Home / Fiksi Remaja / Putri Rahasia Sang Idola / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Putri Rahasia Sang Idola: Chapter 11 - Chapter 20

29 Chapters

Welcoming Abigail

Saat pertama kali mengangsurkan kotak itu pada Aby, sejujurnya Harlan merasa sedikit cemas. Ia pikir Aby akan meletakkan kotak berisi seragam dan perlengkapan sekolah itu di ruang tengah begitu saja. Tapi, saat gadis itu melongok ke dalam dan membawa kotak itu masuk ke kamarnya, Harlan merasa lega. Diam-diam ia mengikuti langkah gadis itu. Aby tampak sedikit terkejut ketika mendapati Harlan berdiri di balik punggungnya saat ia baru saja meletakkan kotak pemberian Harlan di atas ranjang. Karena gadis itu tidak mengatakan apa-apa setelah melihatnya, Harlan segera mengatakan sesuatu untuk memecah keheningan. “Di kamar ini masih banyak barang-barangku.” Aby hanya menoleh sekilas kemudian duduk di kursi kecil yang entah sejak kapan ada di dekat jendela. “Biasanya kamar ini aku pakai kalau jadwal El sedang padat. Dia sering lupa banyak hal dan kalau sudah capek akan susah dibangunkan. Makanya, aku tidur di sini.” “Aaah. Ya, nggak apa-apa,” j
Read more

The New Beginning

Dasar bodoh. Aby tersenyum samar sebelum ia masuk ke dalam ruang kelas. Askar. Cowok itu melompat-lompat dan melambai-lambai dengan bodohnya di tangga tadi. Untung saja dia tidak terpeleset. Kalau iya, mungkin saja guru sangar dengan kumis tebal ala Pak Raden di samping Aby ini akan segera menghukumnya. Ruang kelas dengan AC yang dipasang kelewat dingin itu mendadak hening dari keriuhan. Pak Darwin berdeham kuat setelah menutup pintu. Sementara Aby mengikutinya dengan tangan menggenggam erat tali ranselnya. “Selamat pagi, anak-anak!” “Selamat pagi, Pak!” sahut anak-anak serempak, seolah kata-kata itu sudah lebih dari sejuta kali mereka lafalkan. Sejauh mata memandang, hanya ada wajah-wajah asing. Aaah ... sejujurnya Aby benci berada dalam posisi seperti ini. “Ayo, Aby. Perkenalkan dirimu.” Aby menatap Pak Darwin dan seisi kelas dengan kikuk. Ia mencoba untuk tidak menatap lurus-lurus ke wajah seluruh penghuni ruangan itu. Aby
Read more

A Time With You

Lagu itu mengalun lembut di telinga Aby. Lagu yang sudah ratusan kali dia putar di mp3 player-nya. Satu-satunya lagu yang ada di dalam benda hitam itu. Satu-satunya lagu yang dimasukkan mamanya ke sana. Mungkin mamanya tidak pernah tahu, kalau setelah lagu itu, Aby sama sekali tak pernah menambahkan lagu lain ke dalamnya. Mungkin mamanya juga tidak tahu kalau Aby selalu memasang headset hitam pada telinga bukan karena ia suka mendengarkan musik. Tapi, ia tidak suka keramaian yang menyakitkan di sekitarnya. Mamanya juga mungkin tidak tahu kalau rubik dan puzzle itu dimainkan Aby bukan karena dua hal itu membuatnya senang. Tapi, dengan dua benda itu, kepalanya bisa memikirkan hal lain selain tentang hidup dan mamanya. Mamanya yang entah ada di mana sekarang. “Hei! Ngelamun?” Seseorang menyentuh pundak Aby pelan. Aby mengira itu Sarah. Ternyata bukan. “Belum pulang?” “Belum. Nunggu bus.” Aby sengaja melepas headset, kemudian memasukkannya ke dalam tas. “Ng
Read more

Gubuk Bobrok

Aby menutup buku matematika setelah menyelesaikan hampir dua puluh soal sejak pulang sekolah tadi. Ini masih pukul tiga siang dan tak ada hal lain yang bisa dia lakukan. Semua tugas sekolah—termasuk pelajaran Sejarah yang paling tak disukai Aby—sudah selesai dia kerjakan. Ternyata, sekolah tak seburuk yang Aby kira. Mungkin semua itu karena teman-teman barunya tak tahu soal Aby. Gadis itu benar-benar bersyukur hidupnya sekarang jauh lebih tenang. Setelah meregangkan otot punggung yang pegal, Aby lantas duduk di bangku kecil di depan jendela kamar sambil melihat ke jalanan di bawah. Banyak sekali orang yang lalu lalang. Mulai dari yang berjalan kaki sampai yang mengendarai sepeda motor. Bahkan, mobil-mobil pun masih nekat melintas. Aby menatap lama pada pria yang membawa gadis kecil dalam gendongan. Sesekali kedua tangan kekar laki-laki itu melempar pelan tubuh si anak ke atas kemudian menangkapnya lagi ke dalam pelukan, lalu mereka berdua tertawa. Aby sama sekali tidak bisa
Read more

The Magic Dad's Hand

“Waaaah. Gimana caranya ngerjain fisika secepat itu?” Sarah tampak takjub memandangi Aby yang sibuk dengan buku kerja fisikanya. Ini jam istirahat. Tapi, karena sibuk memerhatikan Aby yang sedang serius, Sarah jadi ikut-ikutan tidak ke kantin. “Ini kan udah diketahui semua. Tinggal masukin ke rumus aja kok.” Aby menghentikan gerakan pensilnya untuk melihat wajah Sarah sebentar. Sedetik kemudian, ia kembali mencoret-coret bukunya. “Wah, keren. Harusnya kamu masuk sepuluh satu, By. Pak Hardi juga kemaren bilang kalau nilai matematika kamu paling bagus di kelas.” Aby hanya tersenyum sekilas. Ia tidak ingat sejak kapan ia bisa serius mengerjakan soal-soal pelajaran eksakta yang dibenci sebagian besar teman-temannya. Yang jelas, Aby hanya merasa tenang karena pikiran-pikiran tidak enak itu bisa enyah untuk sementara waktu, digantikan deretan angka-angka. “Nggak haus?” tanya Sarah sambil celingukan memegang kerongkongan. Mungkin karena mereka baru mas
Read more

Over The Rainbow

El hampir tersentak kaget saat earphone itu tahu-tahu sudah menempel di telinganya. El menoleh pada gadis yang sedang berbaring di sebelahnya, di atas rerumputan, di bawah langit yang sama dengannya. Gadis itu tersenyum manis sekali dengan cd player di tangannya. El bisa melihat sebelah earphone yang lain menempel di telinga kirinya. “Mau dengerin lagu bagus?” “Lagu apa?” “Lagu tentang sebuah tempat untuk dirimu sendiri. A place where you won’t get into any trouble.” Kening El berkerut. “Memangnya ada tempat semacam itu?” “There must be. It’s not place you can’t get to by a boat, or a train. It’s far, far away. Behind the moon, beyond the rain[1].” El menunggu sebentar sampai musik itu mengalun lembut ke telinganya.Somewhere over the rainbowWay up highThere’s a land that I heard of Once in a lullabySomewhere over the rainbowSkies are blueAnd the dreams that you dare to dreamReally do come trueSomeday I’ll wish upon a
Read more

Everyone Has Their Own Reasons

Akil tertawa keras saat berhasil merebut selembar foto dari tangan Ardo. Hari ini Askar baru saja selesai mencetak foto-foto yang mereka ambil bersama tempo hari. Lembaran berwarna-warni itu langsung diserbu oleh anak-anak. Aby yang tengah membantu Risa mengerjakan soal matematika sampai terkaget-kaget karena kehebohan yang mereka buat. “Yang ini bener, Kak?” Risa menunjukkan buku tulisnya yang sangat tipis itu pada Aby. Aby mengambilnya dan langsung menemukan kesalahan yang dibuat bocah itu. “Bukan gini. Yang ini dikali dulu baru dibagi.” Risa mengamati ujung telunjuk Aby yang bergerak-gerak di atas kertas. “Oh, jadi nggak boleh langsung dijumlahin?” “Enggak.” Risa tampak kebingungan selama beberapa detik. “Ngerti?” Kening Risa berkerut-kerut, kemudian ia mengangguk dengan mantap dan mengacungkan jempolnya ke arah Aby. “Oke, Kak Aby! Aku udah ngerti. Aku mau ngerjain sendiri dulu. Nanti Kakak yang per
Read more

Can’t You Stay?

“Memangnya nggak bisa kalau aku tetap sama Mama?” suara Aby melemah. Ia menatap nanar passport dan tiket pesawat yang tergeletak di atas ranjang itu. Joanna sengaja membuang muka. Sejujurnya, hatinya sendiri bergejolak. Ia tidak ingin meninggalkan putrinya itu. Tapi, hanya ini yang bisa menyelamatkan Abigail, juga menyelamatkan dirinya sendiri. Perlahan, ia mengangkat kepala kemudian menatap Aby dingin. “Mama udah bilang kan kalau ada sesuatu yang harus Mama urus dengan Philip? Kamu masih nggak ngerti?” “Jadi, kenapa Mama nitipin aku ke Rumah Cinta? Untuk apa Mama minta mereka mencarikan orang tua asuh buatku?” “Memangnya kamu mau hidup terus-terusan kayak gini?” “Ma….” Suara Aby mulai terdengar bergetar. Tatapan memohon itu sama sekali tak meluluhkan Joanna. “Kamu tau kan hidup kita sulit? Mama sudah capek, By. Jadi, kasih Mama waktu untuk diri Mama sendiri.” Aby mengatupkan rahangnya rapat-rapat sambil mendongak
Read more

The Sound of You

El hampir gila rasanya. Sikap gadis itu berubah akhir-akhir ini. Bahkan ia mulai menghindari El. Setelah acara kelulusan di sekolahnya pagi tadi, El mencoba mendatangi kampusnya. Tapi, dia sama sekali tidak ada.            “Lho, gue malah mau nanya ke elo. Udah dua minggu lebih dia nggak masuk kuliah lagi.” Itu yang dikatakan Rey saat El menemuinya di kantin, tempat di mana biasanya gadis itu berada. Dengan berbagai dugaan dan kebingungan di kepalanya, El tetap menunggu gadis itu di gerbang. Hingga satpam mengusir, barulah El pergi dari tempat itu.            Hari kedua, El masih datang. Bertanya pada tiap mahasiswa yang ia temui. El tidak peduli apakah mereka mengenal gadis itu atau tidak. Yang jelas, ia hanya melakukan apa yang ia bisa untuk bertemu dengannya lagi. Hari itu hujan turun dengan sangat deras. El benar-benar gila. El sungguh merindu
Read more

The News

Aby tidak tahu apakah ia yang bangun terlalu siang ataukah El yang pergi terlalu pagi. Saat ia keluar dari kamarnya, ia tidak mendapati siapa-siapa di apartemen. Aby menemukan segelas susu cokelat yang sudah dingin dan sepiring nasi goreng yang sudah tak lagi berasap.            Aby duduk di meja makan dengan ragu sebelum akhirnya menemukan selembar kertas dengan tulisan acak-acakan di atasnya. Hari ini Harlan nggak bisa antar kamu, jadi kamu pergi naik bus saja. Hati-hati dan jangan pulang terlambat. Laporan bulananmu juga sudah aku tanda tangani-El-           Setelah membaca catatan dari El, Aby baru sadar kalau laporan bulanan dari Pak Darwin yang dua hari lalu ia simpan di atas meja belajar sekarang ada di sini. Tangan Aby bergetar, meraih kertas-kertas itu, dan membuka halaman tanda t
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status