Home / Romansa / Satu Atap Dengan Bos / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Satu Atap Dengan Bos: Chapter 11 - Chapter 20

33 Chapters

BAB 11 - SUATU HAL

"Kenapa tidak diangkat?" tanya Ghatan karena melihat Anjeli hanya diam membiarkan ponselnya terus berdering. Anjeli sempat tak bisa bergerak beberapa saat, ia cukup terkejut mendengar perkataan Ghatan yang spontan. Begitu tersadar, Anjeli langsung menjauh dari Ghatan yang jaraknya sangat dekat. "Uh..." Anjeli berusaha mengendalikan dirinya, bahkan tanpa sadar ia mulai melupakan panggilan dari Leon. "Kenapa kau tiba-tiba mengatakan hal semacam itu?" tanya Anjeli. Ghatan menatap Anjeli lempeng, dia menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Bukankah seharusnya kau mengatakan bahwa kau sudah memiliki suami kepada pria yang sedang mencoba mendekatimu?" tanya Ghatan balik, ia menanyakan dengan mudah tanpa peduli ekspresi Anjeli yang penasaran. "A-aku tau, tapi tetap saja—" "Akhirnya kau tak mengangkat panggilannya," ucap Ghatan sembari membalikkan tubuh dan pergi meninggalkan Anjeli. Lagi-lagi Anjeli dibuat terdiam oleh sikap Ghatan. Pria itu benar-benar tak bisa dibaca, entah
Read more

BAB 12 - PUTRA MAHKOTA PRAJANATA

Ghatan Prajanata, putra mahkota Prajanata yang didambakan oleh semua orang. Mungkin saja itu hanya kesan yang dibuat-buat. Ghatan yang terlihat selalu tenang dengan sorot tajamnya, sangat menyukai sesuatu yang hangat seperti teh hijau penenang dirinya. Pria yang selalu mementingkan pekerjaan dan perusahaan, mungkin saja sebenarnya menginginkan kebebasan. Bisa saja selama ini dia menekan semua keinginannya, dan dipaksa hidup dalam peraturan yang dibuat oleh Gama Prajanata. "Apa kau kira kau tahu segalanya tentang aku?" tanya Ghatan kepada seseorang yang ia telpon beberapa waktu lalu. "Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan, tapi hubungan kita hanya sebatas rekan yang saling membantu karena memiliki tujuan yang sama." Kerutan di dahi Ghatan semakin dalam begitu ia mendengar respon dari Anindya. "Kita sudah sepakat untuk tidak membahas masalah pribadi, terutama perasaan masing-masing," ucap Ghatan tegas. Mendengar penyangkalan yang terus Anindya buat membuat kepala Ghatan terasa peni
Read more

BAB 13 - MENUNGGU KEDATANGANNYA

Keheningan mendominasi di antara mereka, membiarkan jam dinding mengisi kekosongan di keduanya. Sambil terus menatap Anjeli, Ghatan terlihat tak berniat untuk mengatakan sesuatu. Sampai akhirnya ia memilih untuk pergi, meninggalkan Anjeli seorang diri di apartemen ini. "Hah..." Anjeli menarik napas panjang. Sesak yang ia rasakan beberapa saat lalu ketika Ghatan menatapnya tanpa ekspresi, membuat Anjeli merasa menyesal telah mengutarakan ketidakpercayaan dirinya. "Dia langsung paham apa yang aku katakan," ujarnya sembari menatap tempat di mana Ghatan berdiri. "Apa dia akan pergi begitu saja meninggalkan ku di sini?" Anjeli meneguk air minumnya sebelum ia kembali ke kamarnya. Jam 11 malam. Anjeli duduk di sofa sembari menonton film, matanya menunjukkan jika ia sudah mengantuk berat. Berkali-kali ia melirik pada jam dinding, lalu melihat ponselnya menunggu seseorang menghubunginya. "Sudah jam sebelas tapi dia tak menghubungiku sama sekali," ucapnya menatap layar ponsel. "Ah! Kenapa
Read more

BAB 14 - TIDAK PERNAH PERHATIAN

Pria itu duduk dengan gelisah di depan komputernya. Selagi mengerjakan pekerjaan kantornya hari ini, sesekali matanya terus melihat ke arah pintu ruangan seakan tengah menunggu seseorang datang. Pagi ini, hanya ada ia seorang diri. Datang lebih awal dari rekannya yang lain, hanya untuk menunggu seseorang dan mengatakan sesuatu yang membuatnya gundah sejak malam. Sampai akhirnya suara derit pintu terdengar, Leon segera bangkit dari duduknya dan menatap ke arah pintu. Dan benar saja, wanita yang ditunggunya sejak tadi pagi datang juga. Dengan raut wajah polos menatap Leon bingung, ia hanya diam memegang kenop pintu. "Leon?" gumam Anjeli lantas ia mulai bergerak mendekati Leon. "Kupikir aku yang datang lebih awal ke kantor," kata Anjeli dan duduk di kursinya. Leon mendekati Anjeli, menyeret kursi dan duduk tepat di samping Anjeli yang mulai mempersiapkan diri untuk bekerja hari ini. "An..." panggil Leon sedikit berbisik. "Kenapa semalam kau tidak mengangkat panggilanku?" tanyany
Read more

BAB 15 - SEGELINTIR PIKIRAN

Duduk di depan komputer berjam-jam membuat Anjeli jenuh, ia sedikit meregangkan tubuhnya dan melihat sekelilingnya. Setelah Pak Hans datang membawakan sarapan, terjadi kehebohan kecil di ruangan ini karena sikap perhatian pak direktur yang tidak disangka-sangka, dalam sekejap mereka kembali dengan urusan masing-masing. Rasa jenuh membuat Anjeli mengantuk, ia memilih untuk beranjak dari kursinya dan pergi ke dapur untuk membuat kopi. Sambil mengaduk kopi itu, Anjeli mulai merenung. "Pagi ini pak Ghatan tidak menyapaku, bahkan dia tidak menatapku sama sekali." Anjeli terus berpikir, memikirkan banyak kemungkinan yang terjadi pada pria itu. "Apa terjadi sesuatu saat bertemu dengan pimpinan? Atau aku melakukan kesalahan?" Anjeli menarik napas, menyesap kopi itu lantas meneguknya perlahan. "Aku tidak merasa melakukan kesalahan, tunggu...." Anjeli teringat pada kontak Leon yang mendadak terhapus. "Jangan-jangan yang menghapus kontak Leon dan yang memindahkan ku ke kamar adalah...." A
Read more

BAB 16 - RUANGAN YANG GELAP

Di ruangan direktur pria itu tampak lelah berkutat dengan pekerjaan, disamping itu banyak hal yang terus mengganggu pikirannya. Ghatan meraih gelas yang tersimpan tepat di sampingnya, lalu menghela napas panjang begitu melihat tidak ada kopi di dalamnya. Tiba-tiba wajah seseorang terlintas di benaknya, mata yang terpejam dengan embusan napas teratur, sebentar lagi Ghatan akan gila karena terus memikirkannya. "Anjeli," sebutnya seraya memikirkan bagaimana jika seandainya wanita itu datang kemari dan membuatkannya segelas kopi. "Akan aneh jika aku mendadak memanggilnya kemari," ucapnya lantas menggelengkan kepala. "Aku tidak ingin membuatnya tidak nyaman." Ghatan menyalakan ponselnya, ia akan menghubungi manajernya untuk membelikan kopi di luar. Namun pergerakan tangannya mendadak berhenti begitu sesuatu terlintas di kepalanya. "Sepertinya membeli kopi sendiri bukan ide yang buruk." Ghatan memilih untuk pergi membeli kopi sendiri, hitung-hitung kembali menyegarkan otaknya yang teras
Read more

BAB 17 - JANGAN TEMUI DIA

"Bagaimana ini? Kenapa pintunya tidak bisa dibuka." Anjeli masih berusaha membuka pintu itu dengan ekspresi panik bukan main. Ruangan yang gelap tanpa adanya fentilasi membuat dada Anjeli berdegup dengan cepat, tetapi hal yang membuat Anjeli semakin merasa sesak adalah mengingat dirinya hanya berdua bersama Ghatan. Hanya berdua di tempat yang gelap, bernapas di satu ruangan tanpa adanya pertukaran udara. Ghatan dapat mendengar jelas bagaimana Anjeli bernapas dan suara panik yang terus wanita itu keluarkan. "Tolong!" teriak Anjeli dan mulai memukul pintu berharap seseorang dapat mengeluarkannya dari sini. "Apa di luar ada sese—mph!" Ghatan membekap mulut Anjeli, menghentikan suaranya sebelum seseorang mendengar dan membuka pintu itu. Ghatan tidak akan membiarkan siapa pun melihatnya bersama Anjeli di ruangan ini. Anjeli tak berontak, justru ia diam seperti patung seraya menahan napasnya. "Sstt!" bisik Ghatan tepat di telinganya, ia dapat merasakan helaan napas itu. Rasanya d
Read more

BAB 18 - AYO BERMAIN DENGAN KU

Saat tangan berjari lentik itu akan membelai wajahnya, Ghatan segera menepisnya dan berjalan melewati Anindya tanpa menatap wanita itu. "Pergilah, aku tidak ada waktu untuk mu." Ghatan memfokuskan diri pada layar komputer di depannya, membuka beberapa dokumen yang harus ia tanda tangani. "Lain kali jika tak ada hal penting jangan langsung datang ke kantorku, lalu...." "Lalu?" tanya Anindya dengan alis terangkat, menunggu Ghatan melanjutkan kata-katanya. Ghatan menatap Anindya tajam. "Jangan seenaknya datang ke sini tanpa janji temu, aku sibuk." "Sibuk berduaan dengan wanita itu?" Brak! Ghatan mengebrak meja, kesabarannya sudah habis akibat sikap lancang Anindya. Tanpa banyak kata, Ghatan segera menghubungi sekretarisnya di depan untuk membantu Anindya keluar dari ruangannya. "Sekretaris Kim, apa kau bisa tolong bantu nona Anindya keluar?" ucap Ghatan dengan suara dingin. "Pertemuan kita sudah selesai, sepertinya dia lupa jalan pulang." Anindya tertawa hambar, menatap Gh
Read more

BAB 19 - KAU PIKIR AKU BAIK-BAIK SAJA

"Aku sudah tidak tahan lagi...." Bas menatap Anjeli iba tetapi di sisi lain ia tidak bisa menolong adiknya begitu saja. Bahkan Bas tak sanggup jika harus ikut campur dalam urusan rumah tangga Anjeli dengan suaminya. "Aku tahu kau sedang kesulitan," kata Bas sembari memegang kedua bahu Anjeli menenangkan. "Tapi aku tidak bisa membawamu kembali ke rumah, apa lagi statusmu sekarang adalah istri Ghatan." Bas melepas kedua tangannya dari bahu Anjeli, kembali menatap Anjeli penuh simpatik. Mata Anjeli berkaca-kaca, ia kembali menangis menatap Bas tidak percaya. "Kau jahat...." ujarnya pelan. "Bukankah kau keluargaku? Kenapa kau setega ini padaku, huhuhu." Bas bingung. Bas sudah tahu jika Anjeli menikah dengan Ghatan. Dan faktanya Ghatan ini adalah teman Bas saat SMA dulu, mereka berteman baik bahkan sangat baik. Saking baiknya hubungan Bas dengan Ghatan sebagai teman, Bas sudah tahu bagaimana sifat baik buruk pria itu. Bahkan Bas sempat menjadi tempat cerita, tempat mengeluh, hin
Read more

BAB 20 - AYO SELESAIKAN URUSAN KITA

Anjeli tidak bisa dipermainkan seperti ini. Melihat Ghatan hanya diam seribu bahasa tanpa mengatakan apa pun, membuat dada Anjeli semakin sesak. Bahkan pria itu tak menyangkal sama sekali, tak berusaha memberi alasan kepada Anjeli meski hanya sekedar untuk menenangkannya. Ghatan hanya diam menatap Anjeli datar. "Ayo sudahi saja," kata Anjeli setelah berusaha mengeluarkan suara. Setelah mengatakan hal itu ia keluar dari mobil, meninggalkan Ghatan yang masih diam tak berkutik di tempatnya. Rasanya benar-benar menyakitkan. "Jadi seperti ini rasanya disakiti..." Anjeli terisak. Berjalan tanpa tujuan setelah keluar dari mobil Ghatan dan pria itu tak mengejar atau menahannya seakan tak peduli. Entah apa yang sedang Ghatan pikirkan hingga tak bersuara di hadapan Anjeli. Atau mungkin pria itu memang tak bisa mengelak lagi karena semua kejadian yang Anjeli lihat memang benar apa adanya. "Dia benar-benar pria bajingan," gumam Anjeli ditelusuri oleh rasa sesak yang semakin menyayat.
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status