"I-iya, belum la-lama," sahutku terbata-bata. Aku sampai susah untuk berbicara gara-gara lihat giginya. Mual dan ingin muntah. Mana dia terus saja nemamerkan giginya lagi. Astaghfirullah! Aku melihat ke sekeliling ruang tamu ini, untuk mengalihkan pandang dari giginya. Tapi bayang-bayang gigi kuningnya selalu membuatku bergidik. "Kamu nggak tanya, saya?" tanya Luki saat aku tidak bersuara sama sekaliApa yang harus aku tanyakan? Sedangkan aku saja tidak tertarik padanya Sudah keburu ilfil lihat giginya. Aku kalau tidak suka sama orang, malas untuk bertanya. "Tanya apa, ya?" Aku menggaruk-garuk kepala yang tiba-tiba saja gatal.Sungguh, keadaan ini sangat amat canggung. "Ya, tanya apa gitu, kek!" ucapnya seraya kembali menghisap rokoknya. "Gigi kamu, apa nggak pernah disikat?" tanyaku tertahan di dalam hati. Nggak mungkin, kan, aku nyeletuk seperti itu? Bisa-bisa sakit hati dia. Terus di sant*t aku nanti. "Abang tinggal, di mana?" tanyaku terpaksa.Ya, akhirnya hanya pertanya
Read more