Di sinilah aku, di dalam mobil dijemput mama, papa, dan Dian. Sejurus kemudian aku menoleh, melihat rombongan lelaki tentara yang menunggu taksi buat pulang. Jujur, empat hari ini emosiku lepas selepas-lepasnya. Biasanya aku meledak-ledak di dapur. Hadeeeh, apakah aku ada rasa dengan si tonggos yang giginya udah rapi. “Oleh-oleh mana, Mbak?” Dian membongkar tasku. Bunga mini kemasan sachet jadi cenderamata. Daripada aku bawa bulu domba. “Kok, gini, doank?” tanyanya. “Baju kotor ada,” sahutku. “Dian, mbaknya baru pulang, capek itu sabar ya,” kata papaku. “Yah, nanti minta sama Mas Ale aja deh.” “Hei, tidack sopan kamu minta-minta sama orang. Sejak kapan deket sama dia. Lihat, Pa, Diandra pacaran.” Aku aja masih jomlo. Aku iri, sih, dikit. “Enak aja, ih dasar irian, makanya cari pacar sono, udah tua loh.” Cablak banget mulut si Dian ya Allah. “Udah, jangan ribut, Pa, makan di luar aja sekalian, yok, kan nggak masak di rumah tadi.” Kanjeng Mama sudah kasih perintah. Kalau beli
Baca selengkapnya