelas, bahkan beserta foto dan detail berkas yang dijual. Tak lupa Karan juga menampilkan tabel di mana saham K2 Company menurun karena berkas pentingnya dimiliki pesaing. “Berkas itu disalahgunakan. Kini menjadi bumerang, melawan kita. K2 Company kehilangan proyek pembangunan jembatan layang gara-gara sialan itu!” Karan yang bersusah payah menciptakan inovasi yang diyakini akan disukai banyak orang. Sayang, berkas itu kini menjadi milik PT Sanjaya. “Krishna Ardinugroho, Sekretaris perusahaan PT Sanjaya berhasil membelinya dengan harga miring. Papa tahu apa yang lebih menyakitkan Karan?” Pria itu menatap Kusuma yang tampak tak percaya dengan apa yang dilihat dan didengarnya. “Pa!” Yunita menggeleng, menyentuh lengan suaminya. “Dia mengakui proyek itu hasil pemikirannya.
Baca selengkapnya
Ribut di Bar
Alex menyeringai melihat video di mana dia berhasil mengecup Ailyn. Rasanya tak sabar untuk mengirim video itu agar Karan dan Ailyn bertengkar. “Aku tak sabar ingin tahu, apa yang akan terjadi saat anak tiriku itu melihatnya.” Tak henti-hentinya Alex tersenyum. Bahkan bisa dibilang kini seringai tipis muncul di bibir yang mulai ditutupi kumis. “Bos, Yuki-Kun bertanya tentang berliannya. Apa kita akan menyelundupkan berlian lagi?” tanya Gandhi, membuat seringai Alex langsung hilang. “Katakan saja barangnya belum ada. Aku masih tak sempat mencari siapa yang bisa kita curi,” jawab Alex dengan enteng. Diambilnya sebatang rokok, lalu menyulutnya segera. Kakinya pun terangkat, menikmati hisapan rokok yang memabukkan. Bagaimana tidak, rokok itu bukan rokok biasa, melainkan berisi tambahan ganja yang dikeringkan. “Tapi, Bos, kita punya hutang budi pada Yuki-Kun. Dia dan anggota Yakuza telah menolong kita saat di Je
Baca selengkapnya
Melenyapkan Penghalang
Farel mencoba menghubungi Alex. Tak ada yang bisa membantunya selain pria itu. “Ayolah, Alex. Kenapa kau tak mengangkat teleponku?” Farel mondar-mandir di balkon hotel tempatnya bersembunyi. Sejauh ini tak ada yang menemukannya. Namun, bukan berarti selamanya dia akan bersembunyi seperti pengecut. “Hei,” sapa seseorang yang kini mendekat. Farel menoleh sekilas, lantas kembali menghubungi Alex. “Kenapa kau tidak memberi tahu kalau Karan dan Han Makoto menjalin kerja sama? Aku jadi dicurigai perusahaan,” ujar seseorang yang tidak lain adalah Krishna. “Diam kau, Sialan! Kau juga tak memberi tahu proyeknya sudah berjalan. Aku kan sudah bilang, tunggu aba-aba dariku.” Farel memukul pinggiran balkon. Alex benar-benar tidak bisa dihubungi. Sejak dari Jepang waktu itu, Farel jadi jarang berkomunikasi dengan Alex. Ditambah insiden Kiran dikunci di lemari, dia jadi takut. “Kau harusnya berterima kasih sebab aku masih mau memban
Baca selengkapnya
Kejutan di Balik Kado
Karan memasuki kamar dengan membawa banyak barang. Ailyn yang baru saja keluar dari kamar mandi, mengedipkan mata berkali-kali, berharap apa yang dilihatnya salah. Bukan hanya Karan, Jovan pun masuk membawa banyak kardus kecil, dan meletakkannya di atas ranjang. “Tuan, perlu saya bantu?” tanyanya. Karan menggeleng. “Kita harus kembali ke kantor. Sayang, bisakah kau membantuku membungkus semua ini? Aku sibuk,” ujarnya. Sang suami menjelaskan bahwa ia berhasil mengambil kembali berkas yang dijual Farel dan bermaksud memberikan hadiah bagi karyawan terbaik sebagai ucapan syukur. “Baiklah. Kau kembali ke kantor saja, biar aku yang urus. Sana, semangat ya. Untung aku tidak ada syuting.” Ailyn memberinya isyarat supaya pergi. “Kau benar-benar tidak keberatan membungkus semua? Perlu bantuan Mbok?” usul Karan. Istrinya menggeleng. “Aku bisa sendiri, kok.” Ailyn tersenyum mengamati semua barang. Karan dan Jovan pun
Baca selengkapnya
Acara Penghargaan
Ailyn bersiap mengenakan pakaian terbaik. Malam ini ada acara penghargaan bergengsi yang akan dihadiri. Dengan balutan gaun indah berwarna hitam dan dilengkapi anting panjang hadiah dari Karan semalam. Sungguh, Karan sampai tak berkedip menatap kecantikannya saat ini. “Kenapa menatapku begitu? Ada yang aneh, ya?” Ailyn berputar, memeriksa tubuhnya yang ramping. Rambutnya yang dikucir kuda membuat lehernya lebih terlihat. “Kita tidak usah pergi sajalah.” Karan menggaruk kepala. Melihat istrinya saat ini malah membuatnya merasa berhasrat. Tarikan napas terdengar bersamaan dengan Ailyn berkacak pinggang. Suaminya malah berdecak, menggelengkan kepalanya. “Mana boleh begitu, Karan? Ini kesempatan emas untukku. Siapa tahu nanti aku menang penghargaan.” Diambilnya tas tangan yang berada di atas kasur, lantas menarik tangan Karan agar keluar dari kamar. Berlama-lama di sana malah akan membuat Karan membujuknya untuk tak pergi
Baca selengkapnya
Menang
Yunita menemui Farel yang ternyata bersiap untuk menemui Alex. “Mama tidak usah ikut. Kalau Alex ingat Mama sudah mengunci Kiran di dalam lemari, habislah kita,” ujar Farel. Yunita berdecak, memukul kepala anaknya cukup keras dengan tas. “Masa iya, Mama akan menunggu di sini?” Yunita memutar bola matanya, kesal. Di rumah tadi dirinya tak diajak, sekarang Farel juga melarangnya ikut. Semua orang seolah-olah tak menginginkan keberadaannya. “Farel pergi dulu. Kenapa Mama tidak nonton saja? Acara penghargaan itu disiarkan langsung, kan?” Farel mengambil remot dan menyerahkannya pada sang mama. Yunita bergeming, membetulkan posisi tas di lengannya. Tangan itu malas mengambil remot yang Farel berikan.Akan menyebalkan kalau seorang Yunita malah menonton acara menantu yang ingin sekali dihancurkan. Demikian yang ada dalam pikiran Yunita. “Ayolah, Ma.” Farel memaksa Yunita untuk mengambil remot itu. Sayang, Yunita tetap bersike
Baca selengkapnya
Bertemu Desainer
Ailyn merasa ada yang tidak beres dengan suaminya. Sejak semalam, Karan seolah merahasiakan sesuatu darinya. “Sayang, kau baik-baik saja?” Ailyn mengambil handuk untuk mengeringkan rambut Karan yang baru keluar dari kamar mandi. “Ya, aku baik-baik saja. Memang kenapa?” Karan balik bertanya, duduk di sofa. Dibiarkannya Ailyn mengeringkan rambut itu dengan gerakan perlahan. “Aku merasa kau menutupi sesuatu. Apa kau tidak senang aku berhasil meraih penghargaan? Atau kau tak suka nanti aku akan menemui desainer itu?” Karan tersenyum. ‘Andai kau tahu, Ayah tiriku bertingkah lagi,' batin Karan. Ingin sekali ia memberi tahu apa yang dilihatnya dalam video itu. Pantas saja hari itu Ailyn buru-buru mengajak pulang dengan alasan pusing. Karan menghela napas saat sang istri mengeringkan rambutnya dengan hair dryer. “Mau kutemani nanti?” tanyanya. Membuang semua pikiran-pikiran yang bersarang dalam benaknya bukanlah hal mudah.
Baca selengkapnya
Datang Untuk Menjemput
Karan tengah mengadakan rapat. Rencananya hari ini dia akan menyelesaikan beberapa berkas, lalu bersiap untuk ikut ke Prancis. Tak akan mungkin baginya membiarkan Ailyn tanpa pengawasannya. “Kita bisa minta Tuan Bima untuk mengirim beberapa orang yang akan mengawasi proyek. Dana proyek itu kan sudah kita terima.” Karan memeriksa laporan keuangan. “Kemarin ada dari PT Sanjaya datang. Katanya sih, mereka ingin merelakan lahannya di daerah Elite Street untuk kita gunakan sebagai lahan proyek baru.” Seorang pria bicara. Pandangannya tertuju pada berkas di meja. Sembari membetulkan posisi kacamata, pria itu tampak sangat serius memeriksa detail. “Kenapa? Atas dasar apa perwakilan PT Sanjaya memberikan lahan dari daerah yang banyak diincar?” Karan menandatangani berkas, lalu menyerahkannya kepada Jovan. “Sebagai permintaan maaf karena kesalahan Krisnha. Mereka juga menghubungi saya untuk membicarakan ini dengan Tuan,” kata Jovan.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status