Semua Bab Noda Di Balik Cadar sang Ustadzah: Bab 61 - Bab 70
148 Bab
Bab 61. Bukan Halusinasi
Zahra memeluk erat Ridwan, "Maafkan aku, Mas! Aku tidak pergi ke mana-mana! Aku tidak meninggalkanmu!"Ridwan masih memeluk Zahra erat untuk menetralkan jantungnya. Ridwan sangat terkejut beberapa jam lalu, saat keluar dari kamar mandi dan tidak mendapati seseorang. Ridwan mulai panik karena Ridwan pikir Zahra marah dengannya dan pergi. Ridwan berteriak memanggil Zahra dan Fatih, namun tak ada jawaban. Balkon juga masih terlihat tertutup dan gelap gulita. Ridwan berlari keluar kamar mencari Zahra. Ridwan mengutuki dirinya sendiri karena terlalu lama di kamar mandi. Ridwan menyesali kekesalannya. Ridwan menuju ruang kontrol hotel untuk melihat CCTV dan sambil menunggu Ridwan berlari mencari Zahra. Ridwan menyesali berendamnya di kamar mandi untuk mengurai amarahnya. Ridwan berfikir jika Zahra pasti sudah pergi agak jauh. Tanpa memikirkan dirinya yang masih berantakan
Baca selengkapnya
Bab 62. Maaf Mas
Dan malam itu Ridwan kembali menaburkan benih pada lahan Zahra. Melangitkan gairah di langit Turki. Dan meledakkan hasratnya di kegelapan malam itu. Memeluk istri tercinta yang masih lengkap dengan pakaian syar'i nya. Menyalurkan rasa kasih sayangnya dan menghadangkan istrinya dari terpaan angin malam yang dingin. Nyaman sekali dan berakhir Ridwan menggendong Zahra untuk membersihkan diri di kamar mandi. Tengah malam telah berlalu dan mereka bertiga saling memeluk hangat menuju dunia mimpi. Ridwan tertidur pulas dengan bibir yang menyunggingkan senyum.Keesokan harinya, Ridwan kembali melanjutkan jalan-jalannya tanpa pulang ke Mansion. Tanpa membawa apapun, hanya berbekal black card untuk membeli apapun keperluan selama berlibur. Ridwan mengajak Fatih dan Zahra ke Cappadocia. Menaiki balon udara disana dengan udara yang lebih dingin. Membuat Fatih selalu memeluk Aya
Baca selengkapnya
Bab 62.
Zahra kini tak mampu lagi menahan air matanya. Keterdiaman Ridwan menyakiti hati Zahra. Zahra tidak pernah berniat untuk membangkang pada suaminya. Zahra walaupun dengan hati yang hancur tetap menurut dan membeli pil penunda kehamilan itu. Apakah setidak ingin itukah, Ridwan memiliki anak lagi? pikir Zahra. Zahra diliputi rasa yang tak karuan dan akhirnya berjongkok menangkup wajahnya sendiri. Meluapkan sesak dadanya dan Zahra terisak. Ridwan buru-buru ikut berjongkok dan memeluk istrinya, menggendong Zahra yang menangis menuju ranjang. Baju syar'i yang akan dipakainya itu terjatuh dan menurut dengan sang suami. Zahra terus menangkup wajahnya. Hatinya terasa sangat sakit dengan penolakan demi penolakan Ridwan. "Ra!" panggil Ridwan sambil memegang tangan Zahra. Sedikit menariknya agar Ridwan bisa melihat wajah Zahra. Namun, Zahra mengeratkan tangannya men
Baca selengkapnya
Bab 64. Tumor jinak
"Lihatlah Nyonya, Tuan! Ada dua kantung!" lanjut Dokter Dele. Ridwan menatap intens monitor dengan datar. Hati Zahra semakin tak karuan. Suaminya benar-benar tak menginginkan anak yang ada dalam rahimnya. Setetes air mata luruh di sudut mata Zahra, entah karena rasa haru akan memiliki anak lagi. Atau kesedihan karena sekali lagi dia hamil yang tak diharapkan suaminya. "Iya, Dok! Terima kasih!" jawab Zahra. Ridwan sontak melihat mata Zahra. Melihat air mata menggenang di sana, Ridwan berdiri dan menciumi mata Zahra. Tidak sedikitpun ada kata yang keluar, hingga Dokter Dele terus melakukan pemeriksaan menyeluruh. Karena Ridwan meminta memastikan keadaan istrinya. Harapan Zahra jika ada yang mencium mesra, berterima kasih dengan air mata haru karena mengandung anaknya telah sirna. Tak ada ucapan terima kasih sama sekali dari Ridwan. Dokter Dele sedikit menge
Baca selengkapnya
Bab 65. Mempertahankan
Melihat Ridwan menggedor pintu kamar dengan brutal Pap Ameer bergegas, menepuk bahu Ridwan. "Ada Fatih, Dia akan berfikir yang tidak-tidak pada Ibunya kalau kamu begini!" Papa Ameer memperingati Ridwan dengan tegas. "Ayo ke bawah, beri Zahra waktu!" lanjut Papa Ameer. Kemudian Ridwan berhenti, Ridwan terbawa emosi hingga tidak menyadari jika ada Fatih di sini. Fatih akan sangat cemas dan bahkan Ridwan akan bingung menjelaskan pada putra geniusnya itu kenapa Ibunya menangis. Ridwan duduk di ruang tamu dengan menetralkan dadanya yang naik turun. Menatap intens pada pintu kamarnya. Berharap Zahra akan segera membuka pintunya. "Ada apa, Nak? Kenapa sampai Zahra menangis! Kamu menyakitinya?" tanya Mama Sofiya khawatir. Ridwan diam sambil menutup matanya menghela nafas panjang. Mama Sofiya yang tidak mendapatkan jawaban dan khawatir dengan Zahra akhirnya naik. Mengetuk p
Baca selengkapnya
Bab 66. Keputusan.
Ridwan masuk ke dalam kamarnya pelan-pelan. Dan melihat Zahra yang tengah damai dalam mimpinya. Ridwan mendekat dan duduk di lantai menatap istrinya intens. "Sayang, Aku sangat takut kehilanganmu! Nurut sama aku kali ini aja, ya?" libur Ridwan seolah sedang berbicara dengan Zahra. Ridwan bisa melihat mata Zahra bengkak. Ada bekas air mata tercetak dalam di pipi istrinya itu. "Maafkan aku, aku tau perasaanmu. Aku juga sangat mencintai anak ini! Tapi, aku tidak bisa hidup tanpamu, Ra!" lirih Ridwan sambil mengusap perut Zahra. Ridwan juga dilanda kesakitan yang sama. Siapa Ayah yang tega membunuh anaknya sendiri bahkan sebelum terlahir. Tapi, nanti setelah operasi pengambilan tumor, mereka akan bisa program dan hami lagi, pikir Ridwan. "Nak, Maafkan Ayah, Sayang! Ayah menyayangi kalian!" bisik Ridwan kemudian didepan perut Zahra. Memegang perut Zahra membuat hatinya hancur, membayangkan ada dua janin berkembang disana beserta dengan tumor. Ridwan mencium pelan perut Zahra dan
Baca selengkapnya
Bab 67. Tarim
Zahra kemudian mengangguk, "Baiklah, mungkin kita memang membutuhkan penengah dan pengambil keputusan terbaik dari sisi agama!" Ridwan menatap istrinya dalam.Ridwan begitu berat dengan keputusan apa yang ada diluar kendalinya. "Berjanjilah padaku, Mas!" kata Zahra. "Apa?" tanya Ridwan pada Zahra. Zahra menggenggam tangan suaminya, "Mari kita berjanji, apapun keputusan Habib Usman kita harus menerima dan saling menguatkan!" Ridwan tersenyum dan mengangguk, "Mas berjanji! Berjanjilah kamu juga akan ikhlas!" Zahra diam merasakan dadanya. "Berjanjilah juga, tidak akan berfikir bunuh diri, jika kejadian Bibimu juga terjadi padaku!" pinta Zahra. Ridwan diam menatap mata istrinya. Mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Zahra, melumat lembut bibir ranum istrinya. Namun sensasi kali ini sangat menyakitkan, balasan ciuman Zahra membuat Ridwan dan Zahra meneteskan satu bulir air mata.
Baca selengkapnya
Bab 68. Tak bisa lagi mencumbumu, Ra
Selepas itu, Zahra dan Ridwan kembali ke rumahnya. Rumah yang bersebelahan dengan Habib Usman, hanya tersekat satu tembok. Zahra memasuki rumah yang sudah satu minggu dia tinggal. "Rasanya rindu dengan suasana di rumah, ini!" gumam Zahra sambil memasuki kamarnya. Ridwan kemudian memeluk istrinya, "Iya rindu suasana tentram ini, sebelum badai datang!" Zahra mengangguk. Zahra juga merindukan saat suaminya seperti biasa tanpa beban seperti saat ini. "Mari kita lapangkan dada kita, Mas! Serahkan saja sama Allah! Hidup mati kita!" Zahra berbalik dan menangkup wajah suaminya."Bukankah cepat atau lambat kita akan kembali?" kata Zahra. Ridwan tersenyum dan mengangguk. "Semoga Allah mengabulkan doa, Mas! Dan kita bersatu di akhirat kelak, Ra!" kata Ridwan. "Aamiin! Emang doa Mas apa semalam?" tanya Zahra sambil memainkan rahang suaminya. Ridwan mengecup bibir Zahr
Baca selengkapnya
Bab 69. Keputusan
"Apa maksudmu, Mas? Mas tak menginginkan Zahra lagi?" tanya Zahra. Ridwan menggeleng, "Hatiku tak bisa mencumbumu dalam keadaan seperti ini, Sakit sekali, Ra!" Zahra mendengar degup jantung suaminya dan nafas berat suaminya. Zahra beranjak dan mengambil inhaler dari balik laci nakas sebelah kasurnya. Menyemprotkan pada mulut Ridwan beberapa kali. Zahra tidak ingin suaminya anfal. Ridwan hanya menurut dengan mata yang masih tertutup. Zahra mengusap pipi Ridwan, kemudian mengecup pipinya beberapa kali. Zahra tau Ridwan tengah menyembunyikan matanya. Zahra juga bisa melihat bekas air mata yang jatuh. "Aku mencintaimu, Mas! Aku beruntung bisa dinikahi laki-laki sepertimu! Laki-laki yang sangat mencintaiku!" lahir Zahra di depan telinga Ridwan. Kemudian beranjak dari kasur dan menuju kamar mandi. Sedangkan Ridwan meringkuk dibawah selimutnya.Mengistirahatkan h
Baca selengkapnya
Bab 70. Berendam.
Jantung Zahra dan Ridwan berpacu sangat kencang. Nyatanya Ridwan juga sangat sedih mendengar jawaban Habib Usman. Hati seorang Ayah juga tersayat saat harus mengangkat calon jabang bayinya, walaupun berawal dari idenya. Ridwan menoleh pada Zahra yang pasti sudah menunduk dalam, menyembunyikan air matanya. Ridwan buru-buru merengkuh tubuh Zahra. "Baik Habib, Terima kasih banyak!" ucap Ridwan dengan suara tercekat. Zahra tau, suaminya juga berat. Suaminya tetaplah laki-laki yang hatinya sangat lembut, Zahra mendekap Ridwan semakin erat. Habib Usman mengangguk, "Akan tetapi keputusan saya kembalikan lagi padamu, Ridwan!" "Iya, Bib! Saya permisi sekalian pamit langsung pulang ke Turki, Bib, Umi, Habib Ali!" pamit Ridwan. Mereka semua mengangguk dan mendoakan yang terbaik untuk Zahra dan Ridwan. Sejujurnya mereka juga sangat sedih, jalan yang harus Zahra lewati begitu terjal. Ridwan membawa Zahra untuk pulang ke Turki hari itu juga. Karena harus menyiapkan tubuh Zahra untuk ope
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
15
DMCA.com Protection Status